05/03/2021

Mencintai Diri Kunci Kebangkitan

“Saya harus belajar memaafkan. Bukan karena orang lain, tetapi karena diri saya. Saya memaafkan diri saya, untuk ikhlas, sadar, dan bangkit” (Nanda Olivia Daniel, korban Bom Kuningan 2004).

Nanda Olivia mengalami cedera cukup parah saat peristiwa ledakan bom di depan kantor Kedubes Australia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Jari-jari tangannya nyaris putus. Meski sembuh, kini tak lagi berfungsi normal. Ia sempat sangat marah terhadap pelaku pengeboman, mengingat derita fisik yang menderanya dan empati atas perasaan orang-orang yang ditinggalkan oleh sosok terdekat untuk selamanya.

Baca juga Memilih Guru Damai

Dari penuturannya di pelbagai kegiatan bersama AIDA, Nanda mengisahkan bagaimana perjuangannya untuk memaafkan mantan pelaku aksi terorisme yang tidak mudah. Ia bergulat dengan beragam perasaan yang berkecamuk dalam dirinya. Hingga akhirnya ia mantap untuk berdamai dengan kenyataan dan memaafkan pelaku demi kebaikannya.

Alasan memaafkan untuk kebaikan diri sendiri sering penulis dengarkan dari banyak penyintas korban kekerasan. Para korban menganggap terus menyimpan dendam dan rasa benci seakan membawa beban dalam diri. Hal tersebut membuat mereka berat melangkah dan mudah menaruh curiga kepada orang lain. Sebaliknya, memaafkan membuat mereka dapat menjalani kehidupan tanpa beban dan bangkit dari keterpurukan untuk masa depan yang lebih baik.

Baca juga Menjaga Lingkaran Terdekat

Dalam perspektif psikologi, orang yang memaafkan untuk kebaikan dirinya bisa dikaitkan dengan teori self-love. Teori ini tidak sesempit dimaknai sebagai ekspresi hasrat narsistik, tetapi sepenggal dari cara menghargai dan mencintai diri sendiri.

Self-love tidak terbatas dari kecintaan seseorang akan dirinya secara fisik, seperti pakaian terbaik, merawat diri, atau lebih mementingkan diri sendiri ketimbang orang lain. Namun juga berkaitan pada upaya untuk menampilkan yang terbaik dari sisi mentalnya, seperti menyadari diri sendiri, menghargai diri sendiri, percaya diri, dan peduli pada diri sendiri.

Baca juga Pertobatan untuk Perdamaian

Self-love tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi membutuhkan proses. Butuh perenungan dan kesadaran yang utuh untuk memahami diri. Kita membutuhkan waktu untuk mengetahui apa yang kita butuhkan. Semakin baik mengenali diri sendiri dengan menentukan apa yang kita butuhkan pada tubuh dan mental, maka semakin bisa kita mencintai diri.

Seseorang yang mampu mengaplikasikan self-love akan senantiasa terus berkembang dan memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Ia akan tumbuh dengan kemampuan ‘berdamai’ atas segala hal baik dan buruk yang datang dalam kehidupannya.

Baca juga Pemaafan Penyintas Bom Thamrin untuk Perdamaian

Nanda dan korban kekerasan lainnya terus tumbuh menerima dan memahami ‘dunia’ yang pernah memberinya ketidakadilan. Dengan kemampuan self-love yang baik mereka mampu ikhlas, sadar, dan bangkit dari keterpurukan. Mereka pun tidak membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan, tetapi dengan pemaafan dan cinta kepada sesama.

Baca juga Keutamaan Memaafkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *