02/06/2022

Menepis Dendam Mengikis Trauma (Bag. 2-terakhir)

Andi nekat kabur dari rumah sakit lantaran memang tak punya uang. Namun sesampainya di rumah, ia merasa lega. Pasalnya pemerintah provinsi DKI Jakarta mengumumkan akan menanggung biaya pengobatan para korban Bom Kuningan.

Kelegaan itu hanya sebentar. Beberapa waktu berikutnya, ia dihinggapi perasaan bersalah karena tak bisa membantu para korban yang meminta pertolongan saat di lobi Plaza 89. Penyesalan yang berubah menjadi kemarahan, dendam, dan trauma.

Baca juga Menepis Dendam Mengikis Trauma (Bag. 1)

”Beberapa bulan saya dendam, sangat membenci teroris. Saya juga ketakutan. Sekitar 2 tahun saya tidak pergi ke (kawasan) Kuningan karena trauma yang sangat dalam. Saya terpuruk,” ujarnya mengenang masa-masa kelam hidupnya.

Dalam situasi tersebut, ia mendapatkan bantuan modal usaha dari salah satu lembaga sosial. Andi membuat bengkel las. Saat itu di sekitar rumahnya kawasan Serpong, Tangerang Selatan, masih belum banyak usaha sejenis, sehingga bengkelnya cukup ramai.

Baca juga Pesan Pamungkas Korban Bom Kuningan (Bag. 1)

Pada Juli 2005, oleh perusahaan sebelumnya Andi ditawari untuk mengerjakan proyek di Papua. Ia menyanggupi. Usahanya ia titipkan ke temannya sesama korban Bom Kuningan, Sarbini. ”Kurang lebih setahun di Papua itu mengobati trauma. Saya dapat nasehat dari teman-teman. Setelah kembali ke Jawa, saya meneruskan usaha bengkel las bersama Pak Sarbini,” katanya.

Andi lantas bergabung dengan komunitas penyintas bom terorisme. Di dalamnya, sesama korban bom saling menguatkan satu sama lain. Ia semakin menyadari bahwa kemarahan dan dendam justru membebani hidup. ”Saya pikir buat apa dendam. Dendam hanya membuat hati kita sakit,” ujarnya.

Baca juga Pesan Pamungkas Korban Bom Kuningan (Bag. 2-Terakhir)

Ia berharap tidak ada lagi aksi-aksi pengeboman. Kepada para peserta, Andi berpesan agar mereka menjauhi aksi-aksi kekerasan. Karena itu tak hanya merugikan diri sendiri tapi juga banyak orang. ”Sangat mengerikan sekali. Itu yang saya alami. Mudah-mudahan tidak terjadi lagi,” ujarnya.

Menurut dia, remaja sebagai generasi penerus bangsa harus menjaga perdamaian. Caranya dengan saling menjaga, menghormati, dan menghargai sesama. “Jangan membalas kekerasan dengan kekerasan. Karena balas dendam tidak ada habisnya,” pesannya.

Berdasarkan pengalaman hidupnya, Andi juga berpetuah agar remaja menjadi generasi yang tangguh, tak mudah menyerah menghadapi kepahitan-kepahitan hidup. [MSY]

Baca juga Berdamai dengan Trauma: Kebangkitan Penyintas Bom Thamrin (Bag. 1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *