Memaafkan Membuat Dwiki Mampu Bangkit
Aliansi Indonesia Damai – Perempuan itu berusaha menenangkan diri sebelum melanjutkan kisahnya. Dia berusaha mengingat kembali peristiwa ledakan bom pada 14 Januari 2016 lalu. Tak kuasa mengenang kejadian pahit, dia melanjutkan ceritanya sambil terisak.
Perempuan itu bernama Dwi Siti Rhomdoni atau akrab disapa Dwiki. Salah seorang korban aksi terorisme di Jalan Thamrin atau populer dengan bom Thamrin.
Dwiki tak pernah menyangka bila pertemuan dengan kliennya yang berasal dari luar daerah harus berakhir naas. Saat tengah berbincang, tiba-tiba ledakan terjadi. Membuat kedai kopi yang menjadi tempat pertemuan menjadi hancur.
Baca juga Kunci Kebangkitan Sarbini, Korban Terorisme
Dwiki pun terpental hingga kepalanya membentur meja yang terbuat dari besi. ”Suasana menjadi kacau, kaca pecah. Saat saya ingin bangkit tiba-tiba terjadi ledakan kedua dan itu membuat saya terpental. Saya tertimpa sesuatu dan pingsan sejenak,” ungkap perempuan berkacamata itu.
Saat sadar, Dwiki mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Pandangannya mulai kabur dan telinganya berdenging. Dia melihat pula banyak orang berlumuran darah. ”Saya tidak boleh mati di sini, bagaimanapun caranya saya harus keluar,” katanya.
Baca juga Keikhlasan yang Berbuah Kedamaian
Di tengah kekacauan, Dwiki berusaha keluar dari lokasi. Dia melihat satu jendela yang pecah. Kemudian melompat dengan jarak satu setengah meter untuk menyelamatkan diri.
Ketika mendarat, Dwiki menindih seseorang. Belum sempat bangun, tubuhnya ganti tertindih orang lain.
Dampak Ledakan
Saat tergeletak lemah itulah Dwiki diselamatkan oleh seorang temannya. Dia dilarikan ke rumah sakit menggunakan taksi. Beberapa kali harus berpindah karena rumah sakit tidak memiliki peralatan yang memadai untuk melakukan pemeriksaan.
Hingga akhirnya Dwiki diterima di sebuah rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Hasil pemeriksaan medis menyatakan, dia menderita cedera pada tulang leher sebelah kiri.
Baca juga Jadi Korban Terorisme, Nanda Olivia Berdamai dengan Diri Sendiri
Akibat cedera yang dialami, Dwiki harus menjalani rawat inap selama kurang lebih tiga minggu. Dilanjutkan rawat jalan, tiga kali setiap bulan kontrol untuk menjalani check-up saraf, ortopedi, dan psikologi. Pendampingan oleh psikolog diperlukan karena Dwiki menjadi emosional setelah kejadian. Total dia harus istirahat selama sepuluh bulan dan selama itu harus mengenakan penyangga di leher untuk beraktivitas.
Selain dampak psikis dan fisik, Dwiki pun mendapatkan dampak sosial. Saat mulai kembali bekerja pada tahun 2017, beberapa rekan kerjanya kurang berempati terhadapnya yang saat itu sering tidak masuk kerja untuk check-up atau pun karena sakit. Namun berkat dukungan dari orang-orang terdekat, ia tidak menyerah dan membuktikan dirinya mampu bangkit dan tidak terus terpuruk.
Memaafkan Pelaku
Selain dukungan orang-orang terdekat, perkenalan Dwiki dengan sesama korban bom membuatnya lebih kuat dan bangkit. Dia merasa dukungan dari sesama korban lebih menguatkan karena memiliki kesamaan penderitaan dan bahkan ada beberapa korban yang memiliki dampak ledakan yang lebih parah.

Kebangkitan Dwiki diiringi keinginannya mengalahkan amarah dan dendam kepada pelaku terorisme. Meskipun tidak mudah, dia memaafkan mantan pelaku. “Saya mau memaafkan semua orang yang menyakiti saya, biarlah Allah yang membalasnya, saya ingin menjadi pribadi yang lebih baik dengan cara ikhlas dan memaafkan,” ungkapnya.
Memaafkan mantan pelaku membuat Dwiki merasa hidupnya lebih ringan. Dia merasa hidupnya penuh dengan keikhlasan, pemaafan dan perasaannya yang lebih positif. Selain itu, dia pun bisa bekerjasama dengan mantan pelaku untuk menyebarkan perdamaian dan memutuskan rantai kekerasan.
”Kekerasan jangan pernah dibalas dengan kekerasan, karena itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Ikhlaslah memaafkan, karena itu juga terapi yang paling ampuh untuk menghadirkan masa depan yang lebih baik,” pungkas Dwiki.
Baca juga Jadi Korban Bom Teroris, Nurman Permana, Bangkit dan Ikhlas