Dulu Meracik Bom Kini Meretas Damai
Aliansi Indonesia Damai- Sosok humoris dan kental dengan dialek Sunda. Itulah dua hal yang bisa kita tangkap dari Kurnia Widodo. Ciri khas umum. Bisa kita temui di dalam diri banyak orang. Namun siapa sangka Kurnia memiliki masa lalu yang kelam.
Bertahun-tahun Kurnia hidup dengan pemahaman prokekerasan dan bergabung dalam jaringan ekstremisme. Pada mulanya, Kurnia hanya ingin berdiskusi tentang persoalan agama dengan seorang teman SMA-nya. Namun ia diarahkan untuk mengikuti kelompok pengajian yang cenderung eksklusif. Nahas, dari pengajian itulah Kurnia justru terjerumus ke dalam pemikiran ekstrem. Bahkan ia membolehkan cara-cara kekerasan untuk memperjuangkan kepentingan agama yang ia yakini.
Baca juga Kasih Sayang yang Tak Pantas Dinafikan
Tak tanggung-tanggung, Kurnia yang pada saat kuliah mengambil jurusan Teknik Kimia di sebuah perguruan tinggi ternama, memiliki kemampuan khusus untuk merakit bom secara otodidak. Ia merasa umat Islam tengah dizalimi dan ingin membalas kezaliman tersebut dengan kekerasan. “Tujuan saya membuat bom, karena dulu saya berpikir umat Islam ditindas dan saya harus membalasnya,” kata Kurnia Widodo dalam salah satu kegiatan bersama AIDA.
Ketika melakukan uji coba bom, beberapa kali Kurnia terlempar, bahkan dalam salah satu uji coba hampir membuatnya meninggal dunia. Walakin, Kurnia tetap melanjutkan percobaan itu demi tercapainya tujuan. Selain itu, ia mengaku telah menyerahkan beberapa catatan pengetahuannya merakit bom kepada beberapa anggota kelompoknya.
Baca juga Tiga Pesan Damai Mantan Ekstremis untuk Generasi Muda
Setelah cukup lama berkecimpung di dunia kekerasan, Kurnia dan sejumlah rekannya ditangkap oleh pihak yang berwenang. Di persidangan, Kurnia terbukti bersalah dan divonis enam tahun penjara. Dari balik jeruji besi pula Kurnia mengalami banyak perubahan. Ia mulai mengkritisi pemikiran yang pro terhadap kekerasan, termasuk pemikiran yang diajarkan oleh kelompoknya dulu.
Puncaknya, ketika Kurnia Widodo bertemu dengan sejumlah korban bom. Ia tersentuh ketika mendengar kisah penderitaan sejumlah korban, bahkan sebagian harus kehilangan anggota keluarganya. Kurnia tak pernah menyangka imbas dari terorisme sangat merugikan orang yang tidak bersalah. Ia sempat kaget dan merasa terpukul ketika mengetahui apa yang pernah ia ajarkan kepada kelompok teroris ternyata berakibat buruk, merusak, dan menimbulkan derita berkepanjangan bagi korbannya.
“Selama ini kelompok kami tidak pernah memperkirakan dampaknya. Ketika mendengar peristiwa bom justru kami berucap takbir. Tetapi setelah mendengar kisah (korban) ini, empati saya muncul. Ternyata banyak yang menderita karena kami. Saya merasa bersalah dan minta maaf atas nama ikhwan,” tuturnya.
Baca juga Mukhtar Khairi, Makin Mantap Meninggalkan Ekstremisme Setelah Bertemu Korban
Setelah menjalani hukuman, ia pun bebas dari penjara dengan pemahaman keagamaan yang berbeda dari sebelumnya. Ia pun berkesimpulan bahwa setiap manusia pasti mencintai hidup yang damai. Salah satu penyebab hilangnya perdamaian adalah segala tindakan kekerasan yang menghilangkan hak hidup manusia. “Manusia tidak punya hak melukai apalagi menghilangkan nyawa orang tanpa alasan,” tegasnya.
Saat ini, Kurnia bergabung dengan Tim Perdamaian AIDA untuk berbagi kisah perjalanan hidupnya kepada orang lain. Ia berharap, pengalamannya meninggalkan jalan kekerasan menuju jalan perdamaian bisa menginspirasi orang agar lebih peduli terhadap perdamaian. Semua itu ia lakukan agar masyarakat memahami pentingnya menjaga perdamaian, sekaligus sebagai upaya pencegahan agar tidak ada lagi orang-orang yang melakukan kekerasan atas dasar apa pun.
Baca juga Titik Balik Mantan Pelaku ke Jalan Damai