Penyintas Bom Bali Menjadi Ibu Sekaligus Bapak

Aliansi Indonesia Damai- Ni Luh Erniati baru saja menidurkan dua buah hatinya, Putu Agus Eriawan Kusuma (Putu) dan Made Bagus Arya Dana (Made), saat ledakan keras terdengar dari bilik indekosnya. Disangkanya gardu listrik yang meledak. Beberapa saat berikutnya, tetangga indekos mengetuk pintu kamar dan menanyakan apakah suaminya bekerja malam itu. Tak ada lagi kalimat apa pun yang keluar setelah pertanyaan itu diiyakan. Karenanya ia kembali masuk kamar menemani dua putranya yang terlelap nikmat. 

Erni, demikian sapaan akrabnya, memang mendengar perbincangan beberapa tetangganya bahwa ada bom meledak di kawasan Legian Kuta Bali. Kecemasan sempat menghinggapi. Pasalnya sang suami, Gede Badrawan, bekerja di salah satu restoran di sana. Namun Erni berusaha menyangkal segala kekhawatiran yang timbul. Namun hingga jam empat dini hari, waktu di mana Gede biasanya pulang ke indekos, suaminya tak kunjung muncul. Dengan ditemani tetangganya, Erni memberanikan diri menuju kawasan Legian. Tak lupa ia menitipkan kedua anaknya yang masih tidur ke tetangganya yang lain.

Baca juga Penyintas Bom Bali Menjadi Bapak Sekaligus Ibu

Sepanjang perjalanan, Erniati tak henti merapal doa sambil memelihara harapan bahwa suaminya baik-baik saja. Namun semuanya sirna saat gedung restoran di mana suaminya bekerja telah rata dengan tanah. Hari-hari setelah malam kelam 12 Oktober 2002 adalah masa penantian Erni atas kejelasan nasib suaminya. Sekira 4 bulan berselang, jasad Gede Badrawan berhasil teridentifikasi dari potongan tubuhnya yang tersisa. 

Menyandang status janda di usia yang masih cukup muda dengan dua anak yang masih sangat belia. Hal yang sama sekali tak pernah terbersit dalam pikiran Erni sebelumnya. Namun ia dituntut menghadapi kenyataan pahit itu. Tanpa berbekal keterampilan khusus, ia bertekad akan mencari pekerjaan demi menyambung hidupnya dan kedua anaknya.

Baca juga Penyintas Bom Mengejar Sarjana (bag. 1)

Saat bersamaan masalah lain datang menghampirinya. Keluarga besar suaminya hendak menarik pengasuhan kedua putranya sebab meragukan kemampuan Erni. Sebagai ibu kandung, ia tegas menolak permintaan itu. Bahkan ia siap berhadapan di muka hukum jika memang langkah itu harus ditempuhnya. Erni pun membulatkan tekad untuk memilih membesarkan anaknya seorang diri dengan segala konsekuensinya. Ia yakin, selalu ada jalan bagi orang yang tidak menyerah dengan keadaan. 

Di bilik kamar indekos, putra bungsunya kerap memaksa sang mama untuk membawa ayahnya pulang. Berkali-kali Erni mengatakan bahwa ayahnya sudah berada di surga, berulang pula permintaan anaknya. Pada satu waktu, Erni tak kuasa menahan tangis ketika putra bungsunya terus merengek menanyakan keberadaan Gede Badrawan. Ketiganya pun menangis bersamaan. Sejak saat itu, sang anak yang tak tega melihat kesedihan mamanya berhenti bertanya tentang sang ayah. Erni pun menyingkirkan barang-barang yang berkaitan dengan suaminya untuk sementara waktu demi meredakan kesedihan anaknya.

Baca juga Penyintas Bom Mengejar Sarjana (bag. 2)

Beragam masalah yang mendera hampir saja membuat Erni putus asa. Bahkan sempat terbersit keinginan menyusul suaminya ke alam baka. Beruntung Erni memiliki seorang teman yang terus memberinya semangat hidup, “Erni, kamu jangan mati sebelum kamu benar-benar mati.” Pesan itu menguatkan langkah Erni. Tatkala motivasinya mulai goyah, Erni mengucapkan pesan tersebut. Ia menyadari betul bahwa anak-anak sangat membutuhkan kehadirannya sebagai ibu sekaligus bapak.

Sikap pantang menyerah Erni mulai menuai hasil ketika ia dan beberapa orang istri korban Bom Bali 2002 mendapatkan bantuan mesin jahit dari seorang dermawan yang bersimpati kepada keluarga korban. Dari situlah Erni bersama rekan-rekannya sesama korban merintis usahanya dari nol. Mereka berlatih menjahit dari dasar hingga kemudian produknya dilirik konsumen.

Baca juga Penyintas Bom Bali: Lawan Kekerasan dengan Menebar Kebaikan

Usaha konveksi bersama itu terus berkembang. Pelanggan pun terus  berdatangan. Kendati demikian Erni tak pernah melupakan perannya sebagai orang tua tunggal. Selain menyiapkan segala kebutuhan mereka, ia tetap rutin mengantar anak-anaknya ke sekolah dan menjemputnya pulang. Beberapa teman Putu dan Made sempat beberapa kali bertanya tentang keberadaan ayahnya. Kesedihan Erni tak terelakkan saat kedua putranya menceritakan hal itu. Namun ia enggan menunjukkannya di depan mereka

Belasan tahun setelahnya, perjuangan Erni terbayar lunas. Putu telah lulus kuliah dan kini bekerja di sektor farmasi, sementara Made sedang menempuh pendidikan sarjana. Erni kini telah sepenuhnya mengikhlaskan kepergian sang suami. Jalan hidup terjal itu memang harus ditempuhnya sebagai ketentuan Tuhan.

Baca juga Kesetiaan Istri Korban Bom

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *