Generasi Muda Cinta Damai
Aliansi Indonesia Damai- Semangat generasi muda yang cinta perdamaian diharapkan makin tumbuh berkembang dari pelbagai daerah di Indonesia. Pasalnya, generasi muda merupakan tumpuan masa depan bangsa Indonesia.
Semangat cinta damai itu muncul dari siswa-siswi SMAN 3 Malang, Jawa Timur saat AIDA menggelar Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh”, Senin (22/2/2021). Kegiatan diikuti 55 peserta.
Baca juga Pelajaran Damai dari Mantan Ekstremis
Direktur Eksekutif AIDA, Riri Khariroh, dalam sambutannya mengatakan, peran generasi muda sangat dibutuhkan untuk menyongsong masa depan perdamaian di Indonesia. Generasi muda dapat turut berkontribusi untuk menciptakan perdamaian. Terlebih, generasi muda termasuk kelompok yang rentan terpengaruh oleh ajakan untuk melakukan aksi-aksi kekerasan.
“Generasi muda sebagai generasi emas dan tulang punggung masa depan bangsa harus mampu menjawab tantangan zaman. Di tengah derasnya arus informasi, anak-anak muda rentan terpapar dalam aksi kekerasan yang banyak dipertontokan di media sosial,” ujarnya.
Baca juga Inspirasi Damai Siswa SMAN 3 Malang
Riri menjelaskan, generasi muda harus menjadi generasi yang tangguh. Tidak hanya tangguh dari segi keilmuan saja, akan tetapi juga tangguh dari terpaan ideologi kekerasan. “Generasi muda yang menjadi tangguh secara keilmuan, fisik dan spiritual. Sehingga bisa terhindar dari paham-paham yang mengarah kepada ekstremisme kekerasan,” ujar mantan Komisioner Komnas Perempuan itu.
Dalam kegiatan itu, AIDA menghadirkan penyintas bom Bali 2, Ni Kadek Ardani. Ia berbagi kisah tentang kehidupannya yang sempat terpuruk lantaran menjadi korban kekerasan. Menurut penuturannya, luka akibat ledakan itu masih berbekas sampai hari ini, terutama di bagian lengan yang kemasukan bahan-bahan bom. Ia juga masih merasakan trauma terhadap ledakan. Seiring proses terapi fisik dan psikis, Kadek bisa melewati trauma dan rasa amarah yang dipendamnya.
Baca juga Dialog Siswa SMAN 1 Malang dengan Penyintas Bom Thamrin
Saat bertemu pertama kalinya dengan mantan pelaku kekerasan, ia mengaku marah dan sempat ingin membalas apa yang telah dialaminya. Akan tetapi, ia menyadari bahwa membalas dendam atau marah hanya akan membuat dirinya lebih sakit. “Sebagaimana Ibu saya berpesan, jangan pernah menjadi pendendam terhadap orang yang telah melakukan hal buruk kepada kita,” ucapnya.
Selain penyintas bom, AIDA juga menghadirkan mantan pelaku terorisme, Choirul Ihwan. Saat ini ia telah insaf dan berbalik arah menjadi aktivis perdamaian. Meskipun Choirul tidak terlibat langsung dalam serangkaian aksi terorisme di Indonesia, namun ia tetap meminta maaf kepada seluruh korban dari aksi terorisme.
Baca juga Tantangan Pertobatan Napiter
Choirul berpandangan, para korban terorisme memiliki jiwa yang seluas samudera karena mampu memaafkan para mantan pelaku yang justru telah menghancurkan kehidupannya. “Mereka adalah guru-guru saya, saya merasa kerdil di hadapan mereka,” ujarnya.
Salah seorang siswa merasa terkesan dengan kisah pertobatan Choirul dan juga ketangguhan Ni Kadek. Dari kisah-kisah itu ia mengaku mengambil pembelajaran bahwa generasi muda harus pintar memilih teman. Jangan sampai berteman dengan orang yang justru mencelakakannya ke dalam tindakan kekerasan. [FS]
Baca juga Pesan Perdamaian Siswa SMAN 1 Lawang