Dulu di Jalan Kekerasan, Kini Berdakwah di Jalan Perdamaian
Bahrudin alias Amir bertahun-tahun bergelut dalam dunia ekstremisme dan kekerasan. Bahkan, ia sudah terpapar ideologi kekerasan saat masih duduk di bangku SMP. Ia pun lahir dan tumbuh di lingkungan yang mengajarkan paham kekerasan.
“Waktu itu saya masih Kelas 1 SMP, di doktrin Pancasila itu syirik, NKRI itu negara kafir. Saya juga diperlihatkan video-video konflik horizontal di Poso dan Ambon, sembari dikipasi untuk membenci non-muslim yang dianggap sebagai dalang konflik tersebut, ” kenang Amir.
Dalam dunia ekstremisme, Amir pernah bertemu dan berinteraksi secara langsung dengan Abu Bakar Ba’asyir dan Aman Abdurrahman, dua tokoh yang populer di kalangan jaringan kelompok ekstrem. Ketika berinteraksi dengan dua tokoh tersebut semangat ideologi kekerasannya semakin meningkat.
Baca juga Dari Terdoktrin hingga Mendoktrin
“Saat pendidikan di Jakarta, saya bertemu ustaz Aman Abdurrahman dan mengikuti pengajian, diskusi dan bedah bukunya. Bedah buku yang paling saya ingat waktu itu adalah soal Agama Demokrasi. Demokrasi adalah ‘agama’ yang bertentangan dengan Islam. Siapa yang masuk demokrasi, berarti dia seakan-akan telah pindah agama,” tuturnya.
Kala itu, kata Amir, ghiroh keislamannya semakin meningkat apalagi usianya juga masih muda. Menurutnya, perjuangan Islam tidak main-main, bila perlu harus mengorbankan harta dan jiwa.
Amir pernah bergabung dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso. Di kelompok ini, Amir berkesempatan untuk mengimplementasikan ideologi yang dipelajarinya. Ia pun berkesempatan mengikuti serangkaian pelatihan militer, mulai dari belajar taktik berperang hingga tata cara mengoperasikan senjata.
Baca juga “Membaca” Mengubah Mantan Pelaku ke Jalan Perdamaian
“Saya pernah diperintahkan Santoso untuk mengajar dan membina ikhwan-ikhwan lainnya ketimbang ikut berperang. Saya dapat tugas baru sebagai ‘juru dakwah’ MIT kepada masyarakat Poso,” ujar Amir.
Bermodalkan Ahkamud Dima’ buku manual hukum Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Amir aktif merekrut orang-orang baru. Ia menebarkan kebencian terhadap hukum negara dan sistem politik Indonesia, serta menyampaikan bahwa sistem/hukum Islam adalah satu-satunya solusi.
Perjalanan dan sepak terjang Amir dalam dunia ekstremisme sempat terendus aparat kepolisian. Ia pun pernah ditangkap dua kali dan menjalani hukuman penjara di Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah.
Baca juga Tantangan Kembali ke Jalan Perdamaian
Titik balik perubahan Amir dari jalan kekerasan menuju perdamaian terjadi saat menjalani hukuman di Nusakambangan. Ia bertemu dengan Iskandar, pria asal Bima yang juga narapidana kasus terorisme yang sudah bertobat dan kembali ke jalan perdamaian. Amir sering berdiskusi dengan Iskandar terkait buku-buku yang dijadikan landasan ideologis kelompok ekstrem, salah satunya karya Ibnu Taimiyyah.
Amir menyadari bahwa metode belajar yang dialaminya dahulu hanya satu arah dengan sumber rujukan terbatas tanpa ada kesempatan dialogis dan sumber rujukan pembanding. Ia dan teman-temannya tidak melihat perspektif dari kelompok lain dan kebenarannya hanya datang dari kelompok mereka.
Perjalanan Amir untuk meninggalkan jalan kekerasan semakin menguat saat bertemu korban terorisme di dalam penjara. Pertemuan dengan korban telah mengetuk relung hatinya. Ia tak menyangka aksi terorisme yang dilakukan kelompok teroris memberikan dampak fisik dan mental yang mendalam bagi korban. Sejak saat itu, Amir pun mulai merevisi pemikirannya.
Baca juga Ali Fauzi; dari Lingkar Kekerasan ke Lingkar Perdamaian
“Saya mendengarkan kisah hidup korban dan apa yang mereka alami, kemudian saya gabungkan dengan apa yang telah saya baca tentang buku-buku tadi. Saya langsung berpikir, dampak mudah mengkafirkan orang ternyata sangat dahsyat. Saya sempat menangis saat itu. Saya mendengarkan cerita pahit korban akibat ulah segelintir (dari) kami,” kenang Amir.
Setelah kembali ke jalan perdamaian, kini Amir aktif mengajak teman-temannya untuk mengikuti langkahnya meniti jalan perdamaian. Apalagi Amir merasa ikut bertanggung jawab dalam mengubah pemikiran banyak orang di kampung halamannya. Amir juga turut menyebarkan pesan perdamaian kepada publik.
Baca juga Sepekan Bersama Eks Napiter