Potret Peacemaker untuk Indonesia Damai
Serangan terorisme di Jalan Thamrin, Jakarta pada tahun 2016, menjadi pengalaman yang tidak mudah dilupakan oleh para korbannya. Salah seorang korban, Hairil Islami, bertekad menjadikan peristiwa itu sebagai pembelajaran hidup dan titik awal untuk menebar perdamaian bagi masyarakat Indonesia.
Hairil memutuskan bergabung dalam komunitas Sahabat Thamrin (wadah penyintas Bom Thamrin) dan bersama penyintas terorisme lain di Indonesia ia aktif mengampanyekan perdamaian. Ia berharap pengalaman menjadi korban bom dapat menjadi inspirasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap perdamaian.
Baca juga Menjadi Penggerak Penyintas
Serangan yang terjadi empat tahun lalu itu menyebabkan sejumlah orang meninggal dunia, termasuk pelaku, dan puluhan orang lainnya mengalami cedera. Setelah peristiwa tersebut, beberapa serangan terorisme masih terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Negara melalui instrumen-instrumennya terus berikhtiar menangani terorisme dengan pelbagai strategi.
Penanganan terorisme memang memerlukan pendekatan holistik dan komprehensif di setiap level dengan melibatkan korban, pelaku, dan masyarakat sipil. Salah satu formulanya adalah penyelesaian masalah tanpa konflik dengan melibatkan seluruh unsur di atas, yakni peacemaking.
Peacemaking atau perdamaian adalah upaya merespons kejahatan dengan cara penyelesaian yang baik, dan tidak melalui konflik (Lanier, 2004: 327). Peacemaking terkait dengan lingkungan sosial dan adanya kebutuhan untuk rekonsiliasi, peduli satu sama lain dengan jalan pembinaan sebagai objek utama dalam pengoreksian, dan perhatian secara penuh. Peacemaking diperlukan agar tercipta rekonsiliasi antara pihak yang bersalah dan korbannya.
Baca juga Pantang Menyerah Membesarkan Anak
Peacemaking ini sudah diaplikasikan oleh Hairil Islami. Ketika terjadi ledakan, ia masih berstatus mahasiswa sebuah universitas swasta di Jakarta yang sama sekali tidak menyangka akan menjadi korban serangan bom. Ketika itu Hairil tengah mengerjakan tugas kampus di kedai Starbucks. Akibat ledakan, ia mengalami luka cukup parah. Mulanya banyak orang tidak berempati ketika ia meminta pertolongan karena orang-orang sibuk dengan keselamatannya sendiri. Beruntung ada orang yang memberinya pertolongan.
Setelah kejadian, Hairil begitu marah terhadap pelakunya, bahkan kepada para narapidana terorisme yang sama sekali tidak terkait aksi teror di Jalan Thamrin. Namun lambat laun ia belajar untuk ikhlas dan menerima keadaan. Saat memutuskan bergabung dalam tim perdamaian AIDA, Hairil dipertemukan dengan sejumlah mantan pelaku terorisme. Permintaan maaf mantan pelaku bersamaan kemauan untuk mengakui kesalahan masa lalunya, membuat Hairil membuka pintu maaf.
Baca juga Bangkit Berkat Dorongan Keluarga dan Kolega
Sikap Hairil merupakan salah satu bentuk peacemaking di mana ia mementingkan perdamaian dengan tidak menciptakan konflik baru. Menurut Hairil, kunci pemaafan terhadap orang yang pernah berbuat salah adalah berdamai dengan diri sendiri, menerima serta mengikhlaskan perbuatan buruk yang sudah dilakukan orang lain kepada kita.
Setelah berdamai dengan diri sendiri, Hairil juga berdamai dengan keluarga, karena menurutnya, keluarga adalah pihak yang selalu ada dan mendukungnya. Dia berharap tidak ada lagi kejadian terorisme di dunia. “Biarlah saya dan teman-teman menjadi korban yang merasakan sakitnya menjadi korban, menderitanya menjadi korban, dan diharapkan dari kejadian ini adalah mendapatkan dunia dan Indonesia yang lebih damai,” tutur Hairil dalam salah satu kegiatan bersama AIDA.
Baca juga Berdamai Dengan Diri Sendiri
4 Comments