10/09/2020

Benih Kedamaian dari Kasih Sayang Keluarga

Aliansi Indonesia Damai – “Saya terkena bom, saya berlari ke arah tempat saya tinggal. Tapi kakak saya tidak terlihat. Apa dia masih hidup? Saya merasa bersalah karena tidak memedulikan perkataannya.” Muhammad Nurman Permana menuturkannya sembari menyeka air mata.

Permana, demikian sapaan akrabnya, menceritakan kisah dukanya terkena ledakan bom di kawasan Thamrin Jakarta, tahun 2016 silam. Tak hanya dia, kakaknya juga terkena ledakan saat bersamanya menyeberangi jalan MH. Thamrin. Mereka berdua selamat, namun mengalami luka parah dan membutuhkan waktu cukup lama untuk mengobati luka fisik dan trauma psikis yang dialami.

Baca juga Menepis Amarah Membangun Damai

Dua hari sebelum kejadian, Permana mengunjungi  orang tuanya di Bogor. Ia pun mengajak kakak angkatnya. Keduanya tak lama di Bogor, karena harus kembali ke Jakarta untuk bekerja. Sesampainya di Jakarta, mereka berdua langsung ke gerai penyedia layanan seluler di Plaza Sarinah. Kakaknya menuruti, meski sempat mengingatkan adiknya untuk tidak harus hari itu juga.

Setelah urusannya selesai, Permana dan kakaknya memikirkan hal aneh. “Kok Jakarta tidak terdengar berita terorisme lagi ya?” ucap Permana mengingat perkataannya kala itu. Tak lama setelahnya, ledakan cukup besar mengguncang salah satu restoran di Jalan Thamrin.

Baca juga Karena Dendam Tak Boleh Diwariskan

Mulanya kakak Permana mengira ledakan itu berasal dari tabung gas di dapur restoran. Namun Permana berpandangan berbeda. Ia yakin ledakan itu adalah serangan bom. Mereka pun tak menghiraukan dan terus menyeberangi jalan melewati pos polisi. Di samping pos polisi itu, Permana mendengar seorang polisi mengabari rekan-rekannya melalui radio bahwa telah terjadi ledakan bom.

Beberapa detik berselang, ledakan kedua terjadi tak jauh dari posisi mereka berada. Keduanya sempat terpisah karena berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Permana mencoba mencari kakaknya. Ia merasa bersalah lantaran dirinya yang mengajak kakanya untuk mengurus kartu telepon selulernya. “Saya percaya kakak masih hidup,” ujar Permana.

Baca juga Bangkit untuk Membangkitkan

Ia terus mencari sang kakak sampai lupa bahwa dirinya terluka akibat serpihan bom. Ia berusaha menelpon kakaknya namun telepon genggamnya telah berlumuran darah dan sebagian daging tangannya menempel. “Saya berusaha menelepon tapi tidak diangkat. Saya berpikir kakak saya kuat,” ujarnya untuk menguatkan hatinya saat itu.

Beberapa waktu kemudian, kakak Permana tiba-tiba muncul, tapi tatapannya kosong dan tidak bisa mendengar dengan jelas. Ia langsung mengajak Permana untuk pulang, tapi ternyata luka Permana bertambah parah. Dalam keadaan genting, tidak ada seorang pun yang menolong keduanya. Banyak orang justru sibuk merekam dan memotret mereka berdua.

Baca juga Menyembuhkan Luka Batin Anak Korban Bom

Beruntung seseorang menolong keduanya dengan mobil bajaj menuju ke Puskesmas. Oleh Puskesmas, keduanya dirujuk ke Rumah Sakit Angkatan Darat untuk mendapatkan perawatan intensif kurang lebih 30 hari. “Tangan saya kemasukan serpihan bom, seperti mur atau baut, kuping saya pun sangat sakit,” ucap Permana menjelaskan kondisinya setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter.

Sebulan setelah itu, ia merasa bersalah kepada kakaknya, karena tidak mendengarkan nasehatnya. Selain itu, Permana mengaku mengalami trauma cukup lama. Hingga  dua tahun setelah kejadian, ia masih takut dengan suara ledakan dan mendekati lokasi kejadian. “Saya takut melewati lokasi kejadian. Saya takut dengan orang berjenggot, berjubah, dan membawa tas besar,” ujar Permana mengingat pelaku pengeboman yang menggunakan tas ransel.

Baca juga Menjadi Pribadi Bermanfaat

Permana harus menerima kenyataan bahwa dirinya bukanlah Permana yang normal seperti sedia kala. Namun di tengah keterbatasan itu, ia mengaku ikhlas karena menaruh dendam tidak akan mengubah apa-apa.

Ia bangkit dan kembali menapaki hidup berkat dukungan dan cinta kasih dari keluarga. Dari cinta keluarga itulah ia merasakan kedamaian. Kasih sayang dan cinta keluarga adalah cara paling sederhana untuk merasakan perdamaian yang hakiki.

“Hormatilah orang tua kalian supaya timbul cinta. Maafkanlah kesalahan yang pernah orang lain lakukan kepada kita,” Permana berpesan kepada para pelajar SMAN 1 Weleri, Kendal, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.

Baca juga Sosok Kecil Bermental Besar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *