Mengasihi Diri bukan Mengasihani Diri (Bagian 3)
Aliansi Indonesia Damai- Para ahli telah menunjukkan bahwa implementasi mengasihi diri atau self-compassion cenderung membawa dampak positif. Seseorang bisa menjadi lebih arif dan bijaksana melihat permasalahan yang datang padanya, sekaligus juga membuat seseorang memiliki kemampuan mengelola masalah saat stres datang.
Temuan para ahli di atas secara tidak langsung menyatakan bahwa mengasihi merupakan wujud dari penanaman karakter tangguh dalam diri. Lantas bagaimana menumbuhkan self-compassion pada diri seseorang? Profesor University of Texas bernama Kristin Neff menjelaskan, ada tiga elemen yang harus ditumbuhkan dalam diri seseorang untuk mampu mengasihi dirinya.
Baca juga Mengasihi Diri bukan Mengasihani Diri (Bagian 1)
Pertama, self-kindness. Hal ini merupakan sikap untuk tidak mengkritik atau menghakimi diri ketika mengalami masalah. Sebaliknya kita lebih memilih untuk tetap memerlakukan diri dengan baik dan menghargai diri. Ketika melatih self-kindness, perlu menyadari bahwa tidak ada satu pun manusia terlahir dengan kesempurnaan. Semua manusia juga menjalani kehidupan yang juga tidak sempurna. Kalau melakukan kesalahan, tetaplah menyadari bahwa masih ada kesempatan untuk tidak mengulangi lagi dan melakukan perilaku baik terhadap diri sendiri.
Self-kindness menuntut kita perlu belajar untuk mengubah reaksi dan tanggapan akan kegagalan atau kesalahan, seperti mengganti pemikiran self-blame, “seharusnya ini semua tidak terjadi jika aku…” menjadi “ini adalah konsekuensi dari kesalahanku, tapi ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari.”
Baca juga Mengasihi Diri bukan Mengasihani Diri (Bagian 2)
Mengubah pola rasa dari mengasihani diri ke mengasihi diri akan berdampak pada penerimaan secara utuh dan lapang dada bahwa semua orang pasti mengalami kesalahan, kegagalan, dan masalah, namun selalu memiliki kesempatan akan bangkit kembali setelahnya.
Kedua, common humanity. Ini adalah kesadaran seseorang dalam memandang kesulitan, kegagalan, dan tantangan sebagai bagian dari hidup. Semuanya merupakan sesuatu yang dialami oleh semua orang, bukan hanya dialami dirinya. Common humanity membawa kita pada sikap melihat peristiwa yang dialami secara terbuka, dan menganggapnya sebagai bagian dari pengalaman manusia. Terutama saat kita merasa ditimpa masalah yang sangat berat sehingga membuat kita terpuruk. Common humanity dalam proses mengasihi diri membawa seseorang memandang bahwa setiap masalah yang dialami merupakan bagian dari dinamika kehidupan.
Perjuangan pada masa-masa sulit atau kegagalan dalam hidup bukan mengakibatkan keterpurukan, namun menimbulkan kesadaran bahwa bukan hanya diri kita sendiri yang mengalami kesakitan dan kegagalan. Penting dalam hal ini untuk memahami bahwa setiap manusia pasti mengalami kesulitan dan masalah dalam hidupnya.
Baca juga Menguatkan Anak Korban Terorisme
Ketiga, mindfulness. Elemen terakhir dari mengasihi diri ini yaitu menyadari pikiran dan perasaan menyakitkan dengan tidak merespons secara berlebihan. Saat menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan, hadapilah dengan tidak melebih-lebihkan apa yang dirasakan dan tidak terfokus pada perasaan menyakitkan yang dialami. Kita menerima dan berusaha untuk memahami apa yang dirasakan tanpa penolakan.
Apabila kita mindfulness berarti kita juga harus sadar dan siap atau bersedia menghadapi rasa sakit atau ketidakberuntungan tersebut. Walaupun hal ini bertentangan dengan kecenderungan manusia yang menghindari hal-hal menyakitkan, tetapi menyadari keberadaan bahwa rasa sakit secara utuh dan lapang dada dapat memengaruhi pikiran dan tindakan kita dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi.
Baca juga Awalnya Canggung Berakhir Canda
Membiasakan diri mindfulness dengan peristiwa yang menyakitkan membawa kita menerima dan menghadapi risiko dari masalah yang dihadapi tanpa harus menghakimi diri sendiri, hingga bahkan melabeli diri sendiri dengan kata-kata yang merendahkan seperti pecundang, orang yang selalu gagal, dan lain sebagainya.
Karena itu, jika mindfulness berhasil diterapkan dengan baik, kita bisa mengenali atau mengetahui apa saja pada diri yang perlu menjadi kunci kebangkitan agar mampu memperbaiki dan mengembangkan nilai kebaikan, tanpa perlu harus menjadi sempurna karena kesalahan adalah hal manusiawi.
Baca juga Ibroh dari Dialog Korban dan Pelaku Terorisme
Akhiran, mungkin tidak mudah menerima hal kurang mengenakkan dalam hidup kita. Namun dihindari bagaimana pun jika memang ditakdirkan untuk mengalami, akan tetap terjadi juga. Kita hanya perlu menyiapkan rasa kasih sayang, bukan hanya kepada sesama, namun juga kepada diri kita. Karena kebangkitan dari masalah, musibah, dan kegagalan selalu dimulai dari kesadaran merasa berharga pada diri sendiri, bukan dari rasa iba.