19/12/2020

Ibu Korban Bom: Kenapa Membunuh Anak Saya?

Aliansi Indonesia Damai- Mata Iyut Kasbiah berkaca-kaca saat harus kembali mengenang sosok mendiang putrinya, Rina Dewi Puspita. Rina meninggal dunia akibat peristiwa pengeboman di depan Kantor Kedubes Australia, Jalan HR Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan, 9 September 2004.

Rina kala itu berstatus mahasiswi semester 5 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta. Usianya belum genap 20 tahun. “Kejadiannya waktu itu dia mau pergi kuliah di Perbanas. Dia mau lewat tiba-tiba bom meledak. Saya juga nggak punya perasaan apa-apa,” ucap Iyut saat berbagi kisah di salah satu kegiatan AIDA belum lama ini.

Baca juga Ujian Ketangguhan Iman

Kasbiah ingat betul, pagi itu anaknya berangkat kuliah diantar oleh sopirnya, Suyatno, menggunakan sepeda motor. Suyatno juga menjadi korban dalam ledakan tersebut. Posisi Rina dan Suyatno saat itu sangat dekat dengan sumber ledakan, yaitu di seberang gedung Kedubes Australia. Ia mengetahui informasi bahwa Rina menjadi korban bom ketika salah satu teman Rina meneleponnya beberapa saat setelah kejadian. “Mama Rina, ada kejadian bom meledak. Coba telepon Rina,” ujar Kasbiah menirukan teman Rina yang saat itu menghubunginya.

Sontak Kasbiah panik. Ia mencoba mencari anaknya keliling Jakarta namun tak kunjung menemukan. Pada malam hari ada orang yang datang ke rumah mengantarkan KTP milik Rina. Ternyata Rina berada di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Di sana Kasbiah harus menerima kenyataan paling pahit. Anak perempuan satu-satunya telah pergi untuk selamanya. Malam itu juga jenazah Rina langsung dibawa pulang ke rumah.

Baca juga Anakku Penguatku

Duka bertahun-tahun menyelimuti hati Kasbiah. Tak mudah baginya kehilangan seorang belahan hati. Rina adalah harapan. Kehilangan Rina sama dengan kehilangan asa. “Sampai sekarang saya selalu ingat. Namanya juga anak ya. Kalau mengingat itu, hati seperti apa ya, mengingat kembali yang sudah lama terjadi,” ucapnya terbata-bata.

Butuh waktu lama bagi Kasbiah untuk bisa bangkit dari kesedihan. Kasbiah mengaku, selama 3 tahun pascamusibah berusaha melewati masa-masa sulit tanpa kehadiran Rina. Berbagai usaha ia lakukan termasuk menjalani konseling dengan psikolog.

Baca juga Berbagi Cerita Melawan Trauma

“Kalau ada pelakunya saya mau nanya, kenapa membunuh anak saya? Apa salah saya? Apa salah anak saya? Mudah-mudahan mereka bertobat, menjadi orang yang baik kalau udah keluar,” ujar Kasbiah.

Perlahan Kasbiah mulai ikhlas dan menerima takdir. Ia merasa beruntung keluarga dan kerabatnya terus memberikan dukungan. Ia juga ikut aktif dalam komunitas korban untuk saling mendukung dan menguatkan. “Kalau saya sekarang sudah mengikhlaskan. Hatinya sudah ikhlas, jadi tenang. Udah nggak mengingat-ingat itu lagi,” katanya memungkasi.

Baca juga Dukungan Kerabat untuk Pemulihan Korban Bom Kuningan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *