Pandemi Covid-19 dan Tafsir Dukhan
Oleh: M. Syafiq Syeirozi
Alumni Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Perbincangan tentang akhir zaman cukup membetot perhatian di tengah kondisi psikis masyarakat yang sedang sangat tertekan. Salah satu topik diskusi yang sempat muncul adalah keterkaitan pandemi Covid-19 dengan tanda-tanda datangnya kiamat, yakni adanya dukhan.
Dukhan ditafsirkan sebagai kabut asap yang akan muncul terus-menerus selama 40 hari penuh untuk menandai turunnya Imam Mahdi, sang juru selamat bagi kaum beriman sebelum kiamat tiba. Ketika dukhan datang maka kaum kafir akan mengeluarkan cairan dari telinganya, sedangkan umat muslim yang beriman akan terkena flu. Hal yang mirip dengan gejala penderita Covid-19.
Baca juga Puasa dan Makna Jihad
Lantas bagaimana pandangan ahli tafsir terhadap dukhan?
Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut asap (dukhan) yang nyata yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih (QS. ad-Dukhan: 10-11).
Syaikh Muhammad Nawawi dalam kitab tafsirnya mendedahkan tiga pendapat para sahabat Nabi Muhammad Saw tentang dukhan dalam ayat tersebut. Pertama, dukhan adalah khayalan yang menimpa kaum kafir Quraisy ketika mengalami kelaparan ekstrem sebab doa Nabi Muhammad Saw. Saking laparnya, para pendusta Nabi tersebut seperti melihat asap di antara langit dan bumi.
Baca juga Jurnalisme Damai di Tengah Pandemi
Kedua, kabut asap adalah salah satu tanda datangnya hari kiamat. Kelak pada akhir zaman akan muncul kabut asap yang akan memenuhi dunia selama 40 hari penuh. Pada saat itu orang beriman akan menderita flu, sementara orang-orang kafir akan merasakan mabuk. Asap akan memenuhi lubang tubuhnya dan akan keluar dari hidung, telinga, dan duburnya. Bumi seperti rumah yang dipenuhi api.
Ketiga, dukhan adalah debu yang mengepul pada hari pembebasan Makkah (fathu Makkah) karena saking banyaknya pasukan muslim yang memasuki kota tersebut. Pada hari itu langit seperti tak terlihat (Marah Labid Tafsir An Nawawi, Vol. 2, hal. 282).
Baca juga Pasifisme Sebagai Jalan Hidup
Keragaman tafsir yang diterangkan oleh Syaikh Nawawi menunjukkan bahwa dukhan kaya makna, tidak monolitik. Abdullah Ibnu Mas’ud, salah seorang sahabat Nabi, marah ketika mendengar cerita tentang seorang pria di Kindah (daerah Kufah/Iran) yang mengatakan bahwa ketika dukhan datang maka orang kafir akan mengalami sesak nafas, sementara orang mukmin seperti terkena flu.
Abdullah yang awalnya berbaring, langsung bangkit dan marah, “Hai manusia, bertakwalah kepada Allah. Siapa yang punya ilmu, silahkan bicara dengan ilmunya. Siapa yang tidak punya ilmu, ucapkan bahwa Allah lebih tahu. Lalu Ibnu Mas’ud menceritakan makna Dukhan.
Baca juga Ramadan Dalam Perjuangan
“Rasulullah ketika mengetahui bahwa kaum kafir Quraisy membangkang terhadap ajarannya, maka beliau berdoa, ‘Ya Allah, timpakanlah kekeringan kepada mereka, seperti kekeringan di zaman Nabi Yusuf.’ Kekeringan itu lantas membunuh segala hal. Walhasil mereka bahkan memakan kulit-kulit dan bangkai saking laparnya. Salah seorang di antara mereka lantas melihat asap di antara langit dan bumi” (HR. Muslim No. 2798).
Dalam salah satu hadis, Nabi Muhammad Saw menjelaskan dukhan sebagai salah satu tanda datangnya kiamat. “Bersegeralah untuk melakukan amal saleh sebelum datang enam hal: matahari terbit dari barat, dukhan, munculnya Dajal, keluarnya dabbah (hewan yang bisa bicara), kematian kalian, atau perkara genting yang meluas di masyarakat (HR. Muslim No. 2947).
Baca juga Memaknai Syukur: Belajar dari Korban Terorisme
Hadis tersebut sekilas tampak bertentangan dengan riwayat yang disampaikan Ibnu Mas’ud sebelumnya. Namun sejatinya keduanya dapat dikompromikan. Dukhan memang pernah terjadi pada masa Nabi dan akan terulang menjelang hari akhir kelak.
Akhir zaman sudah sejak lama menjadi topik diskusi favorit beberapa kalangan. Adalah tak mengherankan jika pandemi Covid-19 pun dikaitkan dengan tanda-tanda akhir zaman. Bagi penulis, kiamat memang semakin dekat, mustahil kian jauh karena memang bumi yang kita tempati bersifat fana, ada usianya. Kiamat adalah salah satu kegaiban yang diciptakan oleh Allah Swt untuk diimani. Namun tak ada satu pun manusia yang tahu pasti kapan hari akhir itu akan datang, bahkan Nabi Muhammad Saw.
Baca juga Merekatkan Kembali Indonesia
Dalam hemat penulis, banyak hal lain yang lebih bermanfaat ketimbang terus-menerus menerka-nerka waktu hari akhir tiba. Terlebih dalam situasi krisis seperti sekarang. Sebagaimana hadis yang penulis kutip di atas, yang paling penting dilakukan sekarang adalah berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya, yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Baca juga Dampak Ekonomi Terorisme