Mengalah Tak Berarti Kalah

Jangan menjadi orang yang suka dendam. Saya sendiri memaafkan para mantan pelaku teror. Mereka juga adalah saudara kita

Aliansi Indonesia Damai- Sutarno, salah seorang korban Bom Kuningan 2004, menyampaikan pesan itu kepada puluhan siswa SMAN 1 Sindang, Indramayu, beberapa waktu lalu. Ia berbagi kisahnya dalam kegiatan Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang digelar AIDA. Sutarno berharap kisahnya bisa menjadi pembelajaran bagi para siswa untuk lebih peduli terhadap perdamaian dan menghindari paham-paham kekerasan.

Kejadian itu telah lama berlalu, namun Sutarno masih ingat betul detail peristiwa yang menimpa dirinya. Akibat ledakan yang dahsyat itu, sebagian besar dinding kaca rumah sakit Metropolitan Medical Centre (MMC) yang berjarak ratusan meter dari pusat ledakan, pecah dan berjatuhan. Sedangkan posisi Sutarno berada tepat di bawahnya. Ia pun berusaha menyelamatkan diri. “Saat terjadi ledakan, saya teriak Allahu Akbar, asap membumbung dan gelap, kaca-kaca gedung yang jatuh dari lantai 7 mengenai punggung dan tubuh saya,” ujar Sutarno.

Baca juga Menjadi Pahlawan Keluarga

Ketika dilarikan ke rumah sakit dan mendapatkan bantuan, Sutarno mengaku merasakan perih luar biasa akibat serpihan kaca yang menancap di tubuhnya. “Saat kaca-kaca dicabut, saya merasakan perih dan sakit.  Luka-lukanya dibersihkan dan banyak jahitan di punggung dan pinggang,” tutur Sutarno.

Usai perawatan, selama hampir dua bulan ia tidak bekerja dan merasa takut untuk bertemu orang lain. Tak hanya itu, ia pun menjadi pemarah. Namun Sutarno tidak ingin mengalah dengan keadaan. Ia lebih memilih mementingkan urusan anak dan keluarga dibanding terpuruk dengan keadaan.

Atas saran dan dorongan dari teman-temannya, Sutarno dibantu oleh sebuah yayasan untuk melakukan konseling. “Saya melakukan konseling karena adanya perasaan marah, selama hampir 3 bulan. Akhirnya saya bisa bangkit,” imbuh bapak tiga anak tersebut.

Baca juga Berzikir untuk Kesembuhan

Setelah berhasil berdamai dengan keadaan, Sutarno kembali bersemangat untuk menjalani kehidupan. Semangat kebangkitan Sutarno dilandasi oleh rasa tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga untuk menafkahi keluarganya. Dia juga mengatakan tidak menaruh dendam kepada pelaku atas apa yang menimpa dirinya.

Dalam beberapa kesempatan bersama AIDA, Sutarno bertemu dengan mereka yang pernah terlibat dalam jaringan terorisme. Dirinya mengaku tidak menaruh dendam kepada mereka bahkan telah memaafkan. “Semua orang punya masa lalu yang buruk, kita harus menyikapi secara dewasa. Memaafkan lebih mulia daripada meminta maaf,” ujarnya.

Baca juga Mengubah Duka Menjadi Berkah

Sutarno juga memberikan nasihat kepada para siswa. Menurut dia, pendidikan harus mencerminkan perilakunya. Tugas seorang pelajar adalah mengajarkan ilmu kepada orang lain. Ia juga mengajak siswa untuk selalu menghormati orang tua dan guru.

Ia berpesan tentang pentingnya rasa persaudaraan dan menjunjung tinggi nilai luhur perdamaian. “Mari kita  sebar perdamaian, karena dengan itu kita bisa beraktivitas dengan lancar. Jangan membalas kekerasan dengan kekerasan, agar tidak ada lagi korban. Berdamai dan mengalah itu bukan berarti kalah, akan tetapi bisa menjadi pemenang,” tuturnya.

Baca juga Dukungan Keluarga, Sahabat dan Penyintas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *