19/01/2023

Ruang Merawat Diri

Oleh: Kristi Poerwandari
Dosen Fakultas Psikologi UI

Bagaimanakah kita mengantisipasi dunia di 2023? Sepertinya kita akan tetap menghadapi banyak tantangan karena berbagai ketidakpastian. Kesehatan masyarakat sudah lebih terjaga dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kita tetap harus berhati-hati karena kondisi sakit dapat sangat berdampak pada hal-hal lain. Misalnya, keamanan kerja, kemampuan memenuhi kebutuhan dasar diri dan orang-orang terdekat, keberlangsungan keluarga, dan banyak lainnya.

Ketidakpastian tampaknya menjadi tema utama masa kini, akibat perubahan mendasar yang dibawa oleh internet dan teknologi tinggi yang mengubah konstelasi ekonomi, dibarengi pandemi Covid-19 yang syukur sudah cukup teratasi.

Baca juga Internalisasi Kerukunan di Tengah Keragaman

Walau demikian, mengembalikan aktivitas ekonomi bukan perkara mudah, belum lagi dengan situasi politik global maupun dalam negeri yang juga menantang.

Dengan berbagai ketidakpastian, yang terbayang adalah bahwa di bidang ekonomi ada makin banyak pengetatan. Ada usaha dan posisi kerja yang tidak berlanjut dan lulusan baru pun belum tentu cepat memperoleh pekerjaan. Kita harus berkompetisi dengan yang lainnya untuk mencari dan mempertahankan pelanggan. Bahkan, di bidang pendidikan pun, persaingan juga makin kencang terasa.

Secara psikologis, hal di atas menghadirkan tekanan, perasaan cemas dan ketegangan, beserta implikasi-implikasi lanjutannya. Satu orang dan lainnya dapat menampilkan gambaran berbeda. Ada yang masih mampu bekerja dengan gigih, ada yang makin terpacu untuk menampilkan yang terbaik. Ada pula yang saking tegangnya jadi kehilangan konsentrasi, merasa mudah lelah, jadi cepat marah, atau bahkan merasa sedih tak berdaya.

Baca juga Mencari Celah Kebaikan

Memahami implikasi psikologis dari ketidakpastian yang entah akan berlangsung berapa lama, tampaknya kita perlu merespons dengan secara sadar selalu mengingatkan diri sendiri untuk menjaga kesehatan fisik dan psikis kita.

Lingkup pribadi

Dari sisi kebertahanan ekonomi, yang berulang selalu diingatkan adalah untuk mampu berkompetisi. Bagaimana caranya? Dengan menjadi kreatif dan inovatif, pandai mencari peluang, sekaligus tangguh. Tangguh berarti siap bekerja keras menghadapi berbagai situasi sulit dan hambatan, mungkin dengan jam kerja yang sangat panjang tanpa istirahat.

Jika semua di atas dapat dilakukan, tentu akan sangat ideal. Masalahnya, manusia bukan mesin atau makhluk sempurna. Kita memiliki emosi dan keterbatasan. Ada yang kondisi kesehatannya kurang prima, ada yang kecerdasan dan kreativitasnya biasa-biasa saja, ada pula yang mudah menurun kondisi psikisnya bila menghadapi tekanan.

Baca juga Melawan Rasa Takut

Karena itu, meski siap bekerja keras, kita juga perlu meminimalkan ketegangan, serta menjaga kondisi psikis agar tetap sehat dan dapat berfungsi optimal. Bagaimana caranya? Di masa sebelum hadirnya internet, umumnya orang bekerja 8-10 jam sehari. Dengan persaingan sekarang, jam kerja sebanyak itu belum tentu memadai. Meski demikian, tidak ada gunanya bekerja tanpa henti tetapi kemudian jatuh sakit, yang berisiko pada pencarian nafkah juga.

Dari sisi pribadi dan lingkup kecil (misalnya keluarga), kita dapat menciptakan sendiri kesepakatan kita untuk menghadirkan kebahagiaan bagi diri sendiri dan orang-orang terdekat. Misalnya, menghadirkan nuansa alam dalam rumah, mengatur tempat tinggal agar suasananya nyaman, menyediakan waktu bersantai dan menjalankan hobi, serta saling mengingatkan tentang kapan harus beristirahat.

Kebijakan institusi

Lembaga pemberi kerja adalah yang paling berkepentingan untuk memastikan bahwa pekerja tangguh, bisnis yang ditekuni kompetitif, dan produk ada di garis terdepan. Hal ini dapat dimengerti karena jika tidak demikian, usaha tidak dapat berlanjut dan pekerja pula yang akhirnya kehilangan mata pencarian.

Baca juga Membangun Budaya Damai Melalui Umpan Balik

Walau demikian, tempat kerja (termasuk lembaga pendidikan) perlu menyadari bahwa manusia bukan robot. Karena itu, selain meningkatkan kreativitas, inovasi, dan ketangguhan, institusi juga perlu memfasilitasi agar pekerja sehat secara psikologis dan bahagia. Dengan demikian, pekerja juga merasa betah menjadi bagian dari lembaga dan memberikan nilai tambah bagi usaha yang dijalankan.

Lembaga bisnis umum melaksanakan briefing atau rapat rutin, yang di sebagian tempat dilaksanakan setiap minggu, bahkan di lembaga-lembaga tertentu diselenggarakan singkat setiap pagi. Tujuannya untuk membahas tugas dan target yang harus diselesaikan di hari atau minggu tersebut.

Bayangkan bahwa briefing rutin tersebut –dengan perubahan kecil saja– dapat menghadirkan suatu kebaruan yang mendasar. Daripada hanya membahas target dan koordinasi kerja harian, briefing tetap kita adakan dengan menambahkan, misalnya 15 menit, untuk membahas hal-hal yang tidak langsung terkait dengan pekerjaan, tetapi dapat sangat memengaruhi pekerjaan.

Baca juga Membangun Komunikasi Damai

Misalnya, kita dapat secara singkat saling memberi informasi mengenai bagaimana kondisi kesehatan kita hari ini? Apakah tadi malam dapat tidur nyenyak? Apa yang dikhawatirkan terkait pekerjaan? Apakah ada hal-hal di rumah yang memengaruhi konsentrasi kerja?

Agar pertemuan berdampak positif, kita perlu ingat untuk selalu juga membahas hal yang bersifat positif atau menjadi jalan keluar dari tantangan yang dihadapi pekerja. Para pekerja juga difasilitasi untuk saling memberikan dukungan dan semangat bagi yang lainnya.

Baca juga R20: Catatan dari Forum Perdamaian Dunia ke-8 di Solo

Setelah berbagi cerita mengenai masalah atau tantangan yang dihadapi, tim dapat bersama-sama membahas: apa yang dapat dilakukan untuk mengembalikan semangat kerja? Bagaimana tim dapat bekerja sama mengatasi persoalan? Bagaimana saling mengingatkan untuk memiliki waktu istirahat? Bagaimana memastikan bahwa kesehatan fisik dan psikis tetap dapat terjaga di tengah kesibukan kerja yang ada?

Di tengah hiruk-pikuk ketidakpastian dunia, kita perlu merawat diri sendiri dengan membangun ”Ruang Sehat Jiwa” dalam kehidupan pribadi dan dunia kerja. Yang tampaknya sangat sederhana ini semoga dapat membantu kita menjadi manusia masa kini yang memenuhi tuntutan kreatif inovatif, tangguh sekaligus tetap sehat bahagia.

*Artikel ini terbit di Kompas.id, Sabtu 7 Januari 2023

Baca juga R20: Fikih Toleransi dan Rekonsiliasi Konflik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *