Pentingnya Ibroh Terorisme
Oleh Laode Arham
Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Melawan ketidakadilan dengan cara yang tidak berkeadilan terbukti telah menimbulkan derita berkepanjangan bagi para korban dan keluarganya, serta hilangnya perdamaian di sebuah wilayah. Masyarakat sipil hanyalah menjadi obyek dari spiral kekerasan demi lingkaran kekerasan yang lain.
Dengan mengatasnamakan membela agama dan umat Islam yang dizalimi, Al-Qaedah menyerang simbol-simbol kebesaran Amerika Serikat (AS) pada hari kelabu 9 September 2001. Peristiwa yang kemudian dikenal dengan 9/11. Pemerintah AS pun memburu para dalang, pelaku, dan jaringannya di seluruh dunia. Kekerasan demi kekerasan terus terjadi, membuat para korban merasakan dunia hanyalah ratapan duka nestapa. Tak ada damai sama sekali.
Baca juga Belajar Zuhud dari Penyintas Bom
Derita korban terorisme juga banyak kita jumpai di Indonesia. Para pelaku mengaku bahwa aksi mereka merupakan balasan atas penindasan Barat atas umat Islam di seluruh dunia. Namun korban yang berjatuhan justru kebanyakan saudara sebangsa, bahkan dari kalangan umat muslim sendiri, seperti serangan teror di depan Kedubes Australia di Jakarta tahun 2004 (Bom Kuningan) yang baru saja diperingati pada Kamis (9/11/2021) lalu.
Aksi terorisme 9/11 di Amerika, Bom Kuningan 2004, hingga apa yang terjadi di Afganistan akhir-akhir ini, telah menunjukan bahwa selama sekira 20 tahun terakhir, aksi kekerasan hanya melahirkan penderitaan dan korban jiwa. Sebuah sumber menyebutkan bahwa selama durasi waktu tersebut, tercatat ada 930.000 korban meninggal dunia akibat spiral kekerasan di Afghanistan, Irak, dan Pakistan; 38 juta warga mengungsi dan sebanyak 8 triliun dollar habis digunakan untuk operasi militer di 85 negara.
Baca juga Menggelorakan Ketangguhan
Pelajaran berharga dari semua itu adalah pentingnya mengembangkan dan mendakwahkan suatu ibroh dari pengalaman hidup pribadi, masyarakat, suku bangsa, kelompok/organisasi dan rezim/negara yang melakukan kekerasan atau membalas ketidakadilan yang mereka alami dengan aksi-aksi dan tindakan ketidakadilan juga.
Pertama, bahwa para korban aksi terorisme, baik di Amerika Serikat, Eropa, Irak, Afganistan, Pakistan, Indonesia, dan negeri mana pun adalah pihak yang paling menderita baik jiwa, fisik, sosial, ekonomi dan sebagainya.
Baca juga Dakwah Islamiyah untuk Perdamaian
Penderitaan dan kesengsaraan serupa hampir sama dialami oleh para pelaku manakala mereka ditangkap, dipenjara, dan hidup terpisah jauh dari orang-orang tercinta. Belum lagi stigma dan dampak lain yang diterima oleh keluarga mereka. Baik korban maupun pelaku hanya menjadi objek dan instrumen dari suatu ideologi ekstrem dan kebijakan yang keliru.
Kedua, baik masyarakat (khususnya tokoh agama) maupun pemerintah dan aparat keamanan seyogyanya dapat mengambil pandangan serta kebijakan yang washatiyah, yakni yang moderat, elegan, adil dan untuk semua pihak. Kebijakan publik harus dirumuskan dari tata nilai dan pandangan sebuah bangsa dan negara yang berdasar atas prinsip perdamaian, keadilan, dan supremasi hukum.
Baca juga Asep Wahyudi: Potret Ketangguhan Korban Bom Kuningan 2004
Ketiga, sebagai sebuah bangsa dan negara, kita di Indonesia mesti senantiasa mensyukuri keadaan yang sudah ada, meskipun tidak selalu sempurna seperti yang kita inginkan. Diharapkan para tokoh agama untuk senantiasa menyebarkan pesan-pesan keagamaan yang menyalehkan, dan bukan menyalahkan, yang merangkul bukan memukul. Kita adalah bangsa dan negara dengan prinsip nonblok, yang mendayung di antara dua karang (kapitalisme dan sosialisme) atau di antara teokrasi dan sekularisme.
Dalam menjalankan dakwah dengan metode ibroh tersebut kita bisa mengambil dan mengembangkan nilai-nilai, etika publik, dan akhlak yang mulia seperti bagaimana memaafkan pelaku, berdamai dengan diri sendiri, menyadari kesalahan dan bertobat, serta bangkit dari keterpurukan.
Baca juga Ketika Penjara Justru Membuat Mantan Teroris Menjadi Lebih Ekstrem
Jika nilai-nilai tersebut menjadi milik kolektif sebuah bangsa dan negara maka hal itu akan menjadi modal utama di mana pemerintah dan masyarakatnya akan bahu membahu mewujudkan perdamaian, kesejahteraan, dan keadilan. Jadilah negeri yang baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur.
Baca juga Beban Berlapis Korban Terorisme
1 Comment