08/05/2020

Mereka yang Menemukan Jalan Kembali (Bag. 3-Terakhir)

Dua nama berikut pernah memiliki gairah yang sangat menggebu-gebu untuk bisa terlibat dalam gerakan jihad di Timur Tengah. Tentu saja jihad dalam arti pertempuran fisik. Pasalnya, mereka menganggap bahwa umat muslim di beberapa negeri di Timur Tengah terzalimi oleh rezim kafir.

Namun takdir berkata lain. Choirul Ikhwan harus berurusan dengan hukum di Indonesia karena terbukti terlibat dengan kelompok yang merencanakan aksi teror. Sedangkan Iswanto, setelah menyalurkan hasrat jihadnya di Poso dan Ambon, malah diperintahkan oleh gurunya untuk berhenti dari aktivitasnya dalam kelompok ekstrem. Dari situlah keduanya justru menemukan jalan kembali kepada fitrah kemanusiannya: cinta damai.

Baca juga Mereka yang Menemukan Jalan Kembali (Bag. 1)

Choirul Ihwan

Choirul Ihwan pernah sangat mudah melabeli kafir kepada orang-orang yang berseberangan dengan pendapatnya, meski mereka jelas keislamannya. Bukan hanya kepada pemerintah dan aparatnya, Irul, demikiaan sapaan akrabnya, bahkan mengafirkan orang tua dan saudara kandungnya sendiri karena secara sukarela berpartisipasi dalam Pemilu.

Irul pernah bergabung dengan sejumlah organisasi yang misinya menegakkan syariat Islam secara formal di Indonesia. Namun karena kecewa dengan gerakan-gerakan tersebut, ia memilih merintis kelompok sendiri bersama sejumlah rekannya. Ia sempat berniat mengikuti pelatihan militer di pegunungan Jalin Jantho Aceh Besar, namun urung karena pelatihan tersebut lebih dulu terbongkar aparat.

Baca juga Mereka yang Menemukan Jalan Kembali (Bag. 2)

Walhasil ia harus bersembunyi di daerah Mamuju, Sulawesi Barat, demi menghindari kejaran aparat. Kala dalam persembunyian, ia mengalami pergulatan batin setelah bermimpi didatangi ibunya selama tiga hari berturut-turut. Dari hasil komunikasi dengan saudaranya di Madiun Jawa Timur, ternyata sang ibu baru saja meninggal dunia. Irul menyesal karena belum sempat meminta maaf kepada ibunya.

Ketika kembali ke Jawa, Irul tertangkap dan harus menjalani hukuman penjara. Dari balik jeruji, ia terus merenungi dan menginstrospeksi pergerakan dan pemikirannya. Ia mendalami referensi keislaman lain di luar pemahaman kelompoknya dulu. Hal yang paling menggugah batinnya ketika ia dipertemukan dengan korban terorisme. Setelah mendengar derita hidup dan lika-liku kehidupan korban, ia merasa iba dan tak menyangka ternyata kehidupan korban terorisme sangat menderita.

Baca juga Rindu Ibu, Ekstremisme Luruh (Bag. 1)

Lebih dari itu korban menyatakan telah memaafkan pelaku.  “Bagaimana mungkin orang yang menderita sebegitu besar, dengan mudahnya memaafkan kami?” katanya mengenang kesan pertamanya saat dipertemukan dengan korban.

Irul bersyukur belum sampai terlibat dalam aksi-aksi pengeboman. Selepas bebas dari hukuman, Irul berkomitmen terlibat dalam kegiatan pembangunan perdamaian.

Iswanto

Pertengahan dasawarsa 1990-an, ia berbaiat dengan Jamaah Islamiyah (JI), kemudian terlibat dalam konflik komunal di Poso Sulawesi Tengah dan Ambon Maluku. Iswanto mulai memertanyakan aksi-aksi kelompok ekstrem setelah terjadi ledakan besar yang menewaskan ratusan korban jiwa di Bali tahun 2002 silam.

Baca juga Rindu Ibu, Ekstremisme Luruh (Bag. 2-Terakhir)

Iswanto merenung, benarkah aksi itu adalah perintah agama. Ia mengalami kegelisahan, terlebih ketika salah seorang guru yang dihormatinya, Ali Imron, terpidana seumur hidup kasus Bom Bali 2002, memintanya untuk berhenti dari segala aksi kekerasan. Faktor guru memang sangat memengaruhi perjalanan hidupnya. Ia terlibat dalam kelompok ekstrem atas ajakan guru, kembali ke jalan perdamaian juga atas perintah guru.

Baca juga Pendidikan Kritis Mengentaskannya dari Ekstremisme

Tekad Iswanto untuk meninggalkan kelompok ekstrem makin bulat ketika AIDA memertemukannya dengan sejumlah korban terorisme. Hal yang membuatnya takjub adalah kebesaran hati korban. Meskipun telah banyak mengalami penderitaan, para korban mampu bangkit dan memaafkan orang-orang yang pernah terlibat dalam aksi pengeboman.

Bersama AIDA, Iswanto kini ikut berjuang mengampanyekan perdamaian kepada masyarakat luas. Dalam berbagai kegiatan, ia menegaskan bahwa cara-cara kekerasan tidak menyelesaikan masalah.

Baca juga Dari Wilayah Konflik ke Ruang Pendidik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *