Kebahagiaan Merayakan Idul Fitri
Aliansi Indonesia Damai- Syukur alhamdulillah, setelah dua kali merayakan Hari Raya Idul Fitri dalam suasana lonjakan kasus Covid-19, kini umat Islam bakal meramaikannya dengan suasana yang relatif berbeda dari sebelumnya. Dikatakan demikian karena beberapa peraturan protokol Covid-19 mulai dilonggarkan, seperti kelonggaran aturan shalat berjamaah di masjid sampai diperbolehkannya mudik.
Umat Islam sudah tentu bahagia, setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, kini tiba saatnya merayakan hari kemenangan Idul Fitri bersama keluarga, sanak saudara dan kerabat dekat. Bagi mereka yang merantau, dua tahun tidak bersua dengan keluarga adalah sesuatu yang menyedihkan. Maka momen mudik menjadi oase di tengah kerinduan akan kampung halaman.
Baca juga Support System Melewati Derita (Bag. 1)
Perjalanan saat mudik seolah menjadi ritual sosial-keagamaan bagi mereka yang berada di perantauan dan lama tak bertemu keluarga. Ditambah lagi, setibanya di kampung halaman, gema takbir terdengar di masjid, langgar dan mushalla, bahkan seringkali dilakukan dengan perayaan yang meriah, dengan pawai kendaraan, menyalakan obor api dan berkeliling kota dan desa-desa.
Pada perayaan keesokan harinya, umat Islam menunaikan rangkaian shalat dan khutbah Idul Fitri serta saling bermaafan di antara sesama. Momen saling memaafkan inilah yang dapat mengantarkan manusia untuk menemukan esensi kehidupan yang hakiki, yaitu persaudaraan dan kedamaian. Muara dari saling memaafkan itu tak lain demi memelihara persaudaraan. Persaudaraan yang terbina dengan baik merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan kedamaian antar sesama.
Baca juga Support System Melewati Derita (Bag. 2)
Sementara itu, menyimpan dendam, benci dan kedengkian tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga menjadi malapetaka bagi kelangsungan hidup bersama. Karena itu, Idul Fitri mengajarkan manusia agar di samping belajar untuk saling memaafkan, juga penting untuk senantiasa menjaga pribadi untuk tidak terpancing terhadap perselisihan, kesalahpahaman, konflik, dan bahkan kekerasan.
Kebahagiaan Idul Fitri makin terasa dengan acara saling berkunjung (silaturrahim) ke rumah sanak keluarga, kerabat dan tetangga. Biasanya juga digelar acara halal bihalal keluarga, reuni alumni pesantren, angkatan sekolah, sampai komunitas kerja. Dengan bersilaturrahim seperti itu, kehidupan terasa lega, terbentang luas nan asri. Sebaliknya, tanpa silaturrahim, kehidupan bagaikan sempit dan menyesakkan.
Baca juga Mengasihi Diri bukan Mengasihani Diri (Bagian 1)
Kita patut merenungkan, kecenderungan budaya silaturrahim di kota-kota besar sudah cukup melemah. Yang mengemuka belakangan ini bukanlah silaturrahim, akan tetapi hubungan yang dibangun atas dasar kecurigaan, bahkan semangatnya konfliktual dan kurang berempati terhadap keadaan orang lain. Di satu sisi, sikap acuh tak acuh dan kebencian yang muncul di media sosial semakin menggerogoti kehidupan persaudaraan umat.
Di sisi lain, gemuruh konflik masih terdengar di mana-mana. Bahkan di benua lain nun jauh di sana, peperangan masih berlangsung tanpa dapat dipastikan kapan usainya. Invasi Rusia ke Ukraina telah menewaskan ribuan orang, membuat jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan mengungsi ke negara lain. Bahkan, kini menimbulkan kekhawatiran akan konfrontasi yang lebih luas antara AS dan Rusia, dua negara dengan kekuatan bom nuklir terbesar di dunia.
Baca juga Mengasihi Diri bukan Mengasihani Diri (Bagian 2)
Dalam suasana Idul Fitri, kita ingin merayakannya dengan suasana kebahagiaan dan kedamaian, bukan permusuhan dan kekerasan. Al-Quran dengan sangat jelas menyebut bahwa tugas utama dan terbesar Rasulullah SAW di muka bumi ini tak lain untuk menjadikan Islam sebagai rahmat. Istilah rahmat identik dengan perdamaian, persahabatan, kasih sayang, dan hal-hal lain yang bertentangan dengan kekerasan.
Pada momen Idul Fitri ini, mestinya setiap kita berkomitmen agar senantiasa berpedoman dan mengedepankan ajaran kerahmatan Islam dalam menjalin hubungan dengan sesama makluk ciptaan Allah Swt. Dalam menyikapi kekerasan, kita tidak bisa serta merta membalas dengan kekerasan serupa karena hanya akan melahirkan kekerasan lanjutan, seperti kerusuhan, kekacauan dan bahkan peperangan yang mengakibatkan semuanya menjadi korban.
Baca juga Mengasihi Diri bukan Mengasihani Diri (Bagian 3)
Dan yang tak kalah penting, perayaan Idul Fitri harus didasari penuh empati terhadap mereka yang terdampak Covid-19. Karena itu, meski protokol Covid-19 mulai dilonggarkan, kita mesti tetap waspada untuk menghindari bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa. Menjaga keselamatan jiwa (hifdzu nafs) dari bahaya Covid-19 merupakan kewajiban sekaligus perintah agama Islam.
Selamat Hari Raya Idul Fitiri 1443 H
Baca juga Menguatkan Anak Korban Terorisme