Home Pilihan Redaksi Ketabahan Ramdhani Di Balik Musibah Bom Kuningan
Pilihan Redaksi - Suara Korban - 21/11/2019

Ketabahan Ramdhani Di Balik Musibah Bom Kuningan

Aliansi Indonesia Damai- Selama manusia masih hidup di muka bumi ini, ujian dan cobaan pasti akan selalu ada. Namun demikian, Allah Swt memberikan cobaan tidak akan melebihi batas kemampuan hambaNya. Setiap musibah itu, sesungguhnya mengandung pembelajaran (ibroh), bagi orang-orang yang tabah dan sabar atas semua kehendakNya. Ketabahan itu, tercermin dari sosok Ramdhani, salah seorang korban ledakan bom Kuningan pada 9 September 2004 silam. 

Pada saat itu, Ramdhani berangkat bekerja seperti hari-hari biasanya. Ia bekerja sebagai house keeping di kantor PT. Binakarsa Swadaya, persis di samping Gedung Kedutaan Besar Australia, Jl. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Sekitar pukul 10.00 WIB, ia tengah membersihkan kaca di lantai 4. Tanpa firasat apapun sebelumnya, tiba-tiba sebuah ledakan besar terjadi. Tubuh Ramdhani terlempar beberapa meter dari tempat ia berdiri, ia pun tergeletak dan tidak sadarkan diri.

Baca juga Kisah Penyintas Mengikis Kebencian

Kaca-kaca yang sebelumnya ia bersihkan pecah dan menancap di bagian tubuhnya, bahkan juga di bagian kepala sebelah kanan. Tak lama setelah itu, ia mendapatkan pertolongan dan dibawa ke rumah sakit Metropolitan Medical Center (MMC), dengan berlumuran darah. Hampir sehari semalam ia tak sadarkan diri. Luka yang dialaminya cukup serius. Ia mendapatkan 18 jahitan di bagian kepala dan mengalami gegar otak serta penyempitan pembuluh darah. 

Setelah mendapatkan perawatan selama 3 Minggu, Ramdhani diperbolehkan pulang namun harus menjalani rawat jalan setiap dua minggu sekali selama dua tahun. Setelah itu, ia masih dianjurkan rawat jalan setiap sebulan sekali di RS Abdi Waluyo Menteng, Jakarta Pusat. Bahkan hingga saat ini, Ramdhani masih menjalani kontrol ke dokter serta mengkonsumsi obat-obatan.

Baca juga Sudjarwo Bangkit Kembali Merajut Mimpi

Meskipun peristiwa ledakan itu terjadi 15 tahun lalu, namun penderitaan fisik dan psikis masih ia rasakan hingga saat ini. Akibat penyempitan pembuluh darah, ia sering merasakan nyeri di bagian leher belakang dan punggung. Ia pun tidak sanggup mengendarai kendaraan motor dengan jarak yang terlalu jauh. Selain itu, Ramdhani juga trauma ketika mendengar suara yang keras. Jika mendengar suara ledakan, Ramdhani bisa pusing dan mudah marah.

Di balik penderitaan itu, Ramdhani merasa bersyukur karena kerapkali mendapatkan dukungan dari teman-teman penyintas bom lain dan rekan kerja kantornya. Ia mengaku tak ada pilihan lain selain menerima takdir dari Allah SWT. Dengan segala keterbatasan yang ada, Ramdhani memilih bergabung menjadi tim perdamaian AIDA untuk mengampanyekan perdamaian di kalangan masyarakat Indonesia.  Kepada generasi muda, Ramdhani berpesan agar terus semangat belajar dan menjauhi segala bentuk kekerasan.

Ramdhani berbagi semangat dalam kegiatan Dialog Interaktif “Menjadi Generasi Tangguh” di MA Al Irsyad Al Islamiyyah Haurgeulis, Indramayu.

“Belajarlah yang rajin dan semangat untuk masa depan, karena orang tua pasti akan mendoakan anaknya untuk sukses, dan jangan melakukan tindak kekerasan dalam bentuk apapun,” pesan Ramdhani dalam sebuah kegiatan kampanye perdamaian oleh AIDA di Kabupaten Indramayu beberapa waktu lalu.

Saat ini, ketabahan Ramdhani atas segala musibah yang menimpanya, mulai membuahkan hasil. Pasalnya, putri pertamanya mampu menyelesaikan pendidikan sarjana. Semua itu atas dorongan dan semangat Ramdhani yang tak kenal lelah mendukung anak-anaknya untuk terus belajar. Sang putri pun sudah mulai bekerja dan bisa membantu biaya kuliah adiknya. “Anak perempuan saya alhamdulillah sudah lulus dan bekerja di perusahaan asuransi. Anak laki-laki (kedua) saya kuliah di Unindra,” pungkasnya.

Baca juga Eka Laksmi, Ketangguhan Istri Korban Terorisme

4 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *