Mencegah Ekstremisme sejak Dini
Aliansi Indonesia Damai- Pencegahan penyebaran paham ekstrem perlu dilakukan sejak dini. Sebab kecenderungan narasi ekstremisme berkembang di media sosial dan banyak menyasar kalangan muda. Pemuda sebagai calon pemimpin masa depan bangsa Indonesia mesti dibekali dengan nilai-nilai ketangguhan agar terhindar dari ancaman paham kekerasan.
Demikian pesan yang disampaikan Deputi Direktur AIDA, Laode Arham, saat menyampaikan sambutan dalam acara Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang digelar AIDA di SMA Al Muttaqin Tasikmalaya, Rabu (17/11/2021).
Baca juga Dialog Siswa SMAN 1 Manonjaya dengan Mantan Napiter
Di hadapan 50 puluh siswa peserta kegiatan, Laode menekankan pentingnya pelajar terbebas dari paham dan aksi kekerasan. Sebab merekalah yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara. “Sepuluh, lima belas tahun mendatang, teman-teman di sinilah yang akan memimpin bangsa dan negeri ini lebih baik dan maju lagi,” ujar Laode.
Ia melanjutkan, di masa Covid-19 ancaman paham kekerasan di kalangan muda tidak hilang, bahkan makin masif lewat media sosial (medsos). Pemuda sebagai pengguna aktif medsos berpotensi terpapar paham ekstrem bila tidak dibekali pemahaman dan wawasan yang luas.
Baca juga Kepala SMA Al Muttaqin: Generasi Mendatang Cinta Damai
“Meski suasana Covid, masih saja ada pihak-pihak yang mengajak generasi muda untuk melakukan kekerasan, menebar kebencian sesama anak bangsa, menyebarkan paham kekerasan di media sosial, dan hal-hal buruk lainnya,” kata Laode.
Persoalan itu bila tidak diantisipasi sejak dini akan menimbulkan masalah yang jauh lebih besar. Fenomena di kalangan pemuda, misalnya masih maraknya peristiwa yang menunjukkan kenakalan-kenakalan remaja, seperti tawuran, perundungan, dan bahkan terlibat dalam penggunaan narkoba. Terlebih lagi, adanya pihak yang mencoba merekrut generasi muda untuk melakukan aksi-aksi kekerasan sampai terorisme.
Baca juga Dialog Siswa SMA Al-Muttaqin Tasikmalaya dengan Penyintas Bom Bali
“Kita harus menghindari diri dari melakukan hal-hal buruk dan menyimpang, baik menyimpang dari norma agama maupun norma masyarakat dan hukum. Kalau tidak kita sikapi dari sekarang, bukan tidak menutup kemungkinan ada salah satu di antara kita nanti akan terperosok ke jalan kejahatan, lingkaran keburukan yang sulit kita akhiri,” tuturnya.
Menurut Laode, persoalan kekerasan di kalangan pemuda menjadi tanggungjawab semua pihak. Persoalan itu tak mungkin selesai tanpa keterlibatan semua pihak. Ia lantas mengingatkan tujuan luhur pendirian bangsa Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar RI 1945.
Baca juga Dialog Siswa SMAN 3 Blitar dengan Penyintas Bom Bali
“Sudah menjadi tanggung jawab kita semua untuk melindungi bangsa ini, untuk memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, supaya kita semua hidup dalam masyarakat yang damai,” katanya.
Laode berharap, para narasumber yang terdiri dari unsur mantan pelaku terorisme dan korbannya dapat memberikan inspirasi ketangguhan bagi kalangan muda. Kisah-kisah mereka diharapkan mampu menguatkan narasi perdamaian di kalangan pelajar. “Bila kita sedang tertimpa musibah, kita bisa belajar dari para korban agar bisa segera bangkit, termotivasi lagi agar tidak larut dalam kegagalan,” ujarnya.
Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Blitar (Bag. 1)
“Sementara dari pelaku, kita bisa belajar dari pertobatan mereka. Bagaimana agar kita tidak terpengaruh paham ekstrem dan bisa mengidentifikasi orang-orang jahat yang menyebarkan paham-paham kekerasan di media sosial. Sehingga kita bisa mengantisipasi teman dan keluarga kita agar tidak ada yang terpengaruh kekerasan,” demikian Laode menambahkan.
Laode mengingatkan bahwa kegiatan ini dilakukan semata-mata untuk melindungi kita semua, keluarga, masyarakat, dan bahkan bangsa dan negara. “Karena sebaik-baik kita adalah mereka yang memberi manfaat bagi orang lain,” ujar aktivis perdamaian asal Sulawesi itu memungkasi. [AH]