05/01/2023

Keikhlasan Meredakan Derita (Bag. 2)

Upaya Budijono untuk mencari pengobatan ternyata juga tak mudah. Ia dilarikan ke RS Queen Latifa yang lokasinya tak jauh dari gereja. Tetapi sesampainya di sana, pihak rumah sakit menyatakan tidak sanggup menangani cedera Budijono. Artinya luka Budijono memang sangat parah.

Ia dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, yaitu RS Akademik UGM. Barulah Budijono mendapatkan perawatan atas lukanya. Tim medis langsung membersihkan luka menganga di kepala dan lehernya. Tindakan selebihnya baru bisa dilakukan setelah ada hasil pemeriksaan CT scan. Dokter ingin memastikan tidak ada pendarahan otak. Budiono bersyukur, hasil CT scan menunjukkan tidak ada keretakan tengkorak kepala maupun pendarahan otak.

Baca juga Keikhlasan Meredakan Derita (Bag. 1)

Saat masa kritis, Budijono justru tidak terlalu merasakan sakit. Bahkan ketika kepala dan lehernya dijahit, Budijono bisa menahannya. Namun setelah tiga hari, Budijono merasakan sakit yang luar biasa. Perban yang melekat di kepala dan leher membuatnya harus tidur telungkup selama tiga hari tiga malam.

Dampaknya tidak berhenti di situ. Sepuluh hari kemudian, luka di bagian kepala mengalami infeksi. Walhasil dokter harus kembali mengambil tindakan membuang kulit dan daging kepala yang membusuk. Setelah itu, dokter menarik kulit kepada Budijono dari arah kiri dan kanan untuk menutupi bagian yang dibuang itu. Saat itulah ia merasakan sakit yang teramat sangat, jauh melebihi sakit sebelumnya.

Baca juga Pasang Surut Kehidupan Penyintas

Dampak selanjutnya yang dialami Budijono adalah trauma. Kejadian itu betul-betul menyerang psikisnya. Budijono tidak nyaman melihat keramaian. Untuk keluar dari mobil saja, Budijono menunggu sampai 10 menit untuk memastikan situasi aman. Anaknya pun juga mengalami trauma. Ia selalu menangis ketika dibawa ke gereja.

Budijono sempat memendam amarah terhadap pelaku. Ia sempat dipertemukan dengan pelaku saat rekonstruksi ulang kejadian. Jarak di antara mereka tak lebih dari 2 meter. Ingin rasanya Budijono menghajar pelaku yang telah melukainya. Namun, psikolog pendamping sigap menenangkannya. Berkat bantuan psikolog dan komunitas gereja, sedikit demi sedikit Budijono mampu mengikhlaskan apa yang telah terjadi. Budijono perlahan mengikis dendam di hatinya, agar kondisi fisik dan mentalnya tidak memburuk.

Baca juga Ikhlas Menerima Suratan Takdir

Puncak keikhlasan Budijono adalah saat ia bertemu dengan mantan pelaku terorisme. Tidak semua orang sanggup melakukan tatap muka dengan orang atau kelompok yang menjadi alasan dirinya menjadi korban, meskipun mantan pelaku yang ditemui mungkin tidak terlibat langsung. Budijono adalah satu dari sekian banyak korban yang berhasil menekan dendam dan kebenciannya. (bersambung).

Baca juga Menepis Dendam Mengikis Trauma (Bag. 1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *