Metanarasi Agama:
Kegagalan Kelompok Ekstrem (Bag. 4-terakhir)
Oleh: Fikri
Master Ilmu Politik Universitas Indonesia
Kedua, kegagalan berikutnya bisa dilihat dari aspek kredibilitas. Kelompok ekstrem selama ini mendefinisikan diri sebagai ath thaliah al muqotilah (pasukan tempur) dan ath thaifah al manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan) karena membela Islam dan umatnya. Sebagian besar narasi ini runtuh karena warga sipil dan umat Islam sendiri mengalami penderitaan atas ulah mereka. Hal ini jelas meruntuhkan kredibilitas mereka di mata masyarakat umum. Selain itu juga menimpa anggota kelompok tersebut yang ragu terhadap kebijakan organisasi.
Kekecewaan di kalangan internal terkait strategi kelompok, faktanya mampu menjadi alasan utama seseorang meninggalkan kelompok ekstrem. Sebagai contoh yang terjadi di Suriah, banyak anggota ISIS yang telah hidup di bawah naungan Daulah Islam (versi mereka), ternyata keluar dari kelompok karena kebijakan yang terlalu ekstrem. Contohnya sanksi terlalu berat bagi orang-orang yang melakukan dosa semisal meninggalkan sholat, minum khamr, dan semacamnya, bahkan hingga hukuman mati. Padahal hukuman tersebut secara syariat hanya bisa ditimpakan bagi orang yang murtad.
Baca juga Metanarasi Agama: Kegagalan Kelompok Ekstrem (Bagian 1)
Kebijakan ekstrem tersebut bertentangan dengan syariat karena melampaui batas. Padahal Rasulullah Saw sendiri mencontohkan kepemimpinan yang wajar, yang tidak melampui batas. Contoh, beliau tidak melarang pecandu arak yang baru masuk Islam agar langsung meninggalkan minuman itu. Beliau menasihati orang tersebut secara perlahan-lahan, sampai akhirnya ia sadar dan meninggalkan minuman tersebut dengan sendirinya.
Fakta lain yang meruntuhkan kredibilitas kelompok ekstrem adalah perselisihan internal. Isu yang paling dominan adalah terkait narasi takfir dan penggunaan kekerasan. Perkara tersebut memaksa kalangan elit mereka terjebak dalam perdebatan dan perbantahan tanpa akhir yang menguras waktu dan energi. Dampaknya, timbul perpecahan dan faksi-faksi dalam kelompok, yang itu melemahkan organisasi. Bagi faksi yang sepakat dengan takfir dan berlanjut dengan pengunaan kekerasan, maka akan berhadapan dengan aparat negara yang secara kekuatan militer jauh lebih unggul.
Baca juga Metanarasi Agama: Kegagalan Kelompok Ekstrem (Bag.2)
Ketiga, hal yang dipertanyakan oleh sebagian umat Islam atau masyarakat pada umumnya terkait metanarasi kelompok ini adalah soal relevansi antara ajaran Islam dengan Daulah Islam. Apa yang dibangun secara pemikiran dengan tindakan dan perilaku serta dampaknya, seharusnya konsisten. Karena agama lahir untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Islam lahir untuk menyelesaikan masalah keyakinan, mengubah akhlak, dan memperbaiki tindakan, sehingga dampaknya hubungan antarmanusia bisa berjalan damai.
Faktanya kelompok ekstrem menunjukan metode yang mereka adopsi tidak konsisten dengan keyakinan mereka sendiri. Walhasil muncul opini bahwa syariat Islam tidak relevan dengan kondisi saat ini. Karena publik menyoroti kerusakan yang terjadi justru atas nama Islam. Salah satu contoh riil dampak kerusakan adalah apa yang menimpa korban terorisme.
Baca juga Metanarasi Agama: Kegagalan Kelompok Ekstrem (Bag.3)
Suara korban sejauh ini memang tampak sunyi dan kerap terabaikan. Padahal memiliki narasi kuat dan meyakinkan untuk menunjukkan kegagalan klaim kelompok ekstrem yang mengatasnamakan agama. Sehingga yang tersisa hanya persepsi para anggotanya, yang tidak lebih dari kriminal yang gagal untuk hidup dengan prinsip Islam.
Maka dari itu, metanarasi agama (dalam konteks ini adalah Islam) pada dasarnya lahir untuk memperbaiki manusia dari kesalahan keyakinan, pemikiran, dan perbuatan dalam hubungannya dengan Tuhan dan juga antarsesama manusia. Upaya untuk memperbaiki setiap komponen kesalahan tersebut harus melalui proses sebagaimana Nabi Muhammad ajarkan. Suri teladannya terbukti berhasil menyelesaikan segala permasalahan umat ketika itu.
Baca juga Istikamah dalam Perdamaian: Support System untuk Mendukung Pertobatan Mantan Pelaku
Sedangkan para ekstremis saat ini banyak mengalami kegagalan karena ketidaksesuaian antara tujuan dan proses. Jika tujuan metanarasi Daulah Islam adalah menerapkan sistem islami untuk kemaslahatan umat, maka sekali-kali tidak akan pernah terwujud jika dilakukan tanpa ilmu yang mumpuni apalagi ditambah dengan cara-cara kekerasan.
Baca juga Ekstremisme Berlawanan dengan Fitrah Manusia: Refleksi Mantan Pelaku