Boleh Cacat Fisik asal Tak Cacat Ilmu

Aliansi Indonesia Damai- Susi Afitriani alias Pipit sempat kehilangan kepercayaan diri. Cita-citanya untuk membahagiakan ibu dan adik-adiknya pernah buyar. Asanya untuk meraih gelar Sarjana sejenak pupus. Peristiwa teror Bom Kampung Melayu, Mei 2017 membuat kondisi fisiknya susah pulih seperti sedia kala. Beruntung, Pipit dikelilingi orang-orang yang sangat suportif.

“Kamu boleh cacat fisik, asal jangan cacat ilmu.” Nasehat itu diucapkan salah seorang rekan senior di organisasi kepemudaan yang digelutinya. Kalimat singkat tapi melekat kuat dalam pikiran Pipit. Ia termotivasi untuk terus melanjutkan hidup, merengkuh asa dan cita mulianya untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi keluarganya. Perempuan asli Brebes Jawa Tengah ini meneruskan kuliahnya di ibu kota yang sempat terputus.

Baca juga Menjadi Korban Karena Menyelamatkan Korban

Malam itu Pipit dalam perjalanan pulang menuju indekosnya usai mengikuti perkuliahan. Rutinitas yang harus dijalani lantaran pagi-siang ia gunakan untuk bekerja. Sebab ia adalah tulang punggung keluarga di kampung halaman. Sebelumnya, saat berangkat menuju kampus yang terletak tak jauh dari Terminal Kampung Melayu Jakarta Timur, Pipit sempat dihinggapi was-was karena banyak polisi berjaga di sekitar terminal. Ia mengabaikan perasaan itu.

Sepulang dari kampus, Pipit bersama temannya mampir ke sebuah minimarket untuk membeli tiket kereta pulang kampung. Jalanan sangat ramai karena ada pawai obor menyambut Ramadhan. Tak lama setelah keluar dari minimarket, ledakan terjadi. Orang-orang panik dan suasana mendadak kacau. Asap hitam mengepul, tercium bau gosong, dan banyak suara teriakan. Penglihatan Pipit perlahan mengabur, sedangkan telinganya terasa sakit. Selama beberapa detik bahkan kehilangan pendengaran.

Usai kesadarannya kembali, temannya yang tadi bersamanya menghilang. Ia pun berlari untuk menyelamatkan diri. “Saya tersandung kaki sendiri. Ada polisi bilang ‘ayo bangun mbak’, tapi saya tak kuat karena tangan kanan terluka,” ucap Pipit mengenang.

Baca juga Mengalah Tak Berarti Kalah

Oleh orang-orang, Pipit sempat dievakuasi ke klinik terdekat sebelum dirujuk ke rumah sakit lantaran cederanya yang parah. Darah terus mengucur dari badannya yang terkena serpihan bom. Saat tiba di instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit, perawat hanya menginfus dan membersihkan luka-lukanya. Baru sekitar pukul 01.00 dini hari WIB, Pipit mendapatkan perawatan yang cukup memadai.

Lantaran kekurangan darah, badan Pipit terasa sangat lemas. Ia mengantuk. Suster mencoba menyemangatinya agar tidak tertidur, karena dapat membuat kondisinya melemah. Pipit memejamkan mata dan sempat tertidur beberapa saat. Namun suara tangisan bayi yang sangat kencang membangunkannya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, tulang pangkal lengan kanannya patah, sehingga harus dipasang pen yang masih menancap hingga kini. Sehari berselang, keluarganya datang. Teman-teman kuliah dan rekan organisasi juga datang menjenguk Pipit. Ia teringat mimpinya beberapa hari sebelumnya. “Teman-teman kumpul seperti dalam mimpi saya saat tidur,” ujarnya.

Baca juga Keikhlasan Penyintas Bom Kampung Melayu

Akibat peristiwa itu, Pipit sempat mengalami trauma berkepanjangan. Tangan kanannya yang belum pulih juga membuatnya kesulitan mendapatkan pekerjaan yang cocok. Namun dorongan dan semangat dari orang-orang di sekelilingnya membuatnya bangkit.

Kini ia mengaku telah mengikhlaskan semua yang terjadi. Memendam amarah tak akan mengembalikan semua seperti sedia kala. Sebaliknya Pipit bertekad menjemput masa depannya dengan melanjutkan pendidikan meskipun dengan kondisi tubuh yang tak lagi prima. Baginya, tiada kata menyerah.

Pipit sekarang bergabung dalam Tim Perdamaian AIDA. Ia berkomitmen mengampanyekan perdamaian agar tidak ada lagi aksi-aksi kekerasan seperti yang menimpa dirinya. “Jangan lagi ada aksi kekerasan yang menimbulkan korban orang-orang tidak berdosa dan mereka terpaksa menjadi disabilitas,” katanya dalam salah satu kegiatan yang laksanakan AIDA.

Baca juga Menjadi Pahlawan Keluarga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *