Korban Bom Kuningan: Pulih berkat Keluarga

Aliansi Indonesia Damai- Dulu ia hidup penuh kebahagiaan.  Tumbuh dalam keluarga yang harmonis penuh suka cita. Namun peristiwa Bom Kuningan tahun 2004 sempat merenggut kebahagiaan itu. Ia harus menjalani perawatan intensif karena mengalami cedera parah, bahkan salah satu bagian tubuhnya hampir saja diamputasi. 

Sudjarwo adalah anak keempat dari enam bersaudara. Ketika itu dia bekerja sebagai petugas keamanan di kantor Kedutaan Besar Australia. Seminggu sebelum kejadian, ia mendapat instruksi dari atasannya agar lebih waspada mengantisipasi ancaman teror bom. Sudjarwo tidak merasa khawatir, karena kewaspadaan adalah salah satu kewajibannya sebagai petugas keamanan.

Baca juga Mengambil Hikmah dari Musibah

9 September 2004 pagi, Sudjarwo bekerja seperti biasa. Ia ditempatkan di area luar kantor untuk mengecek lalu lintas kendaraan yang masuk. Sekira pukul 10.00 WIB, ledakan besar tiba-tiba terjadi. Keadaan berubah menjadi gelap. “Pandangan saya minim, banyak asap putih, telinga saya tidak begitu bisa mendengar dengan jelas,” ungkapnya dalam salah satu kegiatan bersama AIDA.

Ia tidak mengetahui apa yang sesungguhnya telah terjadi. Suasana berubah mencekam dan sangat menegangkan. Serpihan kaca gedung-gedung sekitar hancur. Ia lantas menyadari bahwa tubuhnya ternyata tidak lagi dalam posisi semula. Ia terpental beberapa meter ke belakang dengan kondisi punggung terhimpit pagar. Sudjarwo juga merasa ada serpihan kaca yang menancap di kepalanya.

Setelah meraba-raba, ia menyadari bahwa telah terjadi sesuatu yang tidak benar. Ia mencoba berdiri dengan sisa tenaga yang ada, namun gagal dan terjatuh. Ia mencoba kembali, namun tetap saja tak mampu. Ia pun meminta pertolongan, namun tak ada yang merespons. Sebagian besar orang ketakutan dan berusaha menyelamatkan dirinya masing-masing.

Baca juga Menghentikan Dendam Buah Hati

Selang beberapa saat, Sudjarwo mendapatkan pertolongan dan dipindahkan ke trotoar jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, bersama beberapa korban yang lain. Saat itu ia masih tak mengerti peristiwa apa yang telah terjadi. “Saya bersandar di bawah pohon dan melihat banyak korban yang kondisinya lebih parah dari saya,” ucapnya mengenang.

Tak lama setelah itu ia dilarikan ke rumah sakit. Sayangnya pihak rumah sakit tak bisa langsung memberikan penanganan yang baik. Para petugas tampak sedikit kebingungan karena saking banyaknya korban. Tak pelak ia harus menahan sakit akibat luka di sekujur badan.

Sudjarwo dirawat di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC). Tangan kirinya yang  luka parah sempat dianjurkan untuk diamputasi. Pihak keluarga menolaknya. “Ibu saya yang memperjuangkan saya pada waktu itu, agar diberikan tindakan yang terbaik untuk kesehatan saya,” paparnya.

Baca juga Mengalah Tak Berarti Kalah

Berkat kerja keras dokter dan dorongan keluarga, tangan Sudjarwo tak jadi diamputasi. Dokter memutuskan mengambil sebagian tulang panggul Sudjarwo untuk dipasang di bagian tangannya. Selain itu ia juga mendapatkan banyak jahitan, terutama di bagian kaki. “Masih ada logam yang masuk di tubuh saya dan tidak diambil karena alasan keselamatan. Proyektil itu terletak di bagian sensitif organ tubuh,” katanya.

Selama masa pengobatan, Sudjarwo merasa banyak mendapatkan bantuan, dorongan dan dukungan dari keluarga. Selain itu pihak Kedubes Australia juga mau mendengarkan semua keluhan darinya. “Keluarga selalu hadir untuk memberikan semangat. Apa pun yang terjadi dalam diri saya tidak mengurangi nilai yang ada pada saya saat ini,” katanya. 

Kini Sudjarwo masih bekerja di kantor yang sama. Ia juga bergabung dengan Yayasan Penyintas Indonesia (YPI) dan menjadi bagian dari tim perdamaian AIDA. Dari pengalamannya, Sudjarwo berpesan agar kita harus mencintai orang-orang terdekat, karena mereka akan selalu ada bersama kita. “Orang tua dan guru adalah orang yang akan selalu ada sampai titik terbawah kita.”

Baca juga Berzikir untuk Kesembuhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *