Kebangkitan dan Ikhtiar Memaafkan
Aliansi Indonesia Damai- Dwi Siti Rhomdoni, akrab disapa Dwiki, menderita luka fisik dan trauma psikis akibat ledakan Bom Thamrin 2016. Butuh waktu lama bagi Dwiki menyembuhkan dirinya, termasuk mengikis rasa bencinya terhadap para teroris.
Adalah hal yang manusiawi tatkala Dwiki merasa marah dan benci karena dirinya secara sengaja dilukai oleh orang lain. Rasa permusuhan itu bersemayam dalam diri Dwiki bersamaan dengan proses penyembuhan cedera fisiknya. Kondisinya yang tak prima lagi membuat Dwiki depresi, tak bersemangat menjalani hidup.
Baca juga Asa Perempuan Tangguh Setelah 5 Tahun Bom Thamrin
Hingga pada suatu kala, takdir memertemukan Dwiki dengan korban peristiwa bom lain yang tergabung dalam Yayasan Penyintas Indonesia (YPI). Ia menyaksikan hal yang tak terduga. Ternyata banyak korban bom lain yang cederanya lebih parah ketimbang dirinya. Toh kondisi disabilitas mereka tak menghalangi aktivitas sehari-hari. Senyuman masih tersungging di wajah mereka, seolah tanpa beban.
Ketangguhan sesama korban itu memberikan suntikan moral bagi Dwiki. Motivasinya untuk bangkit tumbuh. Jika para korban yang derita fisiknya jauh lebih parah tetap kuat menjalani hidup, maka Dwiki pun pasti bisa melakukannya. Kesempatan hidup yang masih dimilikinya harus dilalui dengan hal-hal positif dan penuh semangat.
Baca juga Menyalakan Semangat Kebangkitan
Tidak berhenti di fase kebangkitan, dia melangkah lebih jauh menuju upaya pemaafan. Dan memang, seperti diakui Dwiki, fase pemaafan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Awal mula Dwiki dipertemukan dengan mantan teroris, dia lebih banyak membuang muka. Bahkan timbul rasa tidak nyaman ketika berdekatan dengannya. Masih ada rasa permusuhan terhadap orang yang telah tega melukai orang-orang tak bersalah.
Situasi itu terus berlanjut seiring pertemuan Dwiki dengan lebih banyak mantan teroris. Hingga pada suatu waktu, atas inisiasi AIDA, dia bertemu dengan salah satu mantan teroris yang kemudian mengubah pandangannya. Hatinya tersentuh ketika mendapati mantan teroris itu menyesal dan meminta maaf dengan berurai air mata. Air mata sang mantan teroris menandakan ketulusan hatinya untuk bertobat.
Baca juga Dampak Berlipat Korban Terorisme
Dari situlah Dwiki mendapatkan momentum yang tepat untuk memaafkan setulusnya. Setelah pemaafan itu, hati Dwiki mendadak lega. Kebencian telah hilang dari hatinya. Dia bahkan membangun hubungan baik dengan mantan teroris itu, menggali lebih banyak kisah dan sudut pandang mereka. Seakan tidak pernah terjadi apa-apa, hubungan Dwiki dengannya terlihat normal seperti biasa.
Tantangan berikutnya datang dari keluarga Dwiki. Mengingat kondisinya yang tak lagi prima, sang ibu awalnya tak merestui anaknya berteman dengan mantan teroris. Namun tekad Dwiki tak tergoyahkan. Dia berupaya membujuk ibunya agar mengizinkannya. Dia mengaku sakit kepalanya tidak akan sembuh jika dia masih menyimpan amarah. Rasa mengganjal itu hanya akan hilang jika dia ikhlas dan memaafkan.
Baca juga Penyintas Bom Thamrin Memaafkan demi Ketenangan
Peristiwa yang menimpa Dwiki menjadikan perempuan tangguh itu sebagai pribadi yang baru, yang lebih taat dalam beragama. Saat berhasil melewati masa kritis, Dwiki bersyukur kepada Allah karena masih diberi kesempatan hidup yang kedua. Rasa syukur itu dia tunjukkan dengan komitmennya memakai jilbab.
Dia juga berharap, rasa sakit yang dideritanya dapat menjadi penggugur dosa-dosanya. Sikap positif Dwiki yang mengambil hikmah dari setiap kejadian melengkapi gelar ketangguhan di pundaknya. [FAH]
Baca juga Bersahabat dengan Mantan Ekstremis