Home Pilihan Redaksi Bangkit Berkat Dorongan Keluarga dan Kolega
Pilihan Redaksi - Suara Korban - 27/12/2019

Bangkit Berkat Dorongan Keluarga dan Kolega

Seorang anak buah saya di kantor pernah bertanya, Pak, kenapa rahangnya? Saya bilang, itu kena dampak Bom Kuningan 2004. Dia balik bertanya, emang ada ya pak Bom Kuningan? Ketika itu saya teringat pesan istri almarhum Munir, Suciwati. Bangsa kita adalah bangsa pelupa, jangankan tentang korban, bahkan kejadiannya saja lupa

Mulyono, salah seorang korban langsung bom yang meledak di depan kantor Kedutaan Besar Australia, Jakarta, 9 September 2004. Dalam salah satu kegiatan bersama AIDA, Mulyono berbagi kisah tentang musibah yang menimpanya di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung beberapa bulan silam. 

Pagi menjelang siang, tepat pukul 10.20 WIB, ia mengaku tidak merasakan firasat buruk sama sekali. Saat itu ia hendak mengadakan pertemuan dengan seorang koleganya di daerah Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Jalan HR Rasuna Said cukup lengang. Ia memacu mobil dengan kecepatan 70 km/jam. Tiba-tiba terdengar  ledakan. Posisi Mulyono sekitar 25 meter dari titik ledakan. 

Baca juga Bangkit Demi Masa Depan Anak

Mobilnya seperti terbanting. Segalanya tampak gelap diselimuti kabut putih yang pekat. “Asap membumbung tinggi, mobil saya terbanting, dan banyak gedung hancur,” tutur Mulyono. Akibat ledakan tersebut, rahang Mulyono hancur. Ia bingung dan berusaha keluar dari dalam mobil. Ia mencoba meminta pertolongan, awalnya tidak ada yang menolong. Seseorang mengantarkannya ke rumah sakit terdekat.

Suasana seusai ledakan bom di depan Kedubes Australia 2004.

Mulyono mendapatkan pertolongan dan dirawat di sejumlah rumah sakit di Jakarta. Karena cederanya sangat parah dan memerlukan peralatan medis yang lebih baik, Mulyono harus dirawat di Singapura dan kemudian Australia. Dokter di Singapura melakukan rekonstruksi rahang Mulyono dengan mengambil kulit bagian kaki kiri. Setelah dilakukan operasi, ternyata hasilnya tidak baik. Ia dirujuk ke Australia. Di salah satu rumah Sakit di Melbourne, ia mendapatkan perawatan intensif dan menjalani operasi rahang 30 kali.

Selama 15 tahun lebih, Mulyono terus menerus minum obat, bahkan hingga hari ini. Menurut Mulyono, aksi terorisme menyebabkan banyak orang tak berdosa menjadi korban. “Terorisme itu dari niatnya sudah salah, apalagi dilakukan dengan cara yang salah. Korbannya yang luka-luka ratusan orang, 99 persen yang kena bom itu muslim,” ujar Mulyono.

Baca juga Kunci Kebangkitan Sarbini, Korban Terorisme

Bagi Mulyono, bertemu dan bersahabat dengan mantan pelaku adalah jalan terbaik untuk berdamai dengan diri sendiri dan mewujudkan perdamaian. Ia mengaku peristiwa yang telah dialaminya sebagai ujian dari Allah Swt. “Saya minta ke Pak Ali Fauzi (mantan pelaku terorisme), agar mendoakan saya selalu, hingga menjadi hamba yang selalu bisa bersabar,” ungkapnya.

Semula Mulyono mengaku tidak mudah untuk bangkit. Sebagai manusia biasa wajar jika marah dan hampir merasakan frustasi atas kondisi yang ada. Namun seiring berjalan waktu, berkat dorongan keluarga dan sahabat dirinya bisa bangkit dari keterpurukan “Saya kemudian menyadari bahwa ujian tidak diberikan Tuhan melampaui batas kemampuan hamba-Nya,” ungkapnya. Ketangguhan Mulyono dan tekad yang kuat membuat dirinya masih terus belajar untuk berdamai. “Karena jika kita tidak berdamai, maka beban kita menjadi lebih berat lagi,” tuturnya.

Dalam berbagai kesempatan kegiatan, Mulyono selalu berpesan kepada generasi muda terutama kalangan mahasiswa agar senantiasa menjadikan perdamaian sebagai landasan dalam segala aktivitas yang digelutinya. “Saya mengajak mahasiswa agar jangan membalas kekerasan dengan kekerasan,” tegas Mulyono.

Baca juga Jadi Korban Terorisme, Nanda Olivia Berdamai dengan Diri Sendiri

Mulyono berkomitmen untuk terus menyebarkan spirit ketangguhan dan pemaafan serta perdamaian bagi masyarakat Indonesia. Di antara spirit perdamaian itu ditebarkan oleh Mulyono dalam lingkup keluarga, di mana ia berpesan kepada anaknya, agar tidak memelihara dendam kepada para keluarga mantan pelaku. “Karena sejatinya tidak ada orang yang tidak berbuat dosa,” tuturnya.

Ia memiliki harapan besar agar tidak ada lagi tindakan kekerasan terorisme di Indonesia sehingga tidak ada lagi yang menjadi korban dari aksi brutal tersebut. “Kami seluruh para korban selalu berdoa, Ya Allah jangan ada lagi yang menjadi korban, cukup kami saja,” papar Mulyono. 

Kini Mulyono aktif bersama Yayasan Penyintas Indonesia (YPI), sebuah wadah bagi korban terorisme di Indonesia untuk menyampaikan nilai-nilai perdamaian dan bahayanya kekerasan bagi masyarakat luas. Di berbagai forum bersama Aliansi Indonesia Damai (AIDA), Mulyono juga aktif menyuarakan perdamaian, terutama bagi generasi muda Indonesia.

Baca juga Ketabahan Ramdhani Di Balik Musibah Bom Kuningan

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *