Mereka yang Menemukan Jalan Kembali (Bag. 1)

Seandainya hamba-hamba Allah tidak ada yang berbuat dosa, tentulah Allah akan menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa kemudian mengampuni mereka (HR. Al Hakim).

Aliansi Indonesia Damai- Ekstremisme kekerasan telah membuahkan beragam tragedi kemanusiaan memilukan. Sejumlah pelakunya masih kukuh dengan keyakinan bahwa aksinya adalah “laku suci” yang diridai Tuhan kendati ribuan korban bertumbangan. Namun banyak pula yang telah mengakui kekeliruannya. Keterlibatannya dalam jaringan ekstremisme adalah kesalahan besar.

Baca juga Rindu Ibu, Ekstremisme Luruh (Bag. 1)

Redaksi merangkum sejumlah kisah mantan pelaku ekstremisme kekerasan yang tak sekadar bertobat dan kembali pada fitrah kemanusiaannya. Mereka berbalik menjadi juru kampanye perdamaian agar generasi baru enggan mengikuti jejaknya di masa lalu, serta tak ada lagi darah korban yang tumpah akibat aksi ekstremisme.

Kurnia Widodo

Ia bergabung dengan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) sejak duduk di bangku SMA. Kala menempuh jenjang kuliah di Bandung, ekstremisme dalam dirinya semakin menguat. Tak hanya aktif mengikuti kajian-kajian, bersama dengan rekannya Kurnia juga membuat laboratorium mini untuk peracikan bom sebagai bentuk persiapan jihad. Namun perbuatan kelompoknya terbongkar aparat.

Baca juga Rindu Ibu, Ekstremisme Luruh (Bag. 2-Terakhir)

Atas perbuatannya, ia harus menjalani hukuman penjara di Lapas Cipinang Jakarta. Oleh teman-temannya ia diperingatkan untuk tidak mengaji dan shalat bersama ustad-ustad di luar kelompok mereka. Namun imbauan itu diabaikannya. Ia justru menemukan khazanah pengetahuan Islam yang baru dan berbeda dengan sebelumnya. Doktrin-doktrin kelompok ekstremis perlahan terbantahkan.

Kurnia pun mulai berhenti membatasi diri. Ia kerap bersosialisasi dengan para petugas Lapas yang memerlakukannya dengan sangat baik. Menurut pengakuannya, sebagian petugas Lapas adalah orang-orang saleh, taat beribadah, dan mengayomi para narapidana. Mulai saat itu, Kurnia mengkritisi cara pandang kelompok ekstrem, khususnya sikap yang memandang kelompok di luar mereka sebagai orang sesat, bahkan kafir.

Baca juga Pendidikan Kritis Mengentaskannya dari Ekstremisme

Setelah keluar dari penjara, Kurnia Widodo bersama AIDA rutin bertemu sekaligus mendengar kepedihan korban bom. Hal yang membuatnya semakin mantap meninggalkan kelompok ekstrem. “Ternyata yang telah saya lakukan salah besar. Orang-orang ini tak tahu apa-apa tapi malah menjadi korban,” ucap lulusan Institut Teknologi Bandung ini.

Sofyan Tsauri

Ia mengakui bahwa ketidakadilan di Palestina menjadi salah satu pemicunya untuk terlibat dengan kelompok ektremis. Selain itu ia merasa tidak puas dengan pemerintah Indonesia. Sofyan bergabung dengan kelompok ekstrem yang menempatkan al-Qaeda sebagai role model. Ia ingin berjihad menolong saudara-saudara muslim yang tertindas di pelbagai belahan dunia.

Baca juga Dari Wilayah Konflik ke Ruang Pendidik

Namun sebelum niat itu terlaksana, Sofyan lebih dulu tertangkap polisi lantaran terlibat dalam pelatihan militer di pegunungan Jalin Jantho Aceh Besar. Selama di dalam penjara, ia mulai mengoreksi tindakan dan pemikirannya, terutama setelah membaca risalah yang berisi surat-surat Osama bin Laden, pemimpin Al-Qaeda. Menurut Osama, gerakan jihad dalam perjalanannya justru banyak menimbulkan permasalahan di kalangan umat Islam.

Dalam beberapa kesempatan Sofyan mengingatkan agar generasi muda tidak mengikuti jejaknya yang terjerumus ke jurang kesesatan lalu menyesal setelahnya. “Kalau Anda ikut pengajian, tetapi setelah selesai mengaji kemudian menjadi benci kepada saudara-saudara muslim, maka tinggalkan. Karena pada dasarnya orang mengaji seharusnya menjadi baik,” ucapnya dalam salah satu kegiatan yang dihelat AIDA. (bersambung)

Baca juga Titik-Titik Balik Seorang Ekstremis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *