Mengambil Hikmah dari Musibah

Aliansi Indonesia Damai- Saya pikir waktu itu kiamat, ya Allah besar banget suaranya. Ya Allah apakah ini akhir hidup saya,” ungkap Fitri Supriati, korban Bom Kuningan tahun 2004. Dengan suara parau, Fitri berkisah tentang peristiwa mengerikan pagi itu dalam salah satu kegiatan AIDA.

Saat kejadian, Fitri dan suami serta beberapa rekan kerjanya, tengah melakukan akad kredit pemilikan rumah di sebuah bank yang tak jauh dari kantor Kedutaan Besar Australia. Kebetulan Fitri dan suami adalah pasangan pertama yang melakukan proses tersebut. Sembari menunggu rekan yang lain menyelesaikan urusan, Fitri pergi ke toilet, sementara suaminya menunggu di lobi.

Baca juga Ketangguhan Sejoli Penyintas Bom Kuningan

Beberapa langkah saat menuju toilet, tiba-tiba ledakan besar terjadi. Kaca-kaca berjatuhan. Di tengah rasa takut, Fitri sempat menduga ledakan berasal dari pesawat terbang yang jatuh. Bahkan saking besarnya ledakan, Fitri mengira telah terjadi kiamat. Apalagi petugas keamanan meminta orang-orang untuk tiarap. Suasana makin mencekam.

Fitri cukup beruntung, sang suami ternyata telah melindungi dirinya dari pecahan kaca. Akibatnya, kepala suaminya mengalami luka. Tak berselang lama, mereka pun dievakuasi untuk keluar dari gedung. Pada saat itulah Fitri merasa ada yang aneh dengan kakinya. Ia merasa salah satu kakinya seperti terhantam benda. Setelah ia periksa, terlihat darah bercucuran dari betis kirinya. Celana yang ia kenakan pun berlubang cukup besar berbentuk segi empat.

Baca juga Menghentikan Dendam Buah Hati

Sang suami bergegas membawa Fitri ke Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC). Mulanya mereka menyangka adalah pasien pertama di RS tersebut. Namun ternyata sudah banyak korban berdatangan, bahkan tampak beberapa mayat korban yang belum tertangani. Kebanyakan kondisi mereka lebih parah dari dirinya. Fitri pun belum paham dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Ketika ditangani dokter, Fitri mendapatkan 10 jahitan di bagian kaki kirinya. Lukanya cukup parah, bahkan harus kehilangan sebagian daging di betisnya. Karena kondisi rumah sakit yang penuh sesak dengan korban lain, ia dan suami memutuskan berpindah ke Rumah Sakit Puri Cinere yang searah dengan jalan pulang.

Enam tahun pascaperistiwa itu, Fitri kembali melewati kawasan kantor Kedutaan Besar Australia. Ia mengaku masih trauma sehingga tubuhnya gemetar. Peristiwa naas itu itu masih membekas kuat dalam ingatannya. Namun ia mengaku mendapatkan hikmah yang sangat berharga. Ia merasa bersyukur masih diberikan kesempatan untuk hidup. Musibah itu membuat Fitri dan suami mengintrospeksi diri untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Baca juga Mengalah Tak Berarti Kalah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *