Meredam Amarah demi Bumi Damai
Perdamaian tidak bisa dicapai tanpa ada yang berjuang
Aku, kamu, dia, mereka, dan semua
Dalam perdamaian Indonesia damai
Kita bisa karena kita bersama
Kita bisa bersama karena kita damai
Aliansi Indonesia Damai- Bait puisi di atas dibacakan Agus Kurnia dalam acara kampanye perdamaian di SMA Muhamadiyah 6 Paciran, Lamongan, beberapa waktu lalu. Agus adalah putra Sumedang Jawa Barat yang merantau ke Jakarta setelah lulus dari sekolah perhotelan. Ia menjadi korban aksi teror di kawasan Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat, 4 tahun silam.
Baca juga Korban Bom Kuningan Berdamai dengan Kenyataan
Pagi itu ia dan adik angkatnya baru kembali ke Jakarta setelah beberapa hari mengunjungi keluarga di Bogor. Ia mengantar adik angkatnya mengurus kartu seluler yang bermasalah di pusat perbelanjaan Sarinah. Setelah urusan selesai, mereka beranjak pulang ke rumah kontrakan dengan berjalan kaki.
Sekitar pukul 10 WIB, saat menyeberang jalan, tiba-tiba terdengar ledakan dari arah kedai kopi yang berjarak 200-an meter dari posisi mereka. Agus mengira suara ledakan tabung gas elpiji. Namun adik angkatnya mengatakan bahwa itu adalah ledakan bom.
Tak lama berselang, para pelanggan kedai kopi berhamburan keluar dalam kepanikan. Beberapa detik berikutnya, pria beransel yang sempat berpapasan dengan keduanya mendekati pos polisi. Ledakan kembali terjadi. Orang-orang di dekat Agus berlarian menyelamatkan diri. Sesaat berikutnya Agus pingsan.
Baca juga Habitus Perdamaian: Belajar Dari Penyintas
Ketika sadar, ia berusaha mencari adik angkatnya sambil meminta pertolongan kepada orang-orang di dekatnya. Mirisnya mereka lebih memilih mendokumentasikan dirinya dengan handphone, alih-alih membantunya.
Setelah bertemu dengan adik angkatnya, ia bergegas membawanya ke klinik terdekat. Mengingat kondisi adik angkatnya yang terluka cukup parah: darah mengucur deras dari ketiaknya. Setelah mendapatkan penanganan pertama, adik angkat Agus kemudian dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Dalam perjalanan ke RS, Agus kembali pingsan. Walhasil ia langsung mendapatkan penanganan di IGD.
Baca juga Ketegaran Korban Bom Kuningan
Menurut Agus, seharusnya dialah yang terdampak luka lebih parah ketimbang adiknya, mengingat posisinya lebih dekat dengan pelaku pengeboman. Terlebih adiknya membawa tas ransel yang bisa melindunginya dari serpihan. “Memang benar, rejeki, jodoh, dan usia manusia sudah ditentukan oleh Allah. Posisi saya saat itu cukup dekat dengan tersangka, namun alhamdulillah saya tidak terkena serpihan bom,” ucapnya.
Agus memang tidak mengalami luka. Namun ledakan keras membuat gendang telinga Agus terganggu. Dari hasil pemeriksaan medis, ada jaringan sarafnya yang rusak. Bahkan hingga beberapa tahun setelah peristiwa, ia masih sering pingsan.
Baca juga Berjuang untuk Sesama Korban Bom
Tak hanya itu, Agus juga sempat mengalami trauma dan merasakan takut yang berlebihan ketika bertemu dengan orang yang membawa tas ransel. Trauma itu juga menimbulkan amarah yang bergejolak terhadap para pelaku. Namun karena kasih sayang keluarga dan dukungan dari komunitas korban bom, kemarahan dan traumanya mereda.
Pada pertengahan tahun 2019 lalu, AIDA memberikan kesempatan kepada Agus untuk bertemu dengan mantan pelaku yang telah bertobat dan beralih menyuarakan perdamaian. Pertemuan itu membuat Agus memahami bahwa memaafkan adalah hal terbaik yang harus ia lakukan demi masa depan Indonesia yang lebih damai.
Baca juga Penderitaan Ganda Korban Terorisme