Mengulik Hikmah Puasa (Bag. 1)
Oleh Fahmi Suhudi
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta
Seluruh jenis ibadah yang disyariatkan Allah Swt kepada hamba-Nya mengandung hikmah-hikmah di baliknya. Tak terkecuali dengan puasa yang sedang dijalankan oleh umat muslim seluruh dunia pada hari-hari ini. Ali Al-Jurjawi dalam Hikmat al-Tasyri’ wa Falsafatuhu, Vol. 1 hal. 132-145, menguraikan beberapa hikmah puasa.
Pertama, puasa sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat-nikmat Allah. Menurut Al-Jurjawi, sejatinya seluruh jenis ibadah adalah ekspresi syukur hamba terhadap Tuhannya atas segala anugerah nikmat yang tak terhingga.
Baca juga Pandemi Covid-19 dan Tafsir Dukhan
Kedua, puasa untuk melatih manusia mengemban amanah dan tanggung jawab dengan penuh kesungguhan dan kejujuran. Siapa pun berpeluang besar untuk melanggar larangan makan, minum, dan berhubungan badan saat berpuasa. Cukup mencari tempat tersembunyi yang aman, maka puasa dapat dibatalkan kapan saja. Namun karena kesadaran bahwa ada Sang Pengawas sejati yang tak kasat mata, maka orang pantang melakukan hal itu.
Dalam konteks ini, seandainya seluruh manusia di muka bumi memiliki etos puasa maka pelanggaran hukum sangat bisa diminimalkan. Pengendara kendaraan bermotor mematuhi rambu-rambu lalu lintas bukan karena takut terkena tilang, tetapi karena aturan menggariskannya demikian. Para pejabat publik emoh korupsi karena tahu bahwa selain melanggar hukum, korupsi juga merugikan khalayak luas.
Baca juga Puasa dan Makna Jihad
Ketiga, puasa untuk membedakan manusia dengan binatang. Puasa memang hanya siang hari namun itu sudah cukup. Bandingkan dengan binatang yang sepanjang harinya terus makan, minum, dan kawin. Ketika manusia dapat menahan nafsu-nafsu kebinatangannya, maka jiwa dan raganya akan menjadi lebih bersih.
Keempat, para dokter telah menyarankan agar manusia mengontrol dan menjaga pola makannya. Karena perut adalah rumah penyakit, maka menjaganya adalah kunci kesehatan. Puasa dilakukan dalam rangka mengendalikan kerja organ pencernaan, kapan bekerja dan kapan diistirahatkan.
Baca juga Jurnalisme Damai di Tengah Pandemi
Makan dan minum merupakan kebutuhan dasar manusia. Bahkan perintah untuk makan dan minum disebutkan di dalam al-Quran, hanya saja dilarang untuk berlebihan (QS. al-A’raf: 31).
Nabi Muhammad Saw bersabda: “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas”. (HR Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Baca juga Pasifisme Sebagai Jalan Hidup
Kelima, puasa untuk mengurangi syahwat seksual. Karena tidak makan dan minum maka secara biologis manusia menjadi lemas. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng)” (HR.Bukhari No. 5066). (Bersambung)
Baca juga Ramadan Dalam Perjuangan