Home Pilihan Redaksi Kunci Kebangkitan Sarbini, Korban Terorisme
Pilihan Redaksi - Suara Korban - 17/12/2019

Kunci Kebangkitan Sarbini, Korban Terorisme

Aliansi Indonesia Damai – Tepat pukul 10.30 WIB pada 9 September 2004, Jalan Rasuna Said Jakarta Selatan diguncang ledakan besar. Sebuah bom mobil meledak tepat di depan Kantor Kedubes Australia. Korban pun berjatuhan, 9 orang meninggal dan puluhan orang luka-luka, baik luka ringan ataupun luka berat. Salah satu di antara korban yang terluka ialah Sarbini, seorang pekerja di gedung Plaza 89, yang berlokasi di depan gedung Kedubes Australia.

Akibat peristiwa tersebut, Sarbini menderita luka berat di bagian kepala, sampai harus dioperasi sebanyak 50 jahitan. Setelah itu ia membutuhkan waktu 7 tahun untuk proses penyembuhan. Selain dampak fisik, Sarbini juga mengalami trauma. Ia takut jika hendak pergi ke Jakarta selama bertahun-tahun. Ditambah lagi Sarbini harus membiayai sendiri pengobatannya, ia pun harus menjual rumah warisan istrinya.

15 tahun berlalu, Sarbini telah bangkit dari keterpurukan. Baginya sabar dan tawakal adalah modal besar demi hidup yang lebih baik ke depannya. Nasihat tersebut ia dapat dari ustaz di kampungnya. Ia memegang erat pesan tersebut dengan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Terkait perasaannya terhadap teroris, Sarbini mengatakan bahwa awalnya sempat marah. Namun perlahan tapi pasti, ia memilih mengubur rasa dendam. Karena setiap orang bisa tertimpa musibah kapan dan di mana pun.

Saat ini, Sarbini memiliki usaha sendiri, yakni membuka bengkel las. Usaha tersebut ia mulai dari nol. Demi memulai usaha tersebut, Sarbini mencari pelanggan secara door to door, dari mulai tetangga hingga ke teman-temannya.

Baca juga Jadi Korban Terorisme, Nanda Olivia Berdamai dengan Diri Sendiri

Proses itu ia lalui dengan gigih dan semangat, sehingga bisa membuahkan hasil yang baik. Terbukti hingga hari ini masih bisa bertahan dengan pelanggan yang semakin bertambah. Walaupun tidak menampik, terkadang juga sepi pelanggan, tapi Sarbini tetap tidak berputus asa karena rasa tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga yang harus membiayai anak-anaknya yang masih sekolah.

Sejak tahun 2018, Sarbini juga mengembangkan usahanya. Ia membuka bisnis cafe, menjual makanan ringan, seperti pisang goreng cokelat keju, stik mozzarella, dan lain-lain. Café tersebut ia buka di depan rumahnya, dikelola bersama anak pertamanya. Sudah hampir 1 tahun, café milik Sarbini cukup menghasilkan keuntungan, bahkan ia menjadi pemasok stik mozzarela ke beberapa café besar di daerah Tangerang.

Baca juga Sarbini Tak Menyerah dari Musibah

Salah satu korban Bom Kuningan lain, Yuni Karta sempat belajar memasak kepada Sarbini dan sekarang ia membuka usaha yang sama di rumahnya.

Sarbini sangat bersyukur atas semua proses kehidupan yang ia jalani sekarang ini. ”Tidak bersedih lagi dan selalu semangat,” tuturnya.

Bagi Sarbini, peristiwa Bom Kuningan yang menimpanya 15 tahun lalu bukanlah alasan untuk berputus asa dan patah semangat. Ia mengambil hikmah dari setiap kejadian yang menimpanya. Karena itu, ia tidak menyimpan dendam dan larut dalam keterpurukan. Dendam tidak mungkin membuatnya bisa bangkit. ”Bagi saya kuncinya adalah bersabar dan tawakal,” pesan bapak dengan dua anak ini.

Baca juga Ketabahan Ramdhani Di Balik Musibah Bom Kuningan

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *