Perubahan Hidup Mantan Napiter
Aliansi Indonesia Damai- Selalu ada saja orang yang membentuk atau bergabung dengan kelompok-kelompok kekerasan. Tidak terkecuali dengan Mukhtar Khairi, mantan anggota kelompok ekstremisme kekerasan. Menurut dia, setiap orang memiliki faktor berbeda sehingga terpapar paham ekstremisme. Ada karena faktor keluarga, pertemanan, dan lainnya. Dia sendiri berawal dari ajakan kakaknya untuk mengikuti pengajian eksklusif.
Dalam pengajian tersebut Muktar diajarkan paham-paham yang mendorongnya ingin melakukan kekerasan. “Narasi yang dibangun seakan-akan umat Islam dizalimi,” katanya dalam salah satu kegiatan AIDA belum lama ini.
Baca juga Ujian Pertobatan Mantan Ekstremis
Dari narasi-narasi tersebut, timbul rasa marah, benci dan dendam. Terlebih usia Mukhtar saat itu masih muda sehingga sangat mudah terpengaruh. “Selain itu saya juga membaca buku-buku yang banyak mengajarkan kekerasan. Ditambah lagi saya suka menonton video-video dokumenter tentang perang,” katanya.
Sampai akhirnya Mukhtar diajari ilmu-ilmu militer seperti menggunakan senjata hingga merakit bom. Semua kemampuan tersebut akan digunakan untuk berperang melawan penguasa. Pada tahun 2010, ia bersama teman-temannya membuat kamp pelatihan militer di Aceh. Nahas, Mukhtar dan teman-temannya tertangkap. Tempat pelatihan tersebut terendus aparat. Ia divonis 8 tahun penjara sejak tahun 2011.
Baca juga Mukhtar Khairi, Makin Mantap Meninggalkan Ekstremisme Setelah Bertemu Korban
Selama di Lapas, Mukhtar memeroleh banyak pengalaman positif dan negatif. Secara teori, penjara seharusnya bisa membuat orang bertaubat. Namun berbeda yang dialami olehnya. Sebelum dipindahkan ke Lapas, ia sempat ditempatkan di Rutan selama 4 bulan. Saat itulah ekstremisme dalam dirinya kian menebal.
“Awalnya saya sudah mulai tobat. Tapi di Rutan saya ditempatkan satu sel dengan Aman Abdurrahman (terpidana mati kasus terorisme: red). Saya diajarkan kembali doktrin-doktrin takfiri, sehingga mental saya naik kembali. Akhirnya semakin radikal dan lebih parah dari sebelumnya,” ucapnya mengenang.
Baca juga Jalan Panjang Pertobatan Ekstremis
Kemudian ia dipindahkan ke LP Cipinang. Selama 7 bulan ia bergaul intensif dengan murid-murid Aman sehingga membuatnya semakin bersemangat dan jauh dari pertobatan. Bahkan ia dipilih sebagai salah satu kader terbaik. “Saya dipilih lagi sebagai kader Aman. Seperti menggantikan ceramah Aman, karena mempunyai ketertarikan dalam agama dan ideologi,” katanya.
Penempatan yang kurang tepat membuat Mukhtar semakin ekstrem. Bahkan ia sudah mengkafirkan keluarganya sendiri karena tidak bergabung dengan kelompok Aman tersebut. Beruntung, di Lapas Cipinang ketika itu terjadi perpecahan dua kubu, yaitu orang-orang yang tidak setuju dengan pemahaman Aman dan yang konsisten dengan pemahaman Aman.
Baca juga Merajut Ukhuwah Merawat Perdamaian
Perlahan dengan bantuan teman-temannya di Lapas, Mukhtar berubah meninggalkan ajaran Aman. Meskipun harus menanggung risiko dikafirkan oleh kubu pendukung Aman hingga pernah menerima kekerasan fisik.
Usai bebas dari Lapas, pertobatan Mukhtar kian mantap. Terlebih setelah ia dipertemukan dengan korban terorisme. Kini bersama para penyintas terorisme, ia bahu-membahu mengampanyekan perdamaian ke khalayak luas.
Baca juga Ekstremisme dan Filosofi Sandal