07/05/2021

Inspirasi Pemaafan Penyintas

Meskipun disakiti, saya tetap berusaha memaafkan para pelaku. Anggap saja itu ujian yang harus saya terima.

Aliansi Indonesia Damai- Pernyataan itu disampaikan Josuwa Ramos, penyintas bom Kuningan 2004, ketika berbagi kisah kepada puluhan mahasiswa Universitas Peradaban Bumiayu secara virtual, medio April lalu. Josuwa, sapaan akrabnya, menceritakan pengalaman berharga yang tak mungkin ia lupakan sepanjang hidupnya.

Menurut penuturannya, sebagai manusia biasa mulanya ia sempat membenci pelaku dan merasa marah luar biasa. Namun waktu berkata lain, perlahan ia mulai membuka diri dan menerima semua kejadian yang telah berlalu. Ia mengaku tidak lagi memendam dendam, malahan tidak segan memberikan maaf kepada pihak yang menyakitinya, bahkan nyaris menghilangkan nyawanya.

Baca juga Membalas Kebencian dengan Kasih (Bag. 1)

Saat kejadian, Josuwa merupakan petugas keamanan yang tengah berjaga-jaga di sekitar lokasi kantor ia bekerja. Tanpa dinyana, ledakan bom besar mengguncang sampai meruntuhkan kaca-kaca bangunan di sekitar kejadian. Sebagian dari teman-temannya luka parah dan sebagian lain meninggal dunia.

Josuwa merasa bersyukur lantaran masih diberikan kesempatan hidup oleh yang Mahakuasa. “Bom sebesar itu kok saya masih diberikan selamat, saya sangat bersyukur,” kata Josuwa sembari mengingat-ingat peristiwa belasan tahun lalu itu.

Baca juga Membalas Kebencian dengan Kasih (Bag. 2-Terakhir)

Akibat ledakan, ia mengalami cedera serius, terutama di bagian kakinya. “Kaki saya membengkak, paha sampai betis ukurannya sama. Rasanya panas sekali. Ternyata masih ada serpihan bom dalam tubuh saya. Engsel kaki  baru dapat operasi kecil lagi, selaput ligamennya sudah rusak. Harus disuntik cairan sampai operasi lagi-operasi lagi,” ucapnya.

Meski harus mengalami penderitaan yang luar biasa, Joshua merasa masih beruntung dibandingkan dengan nasib teman-teman lainnya. Sebagian dari mereka harus dirawat bertahun-tahun di luar negeri, dan sebagian yang lainnya tak tertolong lagi nyawanya. “Ada teman-teman saya yang merasakan dampak ledakan lebih besar. Ada yang kehilangan mata, sambil beliau memegang matanya di sebelah kiri,” ujarnya.

Baca juga Penyintas Bom Thamrin Melawan Trauma (Bag. 1)

Setelah mengalami perawatan bertahun-tahun, Josuwa memang sudah kembali beraktivitas lagi. Namun, fungsi organ tubuhnya tak sepenuhnya berfungsi normal seperti sediakala. Ia pun memilih memperdalam pengetahuan tentang ajaran-ajaran agama. Ia juga mengaku terinspirasi dari kisah Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemaaf yang mampu memaafkan kesalahan orang lain sekaligus berhasil menghadapi ujian demi ujian berat dalam sejarah kehidupannya.

Saat ini, Josuwa sudah kembali bekerja di bagian pusat operasional sekuriti Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Dalam beberapa tahun terakhir, Josuwa juga aktif dan turut terlibat dalam kampanye-kampanye pembangunan perdamaian bagi kalangan muda Indonesia. Kepada generasi muda ia selalu berpesan, “Jangan membalas kekerasan dengan kekerasan.”

Baca juga Penyintas Bom Thamrin Melawan Trauma (Bag. 2-Terakhir)

Josuwa meyaki bahwa memaafkan merupakan sikap yang amat mulia dalam ajaran agama Islam. Nabi pun selalu mencontohkan, seberat dan sepedih apapun manusia mengalami dampak buruk dari perbuatan orang lain, ajaran agama Islam tetap menganjurkan setiap hambanya untuk melapangkan dada terhadap kesalahan-kesalahan di antara sesamanya.

Baca juga Kebangkitan dan Ikhtiar Memaafkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *