08/08/2021

Membangun Persaudaraan

Teknologi informasi memudahkan  setiap pengguna gawai untuk mengakses berbagai jenis konten media sosial. Message (pesan) yang disampaikan harus mengandung unsur yang menyenangkan. Terlebih generasi milenial cenderung dikenal dengan generasi digital native. Oleh karenanya penting untuk mengedepankan berbagai hal yang membangun kesadaran akan kedamaian, bukan dengan konten-konten yang mengandung unsur kekerasan.

Sejatinya, manusialah yang memengaruhi konten media sosial, bukan sebaliknya. Namun demikian, tidak sedikit informasi dan provokasi kekerasan dengan menggunakan alat teknologi dan media sosial.

Baca juga Beragama yang Bermaslahat

Anjuran untuk membangun perdamaian (silmiyah) juga berarti membangun kepada perubahan yang lebih baik (ishlah). Ayat al-Quran yang menegaskan tentang pentingnya ishlah adalah:

إنَّما المُؤْمِنُونَ إخْوَةٌ فَأصْلِحُوا بَيْنَ أخَوَيْكم واتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكم تُرْحَمُونَ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman itu seperti saudara, maka damaikanlah di antara saudara-saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu menjadi orang yang dirahmati (QS. Al-Hujurat: 10).

Ayat ini menerangkan bahwa sesama orang beriman itu bagaikan saudara. Ayat ini juga memerintahkan, jika ada konflik dan pertentangan antarsaudara maka harus didamaikan agar tidak ada permusuhan. Mengutip penafsiran para ulama, kata ikhwah di ayat tersebut mengharuskan rasa persaudaraan yang kuat sebagai sebuah ikatan yang menghubungkan satu sama lainnya sebagaimana hubungan darah.

Baca juga Belajar dari Mantan Ekstremis

Menurut al-Sa’di dalam tafsirnya, jika terjadi saling memusuhi antara dua kelompok, maka jadilah juru damai di antara keduanya. Al-Sa’di mengutip hadis Nabi Muhammad Saw, “Kunu ibadallahi ikhwanan, al-mu’minu akhul mu’min, la yuzhlimuhu wa la yakhdziluhu wa la yuhqiruhu (Jadilah hamba Tuhan yang bersikap seperti saudara. Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, tidaklah ia menzaliminya dan tidak menghardiknya dan tidak mencelanya).”

Senada dengan hal tersebut, Muhammad Tahir ibnu Asyur, penulis kitab al-Tahrir wa al-Tanwir mengatakan bahwa menegakkan ishlah di antara orang beriman ketika terjadi permasalahan yang meruncing di antara mereka adalah kewajiban. Dan harus didamaikan jika terjadi perselisihan.

Baca juga Konsep Pertobatan Mantan Ekstremis

Lebih jauh, Ibnu Asyur menjelaskan, ayat ini berkaitan dengan terbangunnya persaudaraan (ikha’) antara orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah. Hijrah yang diartikan secara lahiriah akan menciptakan perdamaian. Secara maknawi, hijrah juga bisa diartikan perubahan dari pemahaman yang gemar membolehkan kekerasan beralih kepada perdamaian dan ajaran yang penuh kasih sayang.

Di antara sikap untuk membangun perdamaian itu adalah dengan berlaku adil kepada kelompok yang tidak disukai. Sebagaimana firman Allah:

 وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mahamengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al-Maidah:8).

Baca juga Seni Mengelola Dendam

Agama menekankan kepada perdamaian dan berlaku adil kepada kelompok yang berbeda. Sikap adil kepada kelompok yang berbeda dicontohkan oleh para penyintas korban terorisme dan mantan pelaku yang telah bertobat. Dengan berlaku adil, para penyintas tidak menghakimi masa lalu para mantan pelaku yang telah insaf dari pemahaman kekerasan.

Sementara mantan pelaku ekstremisme dulu meyakini bahwa pemahaman keagamaan mereka dahulu yang paling benar. Konsekuensi dari pemahaman tersebut, orang yang berada di luar kelompoknya dianggap sesat dan kafir bahkan dihalalkan darah dan hartanya. Namun seiring perjalanan waktu, mereka mengubah pandangannya.

Baca juga Kesabaran dan Pemaafan

Salah satu upaya membangun perdamaian juga ditunjukkan oleh permintaan maaf mantan pelaku ekstremisme kepada para korbannya, sekalipun mereka tidak terlibat langsung. Dengan keterbukaan hati para penyintas terorisme, kita belajar tentang perdamaian.

Dengan meminta maaf, seseorang tidak akan kehilangan harga dirinya di hadapan orang yang dimintai maaf. Sedangkan orang yang memberikan maaf atas kesalahan orang lain sejatinya mengajarkan agar orang tidak melakukan kesalahan yang sama.

Baca juga Menjaga Akhlak di Medsos

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *