24/06/2024

Nasib Perdamaian di Gaza

Konflik Israel-Palestina sudah berlangsung selama delapan bulan dan telah menelan korban jiwa lebih dari 36.000 orang dan 86.000 lainnya luka-luka. Masyarakat dunia pun terbelah dalam menyikapi konflik kedua negara tersebut. Sekelompok orang di negara-negara Barat yang dulu menjadi sekutu tradisional Israel kini mulai beralih memberikan dukungan ke Palestina. Sebaliknya, negara-negara yang dulu merupakan aliansi tradisional Palestina kini justru lebih condong ke Israel.

Aksi militer Israel sudah berada di luar batas kemanusiaan. Mereka tak hanya menyerang kantong-kantong militer Hamas tapi juga menyasar warga sipil yang tak berdosa. Bagi warga sipil, luas Jalur Gaza yang hanya 360 km2, apabila dikepung dari darat, laut, dan udara apalagi tak punya bunker untuk berlindung, dampak serangan hampir pasti mematikan. Setiap hari warga sipil Gaza bak merasakan neraka. Rentetan pembantaian terhadap warga sipil Gaza sangat menyayat hati kita.

Baca juga Mensyukuri Hari Kemenangan, Memperkuat Solidaritas

Apa yang terjadi di Gaza sudah termasuk krisis kemanusiaan. Militer Israel telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis mulai dari pengusiran paksa, blokade bantuan kemanusiaan, serangan ke camp pengungsi hingga genosida. Bahkan, kita melihat aksi tak beradab militer Israel yang menargetkan serangan ke rumah sakit dan sekolah PBB yang menjadi tempat evakuasi warga sipil yang menjadi korban. Israel menuduh tempat-tempat tersebut sebagai sarang Hamas walaupun tidak ada bukti yang kuat.

Desakan untuk melakukan gencatan senjata sebenarnya sudah muncul sejak awal perang berkecamuk. Pada 18 Oktober 2023, Dewan Keamanan PBB mengusulkan jeda kemanusiaan untuk menyalurkan bantuan ke Gaza. Lalu, pada 8 Desember 2023 dan 20 Februari 2024, Dewan Keamanan PBB kembali mendesak Israel dan Hamas untuk melakukan gencatan senjata. Namun, semua resolusi Dewan Keamanan PBB tersebut di-veto oleh Amerika Serikat sehingga tak pernah terwujud gencatan senjata. Sementara itu, dunia termasuk negara-negara Arab yang memiliki kedekatan identitas dengan Gaza hanya bisa diam melihat pembantaian di Gaza terus berlanjut.

Baca juga Menguatkan Semangat Damai Pelajar Melalui Sanlat

Konflik Israel-Palestina belum ada tanda akan berhenti karena para pihak yang aktif terlibat seperti buta akan krisis kemanusiaan yang terjadi. Pejabat eksekutif Amerika Serikat setengah hati mendesak Israel untuk menghentikan serangannya, di mana sebenarnya mereka tahu bahwa tindakan Israel telah melampaui batas. International Criminal Court (ICC) pun telah menetapkan Israel sebagai pelaku genosida, namun Presiden Amerika, Joe Biden, justru membantah dakwaan tersebut. Bahkan, pejabat legislatif Amerika Serikat bertindak lebih jauh dengan terus mendorong percepatan bantuan militer ke Israel.

Dewan Keamanan PBB telah meloloskan resolusi gencatan senjata di Gaza melalui tiga fase pada Juni ini. Pertama, Israel dan Hamas harus segera melakukan gencatan senjata, membebaskan sejumlah sandera, dan Israel mulai menarik diri dari daerah berpenduduk. Kedua, Israel dan Hamas harus segera mendiskusikan rencana gencatan senjata permanen, dengan jaminan pembebasan sandera yang tersisa dan penarikan pasukan Israel seluruhnya. Lalu fase ketiga, Gaza akan direkonstruksi secara besar-besaran dalam beberapa tahun ke depan.

Baca juga Perdamaian Melalui Senyuman

Namun, Israel keberatan dengan fase kedua. Israel menolak gencatan senjata permanen. Mereka hanya akan berhenti berperang jika Hamas telah hancur sepenuhnya. Sebuah rencana yang tidak akan mungkin terwujud, mengingat Hamas tidak mudah dikalahkan begitu saja. Bahkan pasukan Hamas dapat dengan mudahnya kembali muncul di lokasi-lokasi yang diklaim Israel sudah ‘dibersihkan’ dari Hamas.

Di sisi lain, Hamas tidak serta merta mau menerima proposal gencatan senjata, meskipun sempat menyambut baik. Melalui perwakilannya, Hamas menginginkan gencatan senjata permanen. Hamas curiga Israel tidak berniat menuju ke arah sana sehingga gencatan senjata pun hanya akan menjadi sia-sia. Kesepakatan yang alot akan membuat upaya pembangunan perdamaian menjadi semakin jauh panggang dari api. Konflik akan terus berlanjut dan akan lebih banyak lagi orang yang menjadi korban. Pengorbanan warga sipil sungguh tidak sepadan dengan kepentingan politik pihak yang bertikai.

Baca juga Ramadan Bulan Kedamaian

Menariknya, konflik Israel dengan Hamas memantik perhatian dan kepedulian masyarakat internasional. Di negara-negara Barat yang terkenal sebagai sekutu tradisional Israel, mulai bermunculan gerakan-gerakan yang mendukung Palestina secara masif, mulai dari demonstrasi hingga boikot. Krisis kemanusiaan di Gaza sungguh telah melampaui batas kenegaraan, menyentuh siapa pun yang masih memiliki hati nurani. Krisis Gaza adalah bencana bagi kemanusiaan.

Baca juga Perdamaian Hanya Akan Tercipta Lewat Keadilan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *