03/07/2021

Memaafkan untuk Penyembuhan Diri

Aliansi Indonesia Damai- Desmonda Paramartha mengalami luka di sekujur tubuhnya akibat pengeboman yang terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela (GSMTB) Surabaya, 13 Mei 2018. Sebelumnya tak ada firasat apa pun hingga ia mengalami peristiwa yang nyaris mustahil terlupakan sepanjang hayatnya.

Pagi itu Desmonda datang seperti biasa ke GSMTB untuk mengikuti Misa. Kegiatan ibadat belum berlangsung saat dua orang pengendara sepeda motor nyelonong ke pelataran parkir. Tak lama berselang, bom meledak. Titik ledakan dengan posisi Desmonda cukup dekat, sekira 3 meter. Desmonda merasa bersyukur bahwa luka fisik yang dialaminya tidak berdampak besar, “Puji Tuhan, saya tidak terlalu mengalami luka yang parah,” ujarnya dalam salah satu kegiatan AIDA.

Baca juga Penderitaan Ganda Korban Terorisme

Dari hasil pemeriksaan medis, ada tiga titik luka, yaitu di leher, paha, dan betis kanan. Awalnya luka di leher tidak diketahui. Namun setelah dilakukan rontgen, ada serpihan bom yang menancap di lehernya. Selama lima hari Desmonda menjalani rawat inap di rumah sakit sambil terus memantau pemberitaan pengeboman di beberapa lokasi di Kota Pahlawan melalui layar televisi. “Saat melihat berita itu, diri saya sudah menerima dengan lapang dada. Keluarga menganggap saya ini pulih dengan cepat tanpa adanya trauma yang mendalam,” katanya.

Desmonda mengaku, dalam proses pemulihan selama tiga bulan setelah kejadian sempat terbersit amarah. Namun ia terus berupaya menetralisasinya dengan pikiran positif bahwa musibah itu memang harus dijalaninya. Lebih jauh ia malah berusaha memaafkan pelaku. “Karena jika saya tidak memaafkan pelaku, maka mereka akan merasa senang karena tujuan mereka telah tercapai,” katanya.

Baca juga Refleksi 2 Tahun ‘Peristiwa Iman’ 13 Mei 2018

Desmonda tidak butuh lama untuk bangkit dari rasa trauma hingga ia mampu untuk berdamai dengan diri sendiri sembari memaafkan para pelaku yang telah tewas. Sepekan usai peristiwa, ia mengikuti Misa di GSMTB dan mendapatkan pertanyaan dari jemaat lain, bagaimana ia bisa bangkit dari trauma. “Saya tidak ada trauma. Bahkan pada saat di rumah sakit saya masih memikirkan bagaimana keadaan gereja. Masih sakit saja, saya masih menanyakan keadaan Gereja,” tuturnya mengenang.

Kini kondisi fisiknya telah pulih nyaris seperti sediakala. Kendati ada sedikit gangguan pendengaran, namun tidak terlalu ia persoalkan. Desmonda aktif menyuarakan pentingnya menjaga perdamaian dan menjunjung tinggi toleransi beragama. Dalam hematnya, setiap agama pasti mengajarkan kasih sayang kepada sesama.

Baca juga Dua Tahun Bom Surabaya: Ikhlas Obat dari Segala Obat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *