26/01/2021

Menjaga Lingkaran Terdekat

Pemahaman dan pemikiran orang-orang terdekat mendorong seseorang melakukan kekerasan. Demikian salah satu kesimpulan yang penulis dapatkan setelah beberapa kali berinteraksi dengan mantan pelaku terorisme. Orang-orang terdekat itu adalah keluarga dan teman.

Kita telah familiar dengan anjuran untuk berhati-hati dengan orang-orang terdekat dan menjaga lingkup pergaulan sehari-hari. Ada hadis Rasulullah yang sangat populer tentang lingkaran terdekat dengan analogi penjual parfum dan pandai besi.

Baca juga Pertobatan untuk Perdamaian

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang buruk, bagaikan berteman dengan penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi tidak akan merugikanmu. Engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak sedap” (HR. Bukhari).

Mengapa pertemanan dapat mempengaruhi perilaku kita? Mengutip teori lapangan (field theory), perilaku merupakan hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungan sekitarnya. Teori ini menerangkan, sesungguhnya perilaku kita hanyalah hasil dari penyerapan informasi terhadap apa yang kita perhatikan dari lingkungan dan dukungan yang diberikan oleh sekitar.

Baca juga Pemaafan Penyintas Bom Thamrin untuk Perdamaian

Menurut Serge Moscovici dan Marisa Zavalloni dalam artikelnya di Journal of Personality and Social Psychology, seseorang akan menunjukkan sikapnya dengan lebih terbuka jika menemukan pembenaran pada orang lain yang juga memiliki sikap sama. Artinya jika orang lain memikirkan hal yang sama dengan kita, maka kita merasa mendapatkan pembenaran, dan akan lebih yakin dengan apa yang kita pikirkan.

Secara psikologis, hal itu menambah keyakinan satu sama lain untuk merealisasikan keinginannya. Maka tidak heran bila kita melihat para pelaku terorisme selalu hidup dalam kelompok tertutup. Mereka berusaha memfilter pendapat yang berbeda dengannya.

Baca juga Keutamaan Memaafkan

Tak heran pula ada beberapa kasus di mana orang tidak sendiri dalam melakukan aksi terornya, tetapi melibatkan keluarganya. Misalnya Bom Bali 2002 yang melibatkan tiga orang bersaudara kandung dan rangkaian aksi pengeboman di Surabaya tahun 2018 yang dilakukan oleh keluarga inti (kedua orang tua dan anak-anaknya).

Penulis tidak mengajak untuk memilih-milih teman, namun lebih mawas dalam menjalin pergaulan sosial. Memperbanyak pertemanan sangat penting asalkan untuk bersama-sama mencapai kemaslahatan. Terlebih di era media sosial kini, meluaskan pertemanan sangat penting dengan tujuan menyebarkan hal-hal positif seperti perdamaian.

Baca juga 2021: Instrospeksi untuk Kemaslahatan

Bisa kita mulai dengan membanjiri pesan kasih sayang, tolong menolong, dan perdamaian di media sosial atau menunjukkan secara langsung lewat perilaku kita tentang nilai-nilai kebajikan yang diajarkan agama maupun kearifan lokal.

Manusia cenderung berpikir apabila suatu hal dilakukan oleh orang lain, apalagi oleh orang yang sering dijumpai, maka itu adalah sesuatu yang benar, baik, dan sebagainya. Kalau tidak bisa mengajak orang lain, minimal kita tidak ikut menyebarkan kebencian dan kekerasan yang terbukti menimbulkan kemudaratan luas.

Baca juga Dari Penyintas Muda untuk Perdamaian Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *