Keinsafan Mantan Napiter: Terlibat dan Tobat Karena Keluarga (Bag. 2-Terakhir)
Usai menghirup udara bebas, Sumarno berangkat ke Jakarta untuk membesuk paman yang juga gurunya, Ali Imron, di Lapas. Sang paman menasehatinya untuk berhenti dari segala aktivitas yang terkait dengan kelompok-kelompok ekstremisme. “Berhenti dan jangan dilanjutkan. Dendam tidak akan menyelesaikan masalah,” demikian ia mengenang petuah dari terpidana seumur hidup kasus Bom Bali 2002 itu.
Sumarno bertekad kembali kepada kehidupan normal dan menjalani aktivitas sebagaimana lazimnya. Beberapa tahun selanjutnya Sumarno dipertemukan dengan sejumlah korban bom. Beberapa dari korban tersebut mengalami dampak langsung dari aksi peledakan bom. Sebagian ada yang anggota tubuhnya cacat, sebagian yang lain kehilangan orang tersayang.
“Setelah melihat kondisi korban bom, timbul rasa empati dan kesedihan. Saya meminta maaf kepada para korban atas nama saudara-saudara (ikhwan) yang sudah bertobat,” papar Sumarno.
Baca juga Keinsafan Mantan Napiter: Terlibat dan Tobat Karena Keluarga (Bag. 1)
Pertemuan itu menginspirasinya untuk menyebarkan perdamaian. Bersama dengan pamannya yang lain, Ali Fauzi Manzi, Sumarno mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), sebuah komunitas yang menampung mantan pelaku ekstremisme yang telah bertobat.
Baginya bergerak di yayasan tersebut adalah ikhtiarnya untuk memberikan semangat dan penguatan kepada sesama mantan pelaku yang telah insaf untuk tak lagi berurusan dengan kelompok ekstremisme. Upaya tersebut tak mudah. Ia sempat dikafirkan oleh sejumlah koleganya di kelompok yang dulu. Namun hal itu sama sekali tak menyurutkan tekadnya.
Selain di YLP, aktivitas Sumarno saat ini adalah mengajar sebagai guru di salah satu Pondok Pesantren di Lamongan. Ia juga mendirikan CV al-Taubat yang bergerak dalam bidang penambangan batu kapur. Ia menamakannya dengan ‘taubat’ agar dapat selalu mengingatkannya akan bahaya ekstremisme kekerasan. “Keinginan saya dan teman-teman agar mau mengakui kesalahan dan bertaubat di jalan yang benar,” ungkapnya.
Baca juga Dulu Meracik Bom Kini Meretas Damai
Belakangan, Sumarno juga bergabung bersama AIDA. Bersama para penyintas terorisme, ia pun lebih bersemangat menyuarakan perdamaian bagi masyarakat Indonesia. Dalam beberapa kesempatan Sumarno berbagi kisah tentang bahaya aksi-aksi kekerasan.
Ia menekankan bahwa ajaran Islam sesungguhnya sangat berbeda dengan apa yang diajarkan oleh kelompok ekstremis. Islam menurut dia mengajarkan tentang kebaikan dan perdamaian, bukan keburukan dan kekerasan. Umat Islam pun harus menjamin keamanan dan keselamatan orang lain. “Saya terinspirasi dari hadis Nabi, bahwa muslim yang baik adalah orang yang saudaranya selamat dari lidah dan tangannya,” katanya.
Baca juga Kasih Sayang yang Tak Pantas Dinafikan