Mengimani Takdir
Dalam Islam, iman kepada takdir dimaknai dengan keyakinan bahwa setiap peristiwa kebaikan dan keburukan pasti datangnya dari Allah SWT. Semua kejadian di muka bumi terjadi atas kehendak dan izin-Nya. Tidak ada satu kejadian pun yang keluar dari kehendak dan kekuasaan-Nya.
Meski demikian, Allah tetap memberikan kemampuan dan kemandirian kepada manusia untuk melakukan suatu perbuatan. Allah telah memberikan perintah, larangan, dan segala aturan main kehidupan melalui syariat-Nya. Segala perbuatan hamba di muka bumi ini terjadi atas dasar kemampuan dan keinginan hamba tersebut.
Baca juga Urgensi Ukhuwah dan Bahaya Perpecahan: Pentingnya Ilmu (Bag. 1)
Sehingga orang yang menentukan pilihannya kepada jalan benar maka dia akan mendapat pahala. Sebaliknya kepada jalan salah dan sesat maka dia akan mendapat siksa. Akan tetapi, Allah tidak akan membebani manusia dengan sesuatu di luar kemampuannya.
Konsep yang harus dipahami dalam iman kepada takdir ini adalah bahwa ketetapan baik dan buruk adalah berdasarkan penisbatan kepada makhluk. Adapun jika dinisbatkan kepada Allah sebagai Al Khaliq, maka seluruh takdir adalah baik, sedangkan keburukan tidak dinisbatkan kepada Allah. Segala sesuatu dari kekuasaan-Nya adalah ilmu, hikmah, keadilan, rahmat dan kebaikan.
مَآ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ۖ وَمَآ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَ ۗ وَاَرْسَلْنٰكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا ۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا
Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi. (QS. An-Nisa: 79)
Baca juga Urgensi Ukhuwah dan Bahaya Perpecahan: Pentingnya Adab (Bag. 2)
Salah satu contoh mengimani takdir adalah kisah penyintas bom. Namanya Sudirman, korban Bom Kuningan 2004. Pria kelahiran Bima ini baru tiga bulan bekerja sebagai petugas security di Kedubes Australia, namun peristiwa mengerikan tersebut terjadi.
Ledakan bom yang memorak-porandakan tempat kerjanya membuat Sudirman tak hanya harus menjalani operasi berkali-kali, ia juga kehilangan mata kiri akibat tertancap serpihan bom. Tidak berhenti sampai di sana, hasil pemeriksaan berikutnya menunjukkan, Sudirman divonis mengalami trauma otak. Untuk memulihkan traumanya tersebut ia harus mengonsumsi beberapa macam obat hingga waktu yang tidak bisa ditentukan.
Baca juga Ketangguhan Penyintas Bom Kuningan, Ram Mahdi Maulana: dari Amarah Menuju Pemaafan
Secara manusiawi, akibat peristiwa tersebut membuat hidupnya begitu menderita. Bertahun-tahun ia bertahan dalam kesedihan. Hal tersebut juga membuat kondisi psikisnya sempat terpuruk. Ia pernah putus asa dan berpikir hidupnya telah berakhir. Namun kemudian ia terus berjuang dan berkomitmen untuk menghilangkan keputusasaannya, melanjutkan hidup agar terus berguna bagi orang lain, khususnya bagi keluarganya di Bima. “Saya harus tetap optimis. Hidup harus berlanjut. Ini adalah bagian dari kehendak Allah,” tuturnya.
Sikap pasrah dan keyakinan Sudirman atas kehendak Allah tersebut benar-benar membuahkan hasil. Ia bisa bangkit dan meneruskan cita-citanya. Saat ini kehidupannya menjadi lebih baik. Ia bisa meneruskan pendidikan sarjana, kembali bekerja, serta hidup bahagia bersama istri dan anak-anaknya.
Baca juga 16 Tahun Bom Bali 2005: Kesakitan Menuju Kebangkitan
Banyak hikmah dan kebijaksanaan yang dapat dipetik dari kisah Sudirman, khususnya terkait dengan takdir. Orang-orang yang beriman diperintahkan untuk berusaha sekeras mungkin, tetapi dibarengi dengan tawakal kepada Allah. Seorang manusia juga harus mengetahui batas kemampuan dirinya. Maka janganlah menyombongkan diri dan menolak kebenaran, karena kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Karena itu, sudah seharusnya manusia mengakui kelemahannya dan ketergantungannya selalu kepada Allah.
Beriman kepada takdir Allah juga akan membangkitkan keberanian dan menguatkan tekad dalam menghadapi berbagai kesulitan, menumbuhkan ketenangan dalam jiwa. Suatu bentuk penghambaan total sebagai wujud iman mutlak kepada Allah SWT.
Baca juga Tangis Ketangguhan Penyintas