Ketangguhan Sejoli Penyintas Bom Kuningan
Aliansi Indonesia Damai- Setiap musibah yang datang biasanya diawali oleh firasat-firasat tertentu. Bagi banyak orang, firasat baru disadari setelah musibah benar-benar terjadi. Sama halnya seperti yang dialami oleh sejumlah korban bom terorisme. Mereka pada mulanya tak pernah menyangka akan menjadi korban, namun setelah diingat-ingat ternyata ada firasat yang mendahuluinya. Salah satu korban bom yang merasakan firasat sebelum terjadi ledakan adalah Ruli Anwari.
Kamis pagi 9 September 2004, Ruli dan Fitri Supriati tengah bersiap untuk pergi ke sebuah Bank di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Hari itu mereka akan menandatangani beberapa berkas akad kredit pembelian rumah. Tak seperti biasanya, anak semata wayang mereka yang kala itu tengah berusia 1 tahun mendadak rewel dan menangis terus-menerus seakan tak ingin kedua orang tuanya pergi.
Baca juga Meneladani Pemaafan Nabi
Ruli dan Fitri tetap berangkat menuju bank bersama dengan tiga pasangan suami istri lainnya yang mempunyai tujuan sama. Di tengah perjalanan, mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan dan menyebabkan lampu belakang pecah serta bodi belakang ringsek. Namun demikian, mereka tetap melanjutkan perjalanan.
Sesampainya di Bank, Ruli memarkir mobilnya tepat di samping Kedutaan Besar Australia. Satu persatu dari mereka menyelesaikan urusan administrasi. Kebetulan Ruli dan Fitri adalah pasangan pertama yang menyelesaikan akad kredit, sehingga mereka menunggu rekan-rekan lainnya di lobi.
Jam menunjukkan pukul 10.15 WIB. Masih ada rekannya sepasang suami istri yang harus mereka tunggu. Fitri saat itu sedang berjalan menuju toilet, sementara Ruli berdiri menghadap keluar kaca gedung. Tanpa dinyana ledakan besar terjadi. Suara ledakan memekikkan telinga. Sontak seluruh pegawai dan tamu Bank berhamburan keluar.
Baca juga Menjadi Penggerak Penyintas
Pemandangan saat itu di mata Ruli begitu tragis. Gedung, kendaraan, dan fasilitas umum lainnya rusak parah. Beberapa korban bergeletakan tidak sadarkan diri dengan cedera serius di sekujur tubuhnya. Sejumlah korban lainnya terlihat bercucuran darah meminta pertolongan sambil menahan sakit.
Saat bergegas keluar gedung, Fitri merasa ada yang aneh di bagian kaki kirinya. Ia merasa ada sesuatu yang basah dan lengket. Ia melihat sepatunya berlumuran darah. Awalnya Ruli berpikir luka itu akibat adanya benturan. Namun setelah diperiksa terdapat lubang di kaki. Ruli mengaku sangat shock dan panik. Saat itu yang ada di benaknya hanyalah bagaimana sang istri secepatnya mendapatkan pertolongan.
Sejumlah orang menyarankan agar melarikan istrinya ke Rumah Sakit MMC yang berada sekitar 100 meter dari bank. Ruli bergegas menggendong istrinya. Sesampainya di RS, situasi sangat kacau lantaran banyak korban lain berdatangan. Bau darah menyengat di tempat tersebut. Ruli terpaksa menarik salah satu perawat yang tengah sibuk memberikan pertolongan pada korban lainnya untuk segera membantu istrinya. Akibat cedera itu, Fitri mendapatkan 15 jahitan.
Baca juga Bangkit Berkat Dorongan Keluarga dan Kolega
Karena situasi di RS semakin tidak kondusif, Ruli kemudian memutuskan untuk memindahkan Fitri ke RS lain. Dalam perjalanan, Ruli diingatkan temannya bahwa bajunya basah oleh darah. Ruli meraba kepalanya. Ada benda yang menancap namun ia tidak berani mencabutnya. Sesampainya di RS yang biasa menjadi referensi kantornya, ia dan Fitri segera masuk ruang UGD dan mendapatkan perawatan. Ruli mendapatkan 5 jahitan untuk cedera di kepalanya.
Sekitar 3 hari berikutnya Ruli hanya bisa berbaring di tempat tidurnya. Ia mengalami pelemahan fisik. Bahkan trauma yang ia rasakan berlanjut hingga kurang lebih 3 bulan lamanya, begitu pun istrinya. “Misal ada bunyi petasan, atau apa gitu yang bunyinya keras. Itu saya langsung lemas,” ungkap Ruli dalam salah satu kegiatan bersama AIDA.

Sebulan pascakejadian, Ruli merasakan ada yang aneh dengan mata kirinya. Penglihatannya memburam. Saat diperiksakan ke dokter, ternyata ada semacam flek yang membuat pembuluh retinanya bermasalah sehingga menghalangi fungsi lensa. Sekalipun menjalani operasi, dokter tidak dapat menjamin penglihatannya akan pulih seperti semula.
Hal itu membuatnya sedih. Sebagai seorang enginer, penglihatan yang normal adalah hal yang sangat penting. Meski demikian ia tidak menyerah, ia kemudian berusaha sebaik mungkin agar bisa terpilih untuk dipindah tugaskan ke bagian service advisor yang tentunya tidak bersentuhan langsung dengan mesin.
Pada tahun 2015, kondisi kesehatan Fitri juga menurun karena dampak dari ledakan bom 16 tahun lalu. Mereka lalu memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan dan merintis usaha bersama. Sampai saat ini, usaha yang mereka rintis pun maju dan berkembang. Ruli dan Fitri mengaku mengambil pembelajaran dari peristiwa itu. Mereka merasa ikhlas atas semua cobaan yang dialami. “Sebenarnya dalam semua kejadian pasti akan selalu ada hikmah yang bisa kita ambil. Kuncinya adalah ikhlas, tawakal, dan berusaha dengan sebaik-baiknya,” ujar Ruli.
Baca juga Bangkit Demi Masa Depan Anak
2 Comments