16/05/2020

Mendengar Penuturan Pendamping Korban Bom Surabaya

Aliansi Indonesia Damai- Teror bom yang menerjang Surabaya, dua tahun silam diperingati secara daring oleh sebagian korban dan masyarakat. Salah satunya yang digelar idenera.com pada Rabu (13/05) malam bertajuk  “Refleksi Dua Tahun Peristiwa Bom Surabaya: Kita Cerita Hari Ini.” Salah seorang peserta mengucapkan dukacita mendalam kepada para korban dan mengajak masyarakat untuk menjadikan peringatan ini sebagai pembelajaran.

“Kalau kita mau merawat ingatan ini, kita harus berbicara dengan korban. Pengampunan korban, saya pikir menjadi pembelajaran kita semua,” kata Khanis Suvianita, salah seorang peserta yang berprofesi psikiater. Sesaat setelah peristiwa itu terjadi, Khanis melihat langsung apa yang dialami korban, bahkan turut mendatangi sejumlah rumah sakit untuk mendampingi mereka.

Baca juga Peristiwa Iman untuk Pemaafan

Menurut dia kebanyakan korban adalah orang-orang sudah berkeluarga. Akibat peristiwa itu mereka harus berpisah, bahkan sebagian harus kehilangan keluarganya. Dalam diri sebagian korban, ada perasaan bersalah.

“Mengapa anak tidak menjaga ibunya, atau sebaliknya mengapa ibu tidak mampu menjaga anak-anaknya. Mereka tak menanyakan pelaku. Yang ada perasaan bersalah karena tak mampu melindungi keluarganya,” ucap Khanis menceritakan hal-hal yang terjadi pada diri korban saat masa kritis.

Hebatnya, dalam keadaan terpuruk, sejumlah korban yang ia temui masih merasa bersyukur karena diberi kesempatan hidup. Mereka merasa beruntung sambil membandingkan kondisinya dengan korban lain yang lebih parah. Kekuatan iman menguatkan mereka untuk bersikap ikhlas, terus berdoa, dan memunculkan solidaritas sesama korban.

Baca juga Dua Tahun Bom Surabaya: Ikhlas Obat dari Segala Obat

Solidaritas itu menjadi salah satu faktor pendorong sejumlah korban bisa bangkit dan berdamai dengan keadaan. “Dalam keadaan sakit, mereka masih menanyakan bagaimana keadaan korban yang lain. Mereka tidak marah, justru yang marah adalah para tamu yang datang,” ujarnya.

Dalam hemat Khanis,  sikap tangguh korban layak menjadi inspirasi bagi masyarakat luas. “Kita belajar dari korban. Sikap yang otonom itu begitu kuat, bagaimana perasaan kehilangan, namun mereka memaafkan,” tambah Khanis.

Baca juga Memuliakan Rumah Ibadah

Dalam kesempatan yang sama, salah seorang peserta, Fatkhul Khoir, mengkritisi penanganan pemerintah terhadap para korban bom terorisme di Indonesia. Menurut dia, undang-undang dan turunannya belum cukup menjelaskan mekanisme penanganan korban secara komprehensif. Hal itu terbukti dalam peristiwa bom Surabaya, di mana bantuan mengalir di awal kejadian, namun seiring waktu korban dibiarkan mengurusi persoalan-persoalannya secara mandiri.

“Siapa yang mau menanggung korban ini kalau Negara tidak punya mekanisme jelas? Padahal Negara punya tanggung jawab,” ucap Fatkhul. [AH]

Baca juga Refleksi 2 Tahun ‘Peristiwa Iman’ 13 Mei 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *