Membangun Komunikasi Damai
Oleh: Dody Wibowo
Direktur Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Suma, Dosen Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada
Komunikasi merupakan elemen paling penting dalam relasi antarindividu. Beragam masalah berujung pada tindak kekerasan langsung, seperti pemukulan dan perkelahian, diawali komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Jika kita menganalisis peristiwa perundungan oleh siswa sekolah yang terjadi dan viral di media sosial beberapa waktu terakhir, di sana kita menemukan kegagalan komunikasi antarsiswa yang berujung pada penggunaan kekerasan oleh siswa yang merasa memiliki kuasa lebih besar terhadap siswa lain yang kuasanya lebih kecil.
Masalahnya, komunikasi sebagai keterampilan hidup untuk menjalin relasi yang baik antarindividu masih belum mendapatkan perhatian khusus dalam sistem pendidikan kita. Keterampilan komunikasi yang baik seharusnya menjadi keterampilan wajib yang harus dimiliki siapa pun, mulai anak hingga orang dewasa. Dengan berkaca pada peristiwa perundungan yang telah disebut di atas, kita bisa mengatakan sekolah memiliki tanggung jawab besar untuk mengajarkan keterampilan komunikasi yang baik kepada siswa.
Komunikasi untuk perdamaian
Komunikasi yang baik tentunya akan berujung pada situasi damai. Ellis (2006) mensyaratkan tiga hal dalam komunikasi untuk perdamaian, yaitu penerimaan, mutualisme, dan identitas yang sama. Penerimaan berarti pihak-pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk saling mendengar apa yang disampaikan pihak lain. Yang dimaksud dengan mendengar tentu bukan hanya menggunakan telinga untuk menerima suara pihak lain yang berbicara, melainkan juga mendengar berarti mau memberikan perhatian penuh dan memahami pesan yang disampaikan pihak lain.
Baca juga R20: Catatan dari Forum Perdamaian Dunia ke-8 di Solo
Mutualisme berarti ada pemahaman bahwa komunikasi bertujuan membawa kebaikan bagi kedua pihak. Jika kita memaknai komunikasi ialah bentuk dari aktivitas belajar, pihak-pihak yang berkomunikasi akan memahami bahwa mereka semua mendapat pembelajaran dari komunikasi yang mereka lakukan. Kesamaan identitas berarti semua pihak yang berkomunikasi menyadari bahwa mereka semua memiliki identitas yang sama sebagai pendengar dan pembelajar sehingga dalam proses komunikasi tersebut mereka tidak melihat diri menjadi superior, yang akan mengakibatkan ketidaksetaraan posisi dalam komunikasi dan mengakibatkan ketimpangan hasil. Bisa jadi, dengan ketidaksetaraan tersebut, yang dihasilkan ialah perintah otoritatif dan tidak membuka ruang diskusi.
Komunikasi yang damai hanya akan terjadi ketika kita mempraktikkannya. Penerimaan, mutualisme, dan pembangunan kesamaan identitas tidak hanya untuk dipahami, tetapi lebih penting lagi ialah juga untuk dipraktikkan. Ketiga komponen tersebut harus dipraktikkan terus-menerus sehingga setiap individu bisa merasakan manfaat dari komunikasi yang damai tersebut.
Komunikasi damai di sekolah
Sebelum mengharapkan siswa mampu melakukan komunikasi yang damai, mengajarkan keterampilan komunikasi damai di sekolah harus dimulai dari orang dewasa yang ada di sekolah, terutama guru. Guru sebagai teladan siswa tentunya harus bisa menghidupi komunikasi damai dan menggunakannya setiap hari.
Baca juga R20: Fikih Toleransi dan Rekonsiliasi Konflik
Komunikasi damai tidak hanya dilakukan antara guru dan siswa, tetapi juga harus dilakukan guru kepada siapa pun, termasuk rekan kerja. Hal itu penting digarisbawahi karena kadang guru bisa berkomunikasi baik dengan siswa mereka, tetapi mereka malah lupa untuk mempraktikkan komunikasi damai itu ketika memiliki masalah dengan rekan kerja.
Membiasakan guru untuk berkomunikasi dengan baik bisa dilakukan dengan beragam aktivitas. Dengan belajar dari pengalaman Sekolah Sukma Bangsa, setidaknya ada dua kegiatan yang dilakukan untuk membangun kebiasaan komunikasi damai, yaitu memberikan pelatihan komunikasi damai untuk guru dan membangun komunikasi damai melalui laporan kegiatan guru yang interaktif.
Baca juga Mazhab Pembinaan versus Mazhab Penjeraan
Dalam pelatihan komunikasi damai, guru Sekolah Sukma Bangsa mempelajari dan mempraktikkan materi mendengar aktif dan pesan nirkekerasan. Mendengar aktif mengajak guru menggunakan seluruh indra untuk mendengar, tidak hanya menggunakan telinga. Guru diminta untuk memiliki sensitivitas tinggi dalam menangkap pesan-pesan yang tidak terucap, seperti pesan yang tersampaikan melalui intonasi dan gerak tubuh.
Mendengar aktif juga mengajak guru memastikan mereka memahami pesan yang disampaikan dengan baik. Guru tidak boleh membuat asumsi sendiri, tetapi melakukan verifikasi untuk memastikan pesan yang mereka terima sudah tepat. Pesan nirkekerasan bertujuan agar guru bisa menyampaikan pesan yang efektif ketika menghadapi masalah. Terkadang, ketika seseorang dalam situasi konflik, mereka menggunakan kalimat-kalimat yang tidak fokus pada masalah dan semakin memperkeruh suasana.
Baca juga Muktamar Muhammadiyah dan Nasionalisme Indonesia
Melalui pesan nirkekerasan, guru diajak untuk mengatur dengan baik pesan yang ingin disampaikan, yaitu dengan menyampaikan perasaan mereka atas masalah yang ada, perilaku atau situasi apa yang membuat mereka tidak nyaman, dan perubahan apa yang mereka inginkan. Harapannya, pihak-pihak yang berkonflik bisa bekerja sama dan fokus pada perilaku dan situasi yang perlu diubah.
Kegiatan kedua ialah membangun komunikasi damai melalui laporan kegiatan guru yang interaktif. Guru di Sekolah Sukma Bangsa memiliki kewajiban untuk menulis laporan kegiatan untuk setiap kegiatan belajar yang mereka lakukan. Laporan dibaca manajemen sekolah dan digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Sekolah Sukma Bangsa. Dalam laporan interaktif itu manajemen sekolah memberikan komentar dan umpan balik pada setiap laporan kegiatan guru, dan guru juga bisa memberikan komentar balasan.
Baca juga Politik Identitas Keindonesiaan
Bahasa yang digunakan guru dan manajemen sekolah ketika berkomunikasi dalam komentar laporan itu menjadi fokus komunikasi damai. Manajemen sekolah menggunakan kalimat-kalimat positif yang mampu mendorong semangat guru untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Ketika ada masalah yang dialami guru, manajemen sekolah tetap menggunakan kalimat yang baik, tidak menyalahkan, dan mendorong pencarian solusi terbaik.
Guru dan manajemen sekolah menyampaikan respons positif untuk praktik ini. Guru merasa senang dengan apresiasi dan perhatian yang diberikan manajemen sekolah sehingga mereka merasa selalu didukung dalam pekerjaan mereka. Manajemen sekolah juga merasa senang karena melalui laporan interaktif tersebut keterbukaan antara guru dan manajemen sekolah semakin terbangun sehingga mereka bisa memberikan pendidikan yang berkualitas baik untuk siswa.
Baca juga Geng Siswa dan Kekerasan di Sekolah
Membangun komunikasi damai di sekolah ialah salah satu kontribusi yang bisa dilakukan sekolah untuk membangun masyarakat damai. Ketika komunikasi damai sudah biasa digunakan di sekolah, kebiasaan tersebut pasti akan terbawa ke luar sekolah. Warga sekolah akan menularkan kebiasaan komunikasi damai, mulai ke lingkungan terdekat lalu ke lingkungan yang lebih luas. Harapannya, komunikasi damai akan menjadi kebiasaan komunikasi yang dilakukan masyarakat.
*Artikel ini terbit Media Indonesia Senin, 28 November 2022
Baca juga Meneladani Kenegarawanan Nabi