26/12/2020

Keutamaan Bersikap Kaya

Oleh Wiwit Tri Rahayu
Alumni Ponpes Ar-Risalah Lirboyo Kediri

َمَكتُوبٌ في التًورَاةِ الحَرِيصُ فَِقيرٌ وَإنْ كانَ مالِكَ الدٌنْياَ وَالمُطِيْعُ ِللهِ تَعَالىَ مُطاعٌ لِلنًاسِ وَإنْ كانَ مَمْلُوْكًا وَ القَانِعُ غَنِيٌّ وَ إنْ كانَ جائِعاً

“Tertulis di dalam Taurat, orang yang tamak adalah orang miskin, meskipun dia pemilik dunia. Orang yang taat kepada Allah akan disenangi manusia, meskipun ia seorang hamba sahaya. Dan orang yang qana’ah adalah orang kaya, meskipun ia kelaparan.”

Kalimat tersebut merupakan riwayat dari Wahab bin Munabbih Al Yamani yang tercantum dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad. Kekayaan yang sesungguhnya justru dimiliki oleh mereka yang menguasai sifat qana’ah. Mereka merasa cukup dengan segala sesuatu yang dimilikinya serta legawa atas bagiannya, karena percaya bahwa semua itu adalah rahmat Allah SWT.

Baca juga Keistimewaan Musibah

Sifat qana’ah sangat dianjurkan dalam Islam karena akan membantu kita untuk terus menerus mengingat siapa kita di dunia. Kita hanyalah hamba Allah. Kekayaan ataupun kemiskinan materi di dunia dunia tidaklah kekal. Semuanya adalah bagian dari rahmat Sang Pencinta bagi hamba-Nya. Kewajiban kita hanyalah mensyukurinya. 

Jika hati kita sedang merasa kurang, akan sangat baik untuk tetap bersyukur karena Allah telah mengatur apa-apa yang menjadi milik hamba-Nya. Kadar rezeki manusia di dunia sesungguhnya sudah diatur oleh Allah. Kelebihan atau kekurangan yang mungkin kita rasakan sesungguhnya adalah kelayakan yang Allah tentukan. 

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

“Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada para hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di muka bumi. Akan tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahateliti lagi Mahamelihat terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya” (Q.S. As-Syura: 27)

Baca juga Mengimunisasi Remaja

Jika kita lihat dari aspek psikologis, perasaan atas cukupnya rezeki yang diberikan akan menjadikan hidup lebih tenang dan hati lebih bersih. Sehingga kualitas dan tingkat kebahagiaan dalam hidup akan meningkat. Kita tidak lagi disibukkan oleh perasaan iri dengki yang selalu ingin membandingkan apa yang orang lain punya. Hidup diliputi perasaan syukur. Telah tertulis jelas dalam Al-Qur’an, barang siapa yang bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah, niscaya Allah akan melebihkan nikmat tersebut.

 وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambahkan nikmat-Ku kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih” (Q.S. Ibrahim: 7)

Pun sebaliknya, jika kita sedang merasa lebih, alangkah baiknya kita selalu mengingat bahwa apa yang kita miliki saat ini bisa hilang dalam sekejap atas kuasa Allah SWT. Tidak heran jika kemudian muncul perkataan ‘di atas langit masih ada langit’.

Baca juga Bersyukur Pantang Mengeluh

Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap manusia memiliki kesombongan di hatinya, pun mungkin hanya sebesar biji sawi. Perasaan sombong bukan melulu tentang apa yang kita ucapkan ataupun apa yang kita lakukan, tapi juga tentang apa yang kita pikirkan. Kendati hanya hati yang merasa bahwa diri ini lebih dari orang lain, sudah menunjukkan bahwa masih ada kesombongan dalam diri. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah SAW:

 لا يَدْخُلُ الجَنّةَ مَنْ كانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقاَلُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ. فقال رَجُلٌ: إنّ الرّجُلَ يُحِبُّ أنْ يَكُونَ َثوْبُهُ حَسَناً، وَنَعْلُهُ حَسَناً؟ فقال: إن الله جَمِيلٌ يُحِبُّ الجَمَالَ. اَلِكبْرُ بَطَرُ الحَقِّ، وغَمْطُ النّاسِ

“Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya ada kesombongan meskipun seberat biji sawi.’ Lalu seorang lelaki bertanya, ‘Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?’ Beliau menjawab bahwa sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR Muslim No. 91).

Baca juga Guru dan Pendidikan Karakter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *