Membangun Interaksi Positif untuk Perdamaian
Oleh Muhammad Saiful Haq
Sarjana Psikologi UIN Maliki Malang
Kelompok ekstremisme kekerasan berbasis keagamaan seringkali membangun prasangka buruk kepada orang-orang yang berbeda dari kelompoknya. Prasangka tersebut kerap mengarah pada vonis sesat bahkan kafir terhadap individu bahkan pemerintah. Lambat laun hal tersebut akan menyuburkan benih ekstremisme dengan sikap-sikap egoistis, seperti klaim paling benar, superioritas, hingga kebencian.
Riset Muhid dan Fadeli (2018) terkait prasangka sosial dan sikap menerima perbedaan pada mahasiswa di perguruan tinggi menemukan, semakin tinggi prasangka seseorang semakin rendah pula sikap penghormatannya terhadap perbedaan. Sebaliknya, semakin rendah prasangka seseorang kian tinggi pula sikap keterbukaannya pada keberagaman. Lantas bagaimana agar prasangka tersebut menurun?
Baca juga Memahami Ayat Peperangan
Gordon Allport, seorang ahli psikologi mengajukan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menekan konflik dan prasangka. Allport melalui karyanya berjudul The Nature of Prejudice mengemukakan teori yang dikenal dengan hipotesis kontak (contact hypothesis). Hipotesis kontak adalah pertemuan yang membentuk sebuah interaksi antarkelompok.
Menurut Allport, kontak yang dikelola dengan baik dan mengarah pada interaksi antarkelompok yang lebih tepat bisa mengurangi masalah stereotip, prasangka, dan diskriminasi yang biasanya terjadi antara kelompok saingan. Tidak semua pertemuan antarkelompok bisa melahirkan hal yang baik. Tidak sedikit kelompok yang selama ini memiliki prasangka satu sama lain bila dipertemukan akan berakhir pada konflik.
Membangun Interaksi yang Damai
Setidaknya ada beberapa mekanisme yang perlu dipenuhi agar hipotesis kontak dapat menurunkan prasangka. Pertama, dengan menanamkan semangat berempati. Hipotesis kontak menekankan pentingnya menanamkan semangat saling mengasihi dan saling memahami dalam interaksi yang dibangun dalam pertemuan. Interaksi yang dilandasi dengan semangat berempati membuat kita bisa dengan mudah terbuka dan menerima perilaku dan sikap kelompok/orang lain yang berbeda dari yang kita prasangkakan.
Baca juga Memberantas Terorisme
Ketika individu membangun interaksi penuh empati dengan orang lain, kita akan cenderung lebih bisa memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh mitra interaksi kita, sehingga perlahan prasangka terkikis oleh perasaan memahami. Empati adalah kunci mengarahkan orang untuk memupus prasangka sekaligus memulai sikap positif terhadap kelompok atau orang yang berbeda.
Tidak hanya empati, hipotesis kontak (contact hypothesis) akan bekerja dengan baik asal didukung oleh perasaan aman dari ancaman. Prasangka seringkali berkaitan dengan perasaan merasa terancam sehingga akan dilandasi kebencian, seperti doktrin kelompok ekstremis yang sering menyebutkan kelompok atau orang yang tidak sepaham adalah musuh-musuh yang mengancam sehingga harus dibenci bahkan disematkan label kafir.
Baca juga Menakar Persepsi tentang Terorisme
Nyatanya, prasangka kelompok ekstremis perlahan luntur setelah melakukan pertemuan atau hipotesis kontak dengan para korban terorisme, aparat negara, dan pihak-pihak yang sering mereka kafirkan. Awalnya mungkin mereka tidak mau berinteraksi karena cemas dan merasa terancam. Namun setelah berinteraksi secara intensif dengan individu-individu dari kelompok yang telah dikafirkan, apalagi diperlakukan dengan sangat manusiawi, perlahan tapi pasti perasaan takut, terancam, dan prasangka akan hilang dengan sendirinya.
Mengapa demikian? Karena interaksi yang dilakukan secara intensif akan berangsur membuat individu nyaman dan tidak lagi merasa terancam. Saat individu tidak lagi merasa terancam, maka efek kontak antarkelompok menjadi lebih positif.
Baca juga Tarbiah Perdamaian (Bag. 1)
Secara tidak langsung hipotesis kontak (contact hypothesis) adalah proses transfer informasi. Membangun empati dan merasa bebas dari ancaman saat berinteraksi hanya bisa tercapai dengan memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru tentang kelompok atau orang yang kita prasangkai.
Informasi dari interaksi langsung akan membuat kita merevisi cara menilai orang dan kelompok yang berbeda berdasarkan informasi yang relevan dan penuh kejelasan. Hipotesis kontak memberi kesempatan bagi individu untuk melakukan klarifikasi atas alasan irasional, kecemasan, dan pengetahuan yang belum terbukti keabsahannya untuk membangun dalil kekerasan kelompok ekstrem.
Baca juga Tarbiah Perdamaian (Bag. 2)