Titik Terang Dalam Kegelapan
Aliansi Indonesia Damai- I Wayan Sudiana tak pernah menyangka akan ditinggal selamanya oleh sang istri. Begitu mengetahui sang istri menjadi korban dari ledakan Bom Bali 2002, Wayan mengalami trauma dan depresi.
Wayan adalah putra asli Bali. Ia sehari-hari bekerja sebagai pemandu wisata bagi turis-turis yang berkunjung ke Pulau Dewata. Sebelumnya Wayan pernah bekerja sebagai karyawan di restoran Sari Club, Kuta, Bali. Di tempat kerja itulah Wayan bertemu dengan Widiawati yang kemudian menjadi diperistrinya.
Sesuai kebijakan di restoran Sari Club saat itu, pasangan suami istri tidak boleh bekerja di tempat yang sama. Didorong oleh rasa cinta terhadap sang istri, Wayan pun mengalah dan mengundurkan diri. Semenjak menikah, kehidupan rumah tangga Wayan dipenuhi kebahagiaan. Ia dan istri dikarunia dua buah hati.
Baca juga Tarikan Ajaib Bocah Kecil
Semuanya berjalan baik sampai tragedi mematikan 12 Oktober itu terjadi. Wayan menceritakan, di hari itu ia pergi bekerja seperti biasa. Ia pulang ke rumah pukul 17.00 WITA. Setelahnya ia mengantarkan sang istri ke tempat kerja dengan sepeda motor. Kebetulan istrinya mendapatkan shift kerja malam. Sesampainya di tempat kerja, sang istri berpesan agar Wayan menyempatkan membeli nasi goreng untuk anak-anak di rumah.
Wayan pun kembali ke rumah sembari membawa nasi goreng untuk anak-anaknya. Ia bersantai dulu di rumah sambil menunggu jam pulang istrinya. Sekitar pukul 22.30 WITA, ia menyalakan sepeda motor untuk menjemput sang istri. Namun malam itu Wayan mengambil rute yang berbeda dari biasanya. Keputusan yang membuatnya terlambat sekitar 15 menit dari jam pulang istrinya.
Saat di perjalanan itulah Wayan mendengar ledakan yang sangat keras. Saking dahsyatnya ledakan, tanah yang dilintasinya pun bergetar. Kendaraan yang sedang parkir di pinggir jalan pun ikut bergoyang. Wayan melihat asap membumbung tinggi ke langit. Tidak pernah tebersit dalam pikirannya kalau ledakan itu adalah bom. Ia mengira berasal dari gardu listrik yang rusak.
Baca juga Menebar Kasih Sayang Mengubur Dendam
Wayan kembali memacu sepeda motornya ke tempat istrinya bekerja. Ketika hampir sampai di lokasi yang dituju, Wayan melihat kerumunan orang yang dilanda kepanikan. Saat itu juga ia bertemu dengan salah seorang temannya yang terluka di bagian wajah. Wayan sempat bertanya tentang apa yang terjadi dan keberadaan istrinya. Temannya menunjuk ke arah titik ledakan.
Tanpa pikir panjang Wayan menerobos kerumunan itu dengan harapan sang istri masih hidup. Di sekitar restoran Sari Club itu ia melihat serpihan bangunan dan serpihan tubuh manusia. Sambil mencari istrinya, Wayan terus berdoa. “Ya Tuhan, mohon selamatkan istri saya. Anak-anak saya masih kecil. Mereka masih membutuhkan kasih sayang ibunya,” Wayan memohon sambil berurai air mata. Wayan bahkan memberanikan diri melihat satu per satu mayat yang dikumpulkan oleh petugas evakuasi. Meski sebenarnya ia tidak sanggup melihat kondisi mayat-mayat itu.
Jarum jam menunjukkan pukul 24.00 WITA lebih. Wayan didatangi saudaranya dan mengajaknya pulang. Ia menolak pulang sebelum istrinya ditemukan karena anak-anaknya pasti bertanya tentang ibunya. Wayan tidak tahu harus menjawab seperti apa. Setelah dibujuk dan ditenangkan oleh saudaranya, Wayan berkenan pulang.
Baca juga Ketangguhan Sejoli Penyintas Bom Kuningan
Keesokan harinya Wayan kembali melanjutkan pencarian. Setelah berhari-hari mencari keberadaan sang istri, Wayan akhirnya menemukan istrinya. Sayangnya sang istri ditemukan dalam keadaan sudah tak bernyawa, bahkan dalam keadaan fisik tak utuh. Wayan mencoba untuk tetap tegar. Jasad sang istri dibawa pulang untuk dimakamkan secara adat.
Tidak mudah bagi Wayan untuk bangkit dari keterpurukan. Meninggalnya sang istri membuat Wayan trauma dan depresi selama delapan bulan. Selama kurun waktu itu, Wayan lebih sering mengurung diri di rumah. Ia sempat vakum bekerja. Karena setiap kali keluar rumah, ia selalu terbayang peristiwa yang merenggut nyawa istrinya.

Wayan sempat harus pulang ke kampung halaman untuk memulihkan kondisi psikisnya. Kebangkitan Wayan berawal ketika ia diajak oleh keponakannya untuk mencari belut di malam hari. Ia bersedia ikut meski memendam tanya untuk apa mencari belut malam hari. Ketika menerobos gelapnya malam, ia menyadari bahwa di dalam kegelapan pasti selalu ada titik terang. Kegelapan itu, mau tidak mau, harus ia terobos untuk melanjutkan hidupnya ke depan.
Baca juga Meneladani Pemaafan Nabi
Ia kembali menata semangat hidupnya yang diporak-porandakan oleh trauma. Wayan kembali bekerja sebagai pemandu wisata. Perlahan ia kembali beraktivitas seperti biasa sembari membesarkan kedua anaknya. Tak sekadar memulihkan diri, ia membangkitkan semangat rekan-rekannya sesama korban. Wayan ikut mendirikan Isana Dewata, komunitas bagi para korban Bom Bali. Para korban saling menguatkan agar dapat sama-sama bangkit dari keterpurukan.
Tidak berhenti di situ, Wayan juga bergabung dengan Yayasan Penyintas Indonesia (YPI), sebuah komunitas para korban bom dari seluruh Indonesia. Misinya masih sama, yaitu saling menguatkan antarkorban dari berbagai peristiwa bom. Wayan kemudian juga bergabung sebagai Tim Perdamaian AIDA untuk turut serta menyuarakan dampak dari peristiwa bom, agar tidak ada masyarakat yang terjerumus ke dalam jejaring terorisme dan aksi-aksi kekerasan lainnya.
Baca juga Pantang Menyerah Membesarkan Anak