17/05/2020

Meluaskan Jiwa Merangkul Luka

Biarkan musibah ini menjadi bagian dari risiko pekerjaan saya sebagai petugas keamanan. Laa haula wa laa quwwata illaa billah. Saya ikhlaskan saja.”

Aliansi Indonesia Damai- Sembari tersenyum, Budi Santoso melontarkan pernyataan tersebut. Budi mengaku telah berhasil melewati masa-masa pelik pergolakan batinnya usai menjadi korban peristiwa pengeboman di depan kantor Kedubes Australia tahun 2004 silam. Tentu tidak mudah bagi Budi untuk menerima, namun keluasan jiwanya mampu mengalahkan segala amarah dan kebencian terhadap pelaku pengeboman.

Baca juga Tafakur Menyembuhkan Lukanya

“Awalnya memang saya merasa kesal, dendam campur marah gitu, kenapa saya jadi korban ya. Yang saya tidak kuat itu, hati saya ini merasa sangat nelongso, kenapa kok saya yang jadi korban padahal yang ngebom itu saudara sesama muslim” ujarnya.

Budi memang tak pernah menyangka akan menjadi korban pengeboman. Di pagi yang nahas itu ia sedang menjalankan tugasnya sebagai petugas keamanan gedung Plaza 89 Jakarta. Sebagai petugas keamanan ia bertanggung jawab memastikan tempatnya bekerja dalam keadaan kondusif.

Baca juga Penyintas Bom Kuningan Berjuang Melawan Trauma

Pukul 10.30 pagi terjadi ledakan dahsyat yang bersumber dari mobil box di depan Kedutaan Besar Australia. Jaraknya sekitar 50 meter dari tempatnya bertugas.  “Saya merasa bumi seperti gelap semua, lalu disusul dengan angin yang sangat kencang. Dorongan angin ini membuat saya terlempar, lalu pingsan. Ketika sadar, saya sudah di rumah sakit,” katanya mengenang.

Dampak ledakan itu masih terus dirasakannya hingga sekarang. Gendang telinganya bocor. Tiap kali menghadapi cuaca dingin, telinganya terasa menebal. Trauma dan rasa takut juga sempat menghinggapi dirinya. Namun Budi terus memilih bangkit menyembuhkan luka batinnya.

Baca juga Sempat Diduga Pengebom, Keluarga Korban Bangkit dari Kesedihan

“Saya terus berusaha meneguhkan prinsip saya. Meskipun teroris itu seagama dengan saya, tapi saya berprinsip ini adalah perihal keyakinan masing-masing. Segala sesuatu akan dipertanggungjawabkan di sana (akhirat: red). Jadi saya ikhlaskan saja,” tuturnya.

Prinsip itu berhasil membuat Budi mampu memaafkan. Ia terus bertawakal untuk menghilangkan dendam.  “Saya memilih maafkan, karena sesakit apa pun Allah mengajarkan kita untuk saling memaafkan,” lanjutnya.

Baca juga Kesetiaan Istri Korban Bom

Bukan hanya itu, Budi merasa bahwa tak seharusnya teroris dimusuhi. Dengan hati yang lapang, Budi justru berharap agar tidak hanya korban yang menjadi perhatian, namun juga pelaku. “Antara korban dan pelaku harus sama-sama diperhatikan. Jangan dimusuhi. Keluarga mereka juga adalah korban. Ayo, sama-sama kita rangkul,” ujarnya.

Budi mengaku peristiwa pilu yang dialaminya akan terus terkenang sepanjang hidupnya. Namun budi tidak ingin hanya kenangan pahit yang akan hidup. Ia ingin semangat perdamaian juga tetap hidup. Kini Budi sudah bisa berdiri tegak untuk membagikan kisahnya dan terlibat dalam kampanye perdamaian yang digelar oleh AIDA.

Baca juga Korban Bom Kuningan: Pulih berkat Keluarga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *