Tarikan Ajaib Bocah Kecil
Aliansi Indonesia Damai- “Seorang anak kecil tanpa busana menarik jari saya dari pantai ke arah kasir, dan ledakan kedua pun terjadi lagi.”
Beberapa hari sebelum peristiwa Bom Bali tahun 2005, Ni Kadek Ardani menemui sejumlah hal tak biasa. Rombongan tawon berulangkali memasuki rumahnya, pakaian dalamnya hilang begitu saja, dan makanan ayahnya acapkali terjatuh. Namun semua itu tak terlalu dihiraukannya.
1 Oktober 2005 petang, Ni Kadek Ardani atau akrap disapa Mbok Kadek, menjalani pekerjaan rutinnya sebagai pelayan salah satu restoran di kawasan Pantai Jimbaran, Bali. Dia sedang melayani sejumlah pengunjung, di antaranya rombongan keluarga pejabat Bea Cukai. Sekitar pukul 19.30 WITA Kadek mendengar suara ledakan cukup keras. Pusat ledakan berjarak sekira 30 meter dari posisinya. Darah segar mengucur dari pipinya, bajunya juga robek di beberapa bagian.
Baca juga Pantang Menyerah Membesarkan Anak
Saat pikirannya masih dipenuhi pertanyaan tentang sumber ledakan sembari memerhatikan kondisi di sekelilingnya, seorang bocah kecil tanpa busana menggaet tangannya dan mengajaknya menjauhi titik ledakan. Keduanya beranjak menuju kasir restoran. “Untuk menghindari ledakan, manajer restoran lantas menarik saya ke parkiran. Saat itulah Ledakan kedua pun terjadi,” ujar Kadek mengenang.
Kadek sempat bertanya kepada manajernya mengenai bocah tanpa busana itu, tetapi manajer mengatakan tidak ada anak kecil di sekitar tempat tersebut. Kadek merasa bersyukur telah dibantu sosok bocah yang tak dikenalnya. Jika tidak menjauhi titik ledakan, besar kemungkinan Kadek terkena ledakan kedua.
Kadek kemudian dilarikan ke sebuah klinik di daerah Jimbaran, tetapi karena lukanya cukup parah, Kadek dirujuk ke RS Sanglah, Denpasar. Sesampainya di rumah sakit, dia melihat banyak korban bom yang dirawat di sana.
Baca juga Berdamai Dengan Diri Sendiri
Dari hasil pemeriksaan, banyak serpihan yang masuk dalam tubuh Kadek, salah satunya gotri. Namun dia tak kunjung menjalani operasi, padahal tubuh bagian kirinya sudah mati rasa. Pada hari keempat, seorang dokter dari Singapura menawarkan bantuan dan akan bertanggung jawab melaksanakan operasi pada korban serangan bom Bali 2005.
Dua minggu menjalani perawatan di rumah sakit, dokter memperbolehkan Kadek pulang. Namun beberapa hari berikutnya dia kembali merasakan nyeri. Saat diperiksa, ternyata masih ada serpihan gotri di tubuhnya. “Saya tidak mau lagi ke rumah sakit, saya trauma, saya bosan,” tutur Kadek kepada sang ibu ketika harus melakukan perawatan lagi.
Lima bulan Kadek menjalani rawat jalan sebelum akhirnya bisa kembali bekerja, meski tidak dalam kondisi normal. Ia mendapatkan keringanan bekerja. Masuk 1 minggu dan libur 1 minggu setelahnya. Karena sejumlah pertimbangan, ia pun memutuskan keluar dari pekerjaannya pada tahun 2015.
Baca juga Keikhlasan yang Berbuah Kedamaian
Waktu demi waktu berlalu, dan ternyata rasa sakit Kadek masih membekas, ia melakukan operasi kedua di lengan kirinya. Sisa-sisa gotri yang ada diangkat agar tidak ada efek yang berkepanjangan di badan Kadek.
Kadek tak pernah menyangka harus menanggung dampak yang berkepanjangan akibat ledakan malam itu. Namun demikian, ia berterima kasih atas bantuan dari pihak-pihak yang terlibat dalam membantu para korban.
Kadek pun memilih berdamai dengan keadaan. Ia mengaku tabah, ikhlas, dan berserah kepada Tuhan dalam menghadapi segala musibah yang menimpanya.
Baca juga ”Saya Bersyukur Merasa Hidup Kembali”
1 Comment