Agama sebagai Pelopor Perdamaian
Perbincangan tentang keterkaitan antara konflik kekerasan dengan agama seolah tiada habisnya. Banyak yang menyalahkan agama dan menjadikannya sebagai kambing hitam karena dianggap menjustifikasi aksi-aksi kekerasan. Namun tidak sedikit yang menjunjung tinggi pandangan bahwa agama sejatinya justru erat kaitannya dengan perdamaian. Bahkan semua pemeluk agama pasti mengatakan agamanya sebagai agama damai.
Profesor Diane Moore dari Harvard Divinity School menyatakan, agama memang seringkali menjadi paradoks dalam konteks perdamaian. Namun ia menilai, asumsi bahwa agama mempromosikan kekerasan dan kefanatikan, serta agama yang otentik selalu mempromosikan perdamaian adalah misinterpretasi. Dalam perkuliahan daring terkait Religion and Conflict yang diadakan oleh Universitas Groningen, Jose Casanova menyampaikan bahwa misinterpretasi terjadi karena sesungguhnya bukanlah agama yang memicu terjadinya konflik, karena agama bukanlah aktor.
Baca juga Perdamaian sebagai Fitrah
Dalam perspektif kritis, kita akan menemukan, aktor penggerak kekerasan adalah kepentingan individu maupun institusi di balik konflik agama. Alih-alih memperdebatkan paradoks tersebut, Douglas Johnston (1992: 1435), pendiri International Center for Religion and Diplomacy telah melakukan penelitian terkait peran agama dalam menyajikan resolusi konflik di beberapa wilayah dunia. Ia kemudian menyimpulkan, ajaran-ajaran agama dapat dimanfaatkan untuk membangun kepercayaan masyarakat.
Hal tersebut kemudian dijadikan sebagai awal perubahan sosial untuk menciptakan kondisi damai dengan basis non-kekerasan. Penelitian ini didukung oleh Megan Shore (2002) yang juga berhasil membuktikan kontribusi positif dari agama beserta tokoh agama dalam menciptakan perdamaian di Afrika Selatan. Konsep tersebut kemudian lebih dikenal dengan istilah religious peacebuilding.
Baca juga Tradisi Dialog dan Perdamaian
Konsep ini dinilai berhasil membuat setiap individu beragama menjadi semakin siap untuk mengambil peran sebagai peacebuilder atau pelopor perdamaian. Muncul upaya pengembangan praktik beragama yang lebih mengarah ke perdamaian ketimbang kekerasan.
Konsep seperti ini telah banyak diterapkan di berbagai lembaga untuk kebutuhan kampanye perdamaian, termasuk oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA). Selama beberapa tahun, AIDA telah rutin melibatkan tokoh agama dalam upaya kampanye damai pada skala nasional maupun lokal.
Baca juga Self-Healing untuk Penyembuhan Luka Batin
Dalam melaksanakan religious peacebuilding, ada setidaknya dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama adalah integrasi, hal ini diperlukan dengan melihat posisi pergerakannya yang masih belum memasuki arus utama.
Mohammed Abu Nimer, seorang ahli resolusi konflik dan dialog perdamaian dari Amerika Serikat, mengatakan bahwa religious peacebuilding diaplikasikan pada ranah yang bersinggungan dengan peacemaking, atau ranah pembuat kebijakan terkait perdamaian. Sehingga, diperlukan adanya integrasi antara tokoh agama, stakeholders, dan pihak pemerintah terkait agar efek yang dihasilkan menjadi lebih besar.
Baca juga Membangun Ketahanan Keluarga: Belajar dari Bom Surabaya
Poin kedua adalah pelibatan perempuan dan remaja. Meskipun religious peacebuilding umumnya menargetkan tokoh agama yang didominasi oleh laki-laki dewasa (kyai dan ustadz), namun peran perempuan dan remaja terbukti cukup penting dalam membentuk narasi damai. Di sisi lain, pemuda memiliki tekad dan ambisi yang harus diarahkan untuk komitmen terhadap perdamaian.
Baca juga Fathu Makkah dan Spirit Perdamaian
Di Indonesia, agama menjadi hal yang sakral dan privat. Setiap penduduk Indonesia adalah individu yang beragama sebagaimana tertulis dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sebagai manusia beragama, menjadikan perdamaian sebagai hal yang inklusif dan dapat dinikmati oleh semua kalangan adalah keniscayaan. Ajaran perdamaian tidak terpaut pada kalangan ataupun agama tertentu, demikian pula implementasinya.
Pun dalam Islam, hidup dalam perdamaian juga lebih dianjurkan daripada hidup dengan belenggu konflik. “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Anfal ayat 61).
Baca juga Belajar Perdamaian dari Islandia