Dialog Jurnalis Sumatera dengan Korban Bom Kuningan
Aliansi Indonesia Damai- “Apa saja yang Mbak Navira lakukan dalam 10 tahun masa healing trauma hingga bisa hidup normal kembali, dan ikhlas dengan apa yang Mbak Navira telah alami?” Pertanyaan tersebut diungkapkan oleh seorang peserta Short Course daring Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Isu Terorisme bagi Insan Media, yang digelar AIDA selama tiga hari, akhir Juli lalu.
Pertanyaan itu muncul setelah Navira Hasna Novel, korban Bom Kuningan 2004, yang menjadi salah satu narasumber kegiatan, secara lancar menuturkan pengalaman tragis yang sempat membuatnya terpuruk dalam ketakutan bertahun-tahun.
Baca juga Dialog Eks Napiter dengan Jurnalis Sumatera
Menanggapi hal itu , Navira menerangkan bahwa kebangkitannya tak lepas dari support keluarga terhadap dirinya untuk selalu menyibukkan diri dengan aktivitas-aktivitas positif.
“Dengan kembali aktif kuliah, sering bertemu dengan dengan teman-teman, dan juga menyibukkan diri dengan aktif mengikuti beberapa organisasi kampus membuat saya gak mengingat kembali peristiwa bom,” ucapnya.
Baca juga Liputan Media Mesti Berperspektif Korban
Meskipun mengaku cukup kuat dan ikhlas menerima peristiwa pahit yang membuat kepala dan beberapa bagian tubuhnya mendapatkan sekitar 20 jahitan, namun trauma belum dapat sembuh total. Usai musibah itu, setiap kali ia berangkat kuliah ke kampusnya di STMIK Perbanas, ia selalu menghindari Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan, lokasi di mana peristiwa Bom Kuningan terjadi. Hingga kini pun ia mengaku masih sangat shock saat mendengar suara yang keras, serta kecemasan berlebihan ketika melihat mobil box.
Hal lain yang mendukung healing trauma-nya adalah dengan menyadari bahwa semua yang terjadi pada dirinya adalah ujian. Segala yang terjadi dalam hidup pasti akan selalu ada hikmahnya.
Baca juga Bangkit Demi Masa Depan dan Keluarga
“Keluarga saya mindset-nya kurang lebih sama seperti saya, ikhlas dengan musibah ini. Dengan melihat apa yang saya lakukan, melihat saya masih punya semangat, masih bisa beraktivitas seperti biasanya, itu sangat disyukuri oleh keluarga,” ucapnya.
Salah seorang peserta lain menanyakan, apakah ada dendam di hati Navira terhadap para pelaku aksi Bom Kuningan? Tanpa ragu Navira menegaskan, sama sekali dirinya tidak menaruh rasa dendam terhadap pelaku. Baginya para pelaku adalah “alat” yang telah dicuci otaknya.
Baca juga Menumbuhkan Perspektif Korban pada Jurnalis Sulawesi
“Saya hanya berpikir semua ini sudah takdir. Dan yang saya pikirkan pada waktu itu, pelaku-pelaku bom ini tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan. Kalaupun mereka sadar, pasti akan berpikir panjang untuk bisa melakukan keputusan besar dalam hidup, mengakhiri diri dengan cara seperti itu,” katanya.
Lebih jauh merespons pertanyaan peserta lain tentang harapannya kepada pemerintah, Navira menyatakan, sangat besar harapannya agar pemerintah fokus menangkap otak utama di balik aksi terorisme. Agar tidak ada lagi orang-orang yang tercuci otaknya sehingga dapat melakukan aksi keji yang merugikan diri sendiri dan orang lain. “Semoga tidak lagi terjadi kasus-kasus yang sama di kemudian hari,” katanya memungkasi. [SWD]
Baca juga Meneguhkan Jurnalisme Damai dari Celebes