06/08/2021

Tugas Manusia Beribadah, bukan Merusak

Aliansi Indonesia Damai- Kamis, 14 Januari 2016, menjadi hari yang sulit dilupakan oleh Inspektur Satu Deni Mahieu. Anggota korps bhayangkara ini menjadi korban serangan teror di Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat. Meskipun tubuhnya cedera parah akibat peristiwa itu, beruntung nyawanya masih terselamatkan. Menyandang status sebagai penyintas, Deni berbagi kisah detik-detik dirinya terkena ledakan bom.

Hari itu Deni menghadiri agenda gabungan personil di kawasan Bundaran Patung Kuda. Setelah selesai, sekitar pukul 10.30 WIB, Deni langsung bergegas ke arah kawasan Bundaran HI menggunakan sepeda motor dinasnya. Kebetulan, Deni memang rutin ditugaskan untuk melakukan patroli dari kawasan Harmoni sampai ke Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Baca juga Berempati kala Kritis

Ketika berhenti di traffic light simpang Plaza Sarinah, Deni melihat keganjilan. Pintu pos polisi di lokasi itu terbuka. Padahal selama bertugas di kawasan tersebut, sangat jarang pintu tersebut terbuka. “Ya kalau dilihat sebenarnya sih biasa saja. Tapi saya tetap melihat ada keanehan,” ucap Deni mengenang.

Lampu berubah hijau. Dalam waktu yang sangat terbatas untuk mengambil keputusan, Deni lanjut menancap gas motornya. Setelah melewati lampu merah itu, tiba-tiba Deni dilanda pergolakan batin. “Ya Allah ada apa ini. Ini aneh saya bilang. Di satu sisi mengatakan harus dicek (putar balik), di satu sisi jangan. Ya sudah akhirnya lanjut jalan saja,” kata Deni.

Baca juga Penyintas Bom Kuningan: Saya Terima Takdir Saya

Setibanya di kawasan Bundaran HI, Deni memutuskan untuk putar balik dan mengecek pos polisi yang ada di Sarinah itu. Sesampainya di sana, Deni segera masuk ke dalam pos tersebut. Ia mengecek sekeliling dan menemukan sejumlah barang yang mencurigakan, salah satunya ransel yang berada di sudut ruangan.

Tak lama berselang bom meledak di sebuah kedai kopi, tak jauh dari pos polisi. Deni yang terkejut lalu melihat ke lokasi ledakan. Ia menyaksikan sendiri betapa dahsyatnya ledakan itu. “Orang terpental. Saya melihat. Demi Allah saya melihat langsung orang-orang terpental karena ledakan itu,” katanya.

Baca juga Inspirasi Pemaafan Penyintas

Untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi, ia bertahan di pos polisi dan langsung mengontak rekannya bahwa ada ledakan di sekitar Plaza Sarinah. Deni yakin bahwa yang meledak itu adalah bom. Namun keputusan Deni untuk tetap bertahan di pos polisi justru membawa petaka. Hanya berselang beberapa detik dari bom pertama, bom kedua meledak di tempat Deni berpijak.

“Jadi mungkin di pos itu sudah disetel (bom) sama teroris ini. Saya kontak pesawat radio. Pencet pertama saya lapor ke rekan, pencet kedua saya kesetrum. Begitu setrumnya hilang, terdengar bunyi tuuut… tak… tak.. duuuuuarrr. Meledak. Posisi saya membelakangi ransel tadi,” ujarnya.

Baca juga Membalas Kebencian dengan Kasih (Bag. 1)

Akibat ledakan itu, Deni mengalami luka di sekujur tubuhnya. Betis dan pahanya sobek. Darah mengalir dari telinganya. Matanya berkunang-kunang dan kepalanya terasa sangat pusing. Deni sempoyongan. Beruntung ia tidak pingsan. Ia pelan-pelan duduk agar dirinya tetap sadar. Sepuluh menit kemudian, atasannya datang. Deni langsung dilarikan ke rumah sakit.

Di rumah sakit, Deni dirawat kurang lebih selama sebulan. Deni bercerita bahwa dokter yang menanganinya memuji semangat hidupnya. Ia mampu bertahan meskipun terkena ledakan dari jarak sangat dekat. Deni bersyukur masih diberi kesempatan hidup. Ia pun berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung kesembuhannya.

Baca juga Membalas Kebencian dengan Kasih (Bag. 2-Terakhir)

“Saya hanya bilang ke diri saya, ya sudah, ini namanya takdir Tuhan. Saya sudah berdoa dan berusaha untuk selamat. Dikasih bom, saya tetap hidup. Harus ikhlas dan bersabar. Insya Allah ke depan kita akan lebih baik. Kalau memang masih ada sisa kehidupan, isilah dengan yang baik-baik saja,” Deni berpesan kepada siapa pun.

Deni pun enggan menyimpan dendam terhadap teroris yang telah melukainya. Ia lebih menyerahkan mereka pada pengadilan Tuhan. Baginya manusia diciptakan untuk beribadah, bukan untuk merusak. Mereka yang merusak di muka bumi akan menanggung risikonya sendiri di akhirat kelak.

Baca juga Kebangkitan dan Ikhtiar Memaafkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *