13/05/2020

Dua Tahun Bom Surabaya: Ikhlas Obat dari Segala Obat

Aliansi Indonesia Damai- Tepat dua tahun silam, Surabaya diguncang rentetan teror bom. Minggu pagi 13 Mei 2019, tiga gereja di Surabaya diserang oleh enam orang pelaku secara beriringan. Pada malam harinya, bom rakitan meledak di rumah susun Wonocolo Sidoarjo. Sehari setelahnya, giliran Markas Polrestabes yang menjadi target serangan.

Lima belas orang tak bersalah menjadi korban jiwa akibat serangan ini, puluhan orang lainnya mengalami cedera. Semua korban yang meninggal dunia diakibatkan teror yang menyasar gereja. Di antara korban yang meninggal adalah Vincentius Evan Hudojo atau Evan (11) dan Nathanael Ethan Hudojo atau Nathan (8). Keduanya buah cinta semata wayang pasangan Erry Hudojo dan Wenny Angelina.

Baca juga Berdamai dengan Kekhawatiran

Saat kejadian, Wenny Angelina bersama keponakan dan kedua putranya diantar ke Gereja Santa Maria Tak Bercela (GSMTB). Saat hendak masuk ke area gedung, terlihat sepeda motor menerobos kencang masuk ke pelataran parkir. Beberapa detik setelahnya terdengar suara ledakan sangat keras. Ia  terpental dan terpisah dari anak-anaknya. Nyawa dua anaknya tak terselamatkan, sementara keponakannya mengalami cedera berat.

Bagi Wenny, kehilangan Evan dan Nathan adalah hal terberat dalam hidup yang meninggalkan luka menganga dalam dirinya. Menjelang pemakaman keduanya kala itu, Wenny menyampaikan maaf di depan jasad mereka. “Mama minta maaf karena tidak bisa jagain kalian pada waktu kejadian. Kalian harus ke surga, jangan lihat Mama dan Papa di sini,” tutur Wenny mengenang ucapannya dua tahun silam dalam kegiatan AIDA beberapa waktu lalu.

Baca juga Wenny Angelina Tegar Walau Bom Telah Renggut 2 Anaknya

Meski sangat perih, Wenny memilih mengikhlaskan kepergian dua buah hatinya itu supaya jalan mereka ke surga terbentang lebar. Baginya ikhlas adalah obat dari segala obat. Karena keikhlasan, tak butuh waktu lama bagi perempuan 40 tahun ini untuk memaafkan para pelaku pengeboman. Beberapa hari setelah musibah ia mengaku telah memaafkan. “Mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat, mereka punya hukuman sendiri dari Tuhan,” ujarnya.

Belajar dari tragedi kemanusiaan di Kota Pahlawan yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku, Wenny berharap agar setiap keluarga menanamkan kasih sayang, meluangkan waktu untuk memberikan pendidikan moral, serta membekali anak-anak mereka dengan pengetahuan yang baik.

Baca juga Mengajak Korban Lain Memaafkan

Selain keluarga, Wenny menyatakan Negara mesti lebih sigap menghadapi kejahatan-kejahatan luar biasa. Karena tanggung jawab Negara adalah melindungi rakyatnya. “Kita bersama-sama gotong royong untuk membangun Negara yang damai penuh kasih sayang tanpa membedakan agama dan ras,” tambah Wenny dalam perbincangan melalui sambungan telepon.

Cerita keikhlasan juga datang dari Desmonda Paramartha. Gadis yang kini berusia 21 tahun ini masih ingat betul aksi pengeboman. “Saya lihat ada sepeda motor berkecepatan cukup tinggi nyelonong masuk ke halaman gereja. Pengendaranya dua orang laki-laki berpakaian serba hitam, mengenakan helm full face, serta membawa kardus di bagian tengah. Tak lama setelah itu ledakan terjadi,” ujarnya mengenang.

Baca juga Silahturahmi Penyintas, Mengenang 2 Tahun Bom Kampung Melayu

Peristiwa tersebut menorehkan luka yang tak terlupakan baginya. Namun ia memilih untuk  berdamai dengan keadaan dengan memaafkan pelaku. “Kalau saya tidak memaafkan, para pelaku akan merasa senang. Mereka berhasil membuat saya merasa tersakiti dan mendendam,” tuturnya.

Bagi mahasiswa tingkat akhir salah satu perguruan tinggi swasta di ibu kota Jawa Timur ini, menyimpan dendam tidak akan pernah membawanya pada kebaikan. Kini setelah dua tahun berlalu, ia justru semakin memahami bahwa tidak ada satu pun agama yang mengajarkan kekerasan.

Baca juga Silaturahmi, Upaya Penyintas Untuk Saling Menguatkan

“Semua agama mengajarkan  kebaikan dan cinta kasih. Kalau kita mampu belajar memahami ajaran kebaikan tersebut, tentu tidak akan pernah timbul dendam, tidak akan pernah timbul pemikiran yang buruk terhadap agama lain,” ujarnya tegas.

Senada dengan Wenny, Desmonda berharap tak akan ada lagi peristiwa pahit seperti yang dialaminya. “Mari bersama menghargai perbedaan dan menyebarkan cinta kasih, bekerja bersama mewujudkan Indonesia yang lebih aman, lebih damai bagi kita semua,” katanya. [NOV]

Baca juga Keluarga Berperan Penting dalam Menjaga Kedamaian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *